Prolog

12 1 0
                                    

Kamela tengah memandangi perbukitan di depannya dengan pikiran yang kacau. Di bawah naungan gumpalan kabut serupa riak air di permukaan danau, ia termangu. Menatap objek di depannya dengan hati yang layu.

Gejola asmaranya tengah redup, rasanya seperti disayat ribuan belati. Hancur, lebur, remuk, redam. Perasaannya benar-benar tengah terombang-ambing saat ini.

Benar kata orang zaman dulu, putus cinta membuat orang jadi lupa daratan. Lupa bahwa hidup bukan tentang asmara saja. Bukan hanya tentang kata i love you dan i Miss you. Ah sudahlah. Menasehati orang yang tengah di mabuk cinta ibarat menabur garam di laut, perbuatan sia-sia. Nanti jika putus cinta, bilangnya semua orang sama saja.

Tiba-tiba sebuah kerikil terpental dari arah belakang hingga mengenai kepala gadis itu. Ia refleks menoleh, mendapati seorang pria yang tengah memotong rumput menggunakan alat seperti mobil mini. Maklum, teknologi sekarang makin canggih dibandingkan zaman dulu yang harus membuang waktu dan tenaga.

Kamela menepuk bagian belakang bajunya yang kotor dan sedikit lusuh. Perlahan ia melangkah ke arah pemuda pemotong rumput itu.

"Mas mas!" panggil Kamela yang tak terdengar oleh pemuda itu. Suara mesin alat itu terlalu bising hingga suaranya tenggelam. Kamela pun mencoba memanggil pria itu sekali lagi, menaikkan suaranya beberapa oktaf.

"MAS MAS, HALOOO!!" pemuda itu pun menolehkan kepalanya. Alisnya sedikit berkerut karena gadis di depannya ini tampak asing.

Ia mematikan mesin pemotong rumput itu dan turun, menghampiri Kamela yang masih menunggunya di tepi taman, "Ada apa ya mbak?"

"Masnya tadi pas motong rumput ada kerikil-kerikil kepental kena kepala saya. Ganggu acara galau saya aja masnya ini," omel Kamela dengan nada merajuk. Pemuda itu lantas tertawa kecil hingga memunculkan lesung pipi yang indah di wajah rupawannya. Kamela tertegun beberapa saat memandangi rupa pemuda di depannya yang tampan ini.

"Maaf ya mbak, nggak sengaja. Lagian mbaknya siang-siang bolong gini ngapain ngegalau coba. Mending minum es tebu di pinggir sana saya traktir sebagai permintaan maaf saya juga karena nggak sengaja buat kepala mbak sakit. Gimana?" tawar pemuda itu.

Mata Kamela berbinar, "Wah kalo itu bisa dibicarakan baik-baik Mas," lelaki itu tersenyum kecil. Keduanya pun berlalu meninggalkan sisa-sisa ilalang yang belum terpotong sepenuhnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 12, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DeruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang