Acel as Acel

282 27 1
                                    

Warna langit telah berubah menjadi jingga dengan cerah yang masih tersisa, menambah kesan sore yang indah. Namun, tidak untuk Anna yang terburu-buru menyimpan mobilnya asal, sedikit berlari menuju rumah dan ruangan tujuan nya.

Hatinya terus bergumam syukur karena pertemuan dengan teman-temannya diundur menjadi siang, sehingga dapat pulang sebelum menunggu malam. Hingga sampai disatu kamar, Anna pelankan langkah lebarnya setelah melihat keadaan disana.

"Masih demam?" Segera tanya Anna menahan desakan pertanyaan yang lain. Ia berdiri dekat pintu, ragu untuk masuk lebih jauh.

"Udah mendingan, tapi masih lemes badan nya," jawab Kiara, satu-satunya yang dapat menjawab. Ia cukup terkejut karena sebelumnya sedang fokus mengganti plester penurun panas didahi putranya. Kemudian menatap Anna yang berdiri di pintu, menyadari anaknya yang lain pulang ke rumah.

"Dari kapan? Papa sama Kak Aya gak di rumah?" Lanjut Anna bertanya sekalian, karena melihat hanya ada Kiara di kamar adiknya.

"Dari siang kayaknya, tadi lagi sama Kanaya. Dia sekarang ada di kamarnya baru keluar darisini, kalo Papa lagi jemput Zinnia." Jelas Kiara.

Anna berniat mendekat, tetapi segera Kiara larang sebelum jaraknya mendekat.

"Mandi dulu!" Hanya itu yang Kiara ucapkan, tetapi dipahami betul oleh Anna apa yang Ibunya ingatkan. Segera dirinya berbalik menuju kamar sambil membawa tas belanjaan berisi minuman pesanan Adik lelakinya.

:::

Makan malam tengah berlangsung, seluruh anggota keluarga menikmati menu makan seperti biasa, termasuk Hanan yang bersama Acel dalam pangkuan nya.

Meski Acel sudah duduk di bangku SMA, tetapi masih mampu Hanan imbangi berat badannya untuk nyaman dalam pangkuan nya. Selain karena Hanan masih aktif gym, anak lelakinya itu sedikit berbeda dalam pertumbuhan.

"Acel.." Panggil Anna menyadarkan lamunan Acel yang menatap mangkuk di depannya.

"Pororo nya, beli?" Tanya Acel melirik Anna yang mengingatkannya pada pesanan tadi siang.

Anna mengangguk. Sebenarnya, ia ingin Acel melupakan tentang minuman tersebut. Tapi, melihat wajah antusiasnya, Anna tidak sampai hati untuk berbohong.

"Ada. Tapi, Adek sembuh dulu, ya? Baru boleh minum pororo." Kiara tidak akan mengizinkan Acel mengonsumsi minuman kemasan dalam keadaan sakit.

Acel menatap Kiara tidak suka. Padahal, kerongkongan nya terasa kering, belum lagi hawa panas ditubuh nya yang tidak nyaman. Ia merasa membutuhkan minuman dingin dan manis untuk menghilangkan kering dan panas yang ia rasakan saat ini.

"Tapi mau.. Nanti pokoknya mau!!" Kesal Acel. Suasana hati anak itu tengah tidak baik. Tentu saja ketika sakit suasana hati siapa pun akan berantakan.

"Iya, nanti ya kalo udah sembuh. Sekarang makan dulu bubur nya. Minum obat terus tidur." Hanan ikut berbicara akhirnya, tidak ingin memperpanjang masalah. Apalagi melihat Acel sudah menelantarkan buburnya, ia tidak rela. Padahal, anak itu meminta makan sendiri dari awal.

"Makan dulu buburnya, Cel.." Zinnia juga satu pendapat dengan Hanan. Merasa tidak rela jika Acel berhenti makan malam hanya karena masalah minuman pororo. Asal tahu saja Zinnia paling suka jika Acel makan banyak atau mau makan saat sakit.

Acel tidak menjawab, ia turun dari pangkuan Hanan, berjalan sempoyongan menuju ruang televisi lantai satu yang jaraknya tidak terlalu jauh. Meninggalkan makan malam tanpa minum. Perasaan nya sangat sensitif ketika sakit. Larangan sedikit saja, berkesan penistaan baginya.

Kiara memanggil putranya beberapa kali, akhirnya memilih membiarkan Acel pergi. Tidak ada guna nya membujuk anak itu makan lagi.

Acel memilih tidur di sofa, memeluk bantal meghadap sandaran punggung. Nyeri karena demam, seperti kepala berdenyut dan nyeri sendi tengah ia rasakan. Meski sering mengalami demam, tetapi tidak ada manusia yang terbiasa dalam keadaan sakit, termasuk Acel.

Acel (slow up)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang