adik-adik basket

189 20 10
                                    

Setelah kedatangan Acel dan Zinnia, suasana rumah Veve semakin ramai. Bahkan, orang tua Veve memberi saran agar mereka berpindah ke area samping rumah, dimana terdapat kolam renang dan living room luas. Mereka dibebaskan dan dimanjakan oleh orang tua Veve yang kini berjarak jauh. Diketahui orang tua Veve tengah berkunjung ke cabang perusahaan mereka di luar kota. Maka dari itu, rumah Veve dijadikan tempat pertemuan anggota basket putri hari ini.

"Lama gak ketemu, Acel udah masuk SHS sombong ah." Anak perempuan berambut pendek dan berponi itu mengajak Acel duduk disebelahnya. Namanya Giana, atau biasa dipanggil Gigi, merupakan tetangga satu komplek Acel dan Zinnia. Hanya berbeda blok saja. Gigi mengenal baik Acel karena sejak kecil Acel sering bermain dengannya di taman komplek. Hanya saat beranjak usia sekolah keduanya jarang bertemu karena masing-masing sudah memiliki teman baru.

"Gak ya, Acel gak sombong. Gigi aja yang so sibuk."

Gigi dan yang lain hanya tertawa mendengar jawaban Acel.

Mereka memutuskan untuk memulai acara hari ini, salah satu anak perempuan berambut pirang dan berbahu lebar membuka pembicaraan. Acel tahu, anak tersebut merupakan ketua basket, kemampuan nya diketahui paling mumpuni di JHS, bahkan anak tersebut sering melawan anak SHS untuk tanding. Tinggi badan nya juga lebih dari Acel.

"Jadi bulan depan dimulai kita tanding sama sekolah tetangga?" Tanya Veve, sambil menulis beberapa pembicaraan mereka.

Si ketua mengangguk, "iya, Om Bagas udah bikin janji sama sekolah tetangga. Jadi persiapan kita mulai minggu ini yaa buat lawan mereka, itung-itung latihan juga sebelum turnamen nanti." Jelasnya.

Acel berbisik pada Gigi, "Om Bagas siapa?"

"Pelatih kita, tapi masih muda, mau nya dipanggil Om," jawab Gigi sambil berbisik juga.

Semua mengangguk paham, mereka juga lanjut membicarakan hal lain. Acel tidak terlalu mengerti, ia fokus pada ponselnya, bermain game online.

Lebih dari dua jam Adik dan teman-teman nya membicarakan tentang basket. Hanya basket, tidak ada topik lain selain itu. Jika berbicara masalah uang pun, masih akan berhubungan dengan basket.

Acel jarang sekali berkumpul seperti ini dengan teman-teman adiknya, biasanya hanya saat bermain dan bercanda. Ia kira mereka ini hanya sekumpulan anak perempuan centil, boros, dan urakan. Ternyata tidak. Mungkin urakan iya, tetapi mereka sangat serius saat membicarakan suatu hal penting. Terlihat lebih dewasa daripada teman-teman satu kelasnya. Padahal, mereka semua itu perempuan.

Si ketua menyudahi pembicaraan mereka, mempersilakan kepada yang ingin pulang duluan atau sekedar membebaskan mereka melakukan apapun, selagi tidak merugikan Veve. Kebanyakan dari mereka tetap pada tempatnya, menikmati bermacam sajian. Ada pula yang sibuk bermain billiard, uno, bahkan yang asyik bermain air dipinggiran kolam.

Acel menyudahi acara bermain ponsel ketika Zinnia mengambilnya dengan tidak peduli, lalu menyimpan benda persegi itu ke dalam tas nya.

"Makan dulu, Cel. Dari kita mulai rapat kamu main ponsel terus, belum keliatan makan atau minum sesuatu." Zinnia mengambil satu gelas berisi sirup, tanpa suara menuntut Acel meminumnya. Acel juga ditawari ingin diambilkan apa, karena ada beberapa pilihan makanan meski hanya camilan.

"Cel mau makan sekarang gak? Di dapur masih ada ayam mentega kalo gak salah, Acel makan duluan aja, soalnya gue baru pesen ke S*l*r**, agak telat dari jam makan siang pasti nanti sampe nya." Veve mendekati keduanya, dia tahu jika Acel adalah sosok yang dijaga meski statusnya 'Kakak' untuk Zinnia. Bukan sok tahu, tetapi Veve diberitahu langsung oleh Zinnia, karena mereka dekat satu sama lain. Melihat ada Acel didekatnya, Veve juga ingin peduli pada anak lelaki itu.

Acel (slow up)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang