2

11 0 0
                                    

"Hai Caca,"

"Eh halo Dam," Miskha membalas sapaan Evan yang memang kerap kali menyapanya saat berpapasan dengan tergesa sambil mencari pemilik sepatu lusuh tersebut.

Miskha sebenarnya memang cukup dikenal di kelas maupun angkatannya. Mereka berkata bahwa Miskha memiliki paras yang manis, mungil, dan menenangkan. Miskha kembali celingukan mencari objek yang dicarinya.

Sudah tiga hari sejak kejadian memalukan tersebut saat Miskha menjadi pusat perhatian seisi kelas. Sejak saat itu pula Miskha mencari keberadaan si-yang katanya- jenius itu. Namun, yang dicari selalu menghilang bak kecepatan cahaya tiap kelas usai dan tentunya Miskha selalu mepet waktu kelas sehingga tidak ada kesempatan baginya untuk berkomunikasi atau mengambil posisi duduk di sebelah laki-laki tersebut.

"Eh, Van," panggil Miskha pada laki-laki berkacamata yang sedang membereskan buku-bukunya.

"Eh, kenapa Miskha? Tumben," Evan membenarkan posisi kaca matanya yang melorot dengan sorot kebingungan. Pasalnya ini pertama kali dia berkomunikasi secara sungguhan dengan Miskha. Biasanya Evan hanya akan menyapa Miskha sebab Miskha termasuk tipe gadis idamannya. Menurut Evan, dan mungkin teman-teman penyuka anime lainnya, paras Miskha adalah waifu di dunia nyata.

"Lo liat temen yang di sebelah lo tadi nggak, dia kemana?"

"Abimanyu udah keluar, Ca," balas Evan yang masih menikmati paras imut Caca.

"Haduh, gue juga tau Van kalau dia udah keluar. Maksud gue, dia ke mana biasanya abis kelas?" Miskha bertanya dengan tidak sabar.

"Ohh, sebenernya aku juga nggak terlalu tau karena nggak terlalu deket sama Bima, cuman biasanya kalau abis kelas terakhir dia suka ke Rumah Omah yang di Mall Puri."

"Makan siang?"

"Dia part time di situ, tapi aku nggak tau kapan dan hari apa aja,"

"Okay Van, makasih banyak, byee" Miskha melambaikan tangannya dengan langkah terburu-buru dan memanggil kedua temannya yang sudah menunggunya di depan kelas.

"Sama-sama, Ca," Evan membalas dengan senyum lebar dan cengiran khasnya saat Miskha tersenyum lembut kepadanya sebelum sosok Miskha hilang melewati pintu keluar kelas.

"Let's go Sam! Gue traktir lo americano hari ini," Samuel dan Angel hanya memandang Miskha yang sudah berjalan menuju lift dengan kebingungan.

###

"Ini jam makan siang, Ca. Rumah Omah biasanya penuh banget, bisa waiting list. Lo yakin?" Samuel bertanya saat setelah mereka memarkirkan mobil di basement mall tersebut.

"Udah deh yang penting kita ke sana dulu, keburu dia ngilang lagi," Miskha membalas dan mempercepat langkah kakinya dengan disusul kedua temannya.

"Wah, gila sih mending kita maleman aja ke sininya, Ca. Sekarang kita ke apart lo dulu baru ke sini lagi," Angel memberikan saran agar Miskha mau berbaik hati tidak membiarkan kedua temannya berdiri akibat waiting list. Lagi pula apartment milik Miskha berada satu kompleks dengan mall tempat mereka berdiri.

"Hmm, bentar gue tanya Mbaknya dulu," Miskha lalu keluar dari barisan dan maju ke bagian depan resto ke tempat pelayan berjaga. "Mbak, atas nama Angel kira-kira dapet kursi kapan ya?"

"Maaf banget sebelumnya, Kak, kami tidak bisa memastikan karena memang kalau siang gini padat pengunjung, biasanya sih tiga puluh menit Kak.

Miskha kembali dengan wajahhnlesu menghampiri temannya di salah satu barisan tengah. "Fine, gue nunggu sendiri aja,"

"Jadi?" Angel bertanya maksud Miskha.

"Iya, gue nunggu sendiri aja, kalian balik sana. Lagi pula gue tinggal pulang kalau bosen."

"Hmm, okay deh. Ntar kabarin kita ya," Samuel menjawab.

Akhirnya Miskha menunggu seorang diri dalam antrian meski sebenarnya dia tidak yakin akan keberadaan orang yang dicari, sebab sedari tadi Miskha memerhatikan kepadatan resto, tidak terlihat sekalipun batamg hidung lelaki tersebut.

Miskha hampir ditelan kejenuhan, terlebih handphonenya mati karena habis daya. Tiga puluh menit menunggu Miskha akhirnya duduk di salah satu kursi. Sepiring kwetiau siram seafood dan es teh manis sudah ludes dan dia masih tidak menemukan orang yang dicari.

Miskha hampir menyerah sebelum akhirnya ide cemerlang dari otak kecil Miskha menyuruh dia bertanya pada pegawai lain.

"Totalnya empat puluh lima ribu rupiah, Kak. Mau bayar pakai debit atau cash?"

"Debit aja, Mba," Miskha menyerahkan kartunya

"Oh iya Mba, kenal Abimanyu nggak?"

DivergentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang