Rianti, Target Zinnia!

9 1 0
                                    

Hari itu tanpa sengaja Zinnia menemukan Diana mojok di perpustakaan, sedang menuntaskan tugas resensi novel yang mesti dikumpulkan jam dua siang. Setelah menyelesaikannya secara serampangan, cewek itu masih harus mendengar rentetan omelan Zinnia yang berjalan mendahuluinya. Meski sudah berjalan cepat, Diana tak sanggup mensejajarkan langkah. Karena itu, dia memilih berjalan di belakang Zinnia sambil ngemil lays, mengangguk angguk dan sesekali berkata, 'ya' dan 'sabar, Zin' pada rentetan celoteh Zinnia tentang anak kelasnya.

Di kejauhan, mereka bisa melihat Selly dengan rambut panjang terurai dan Airin melangkah dari arah berlawanan di koridor yang sama. Seperti biasa, Zinnia langsung mendongakkan kepala dan bersikap pura-pura tak melihat. Sementara Diana, di belakang, tersenyum canggung pada keduanya.

“Di.” Saat mereka berpapasan, Selly tiba-tiba memanggil Diana.

“Dibandingkan sahabat, lo lebih terlihat kayak pengawal yang ngikutin dia ke mana-mana," ujar Selly, sengaja mempertegas kata pengawal menggunakan gestur dua jari membentuk tanda kutip.

Sebelum Diana sempat bereaksi, Zinnia lebih dulu balik badan. Mundur dua langkah untuk merangkul pundak Diana. Gadis itu mendecih saat menatap Selly sekilas. "Ternyata kamu bukan sekadar tong kosong nyaring bunyinya," ketus Zinnia. "Kamu lebih mirip toa Alibasyah yang suka berdenging sendiri."

Selly meradang. "Aku nggak akan pernah maafin kamu atas apa yang udah kamu perbuat."

"Sesuka kamu aja," balas Zinnia enteng. "Siapa juga yang butuh maaf?"

"Pengecut!" teriak Selly tiba-tiba.

Airin di sampingnya buru-buru memegang lengan Selly, siapa tau anak karate itu lepas kendali.

Dengan muka memerah, Selly kembali menatap Diana yang masih asyik mengunyah cemilannya dengan cuek. "Heran sih kenapa kamu masih mau temenan sama dia, Di!"

Zinnia baru akan membalas lagi, namun ketika tanpa sengaja dilihatnya Alvaro ikut berjalan mendekat bersama entah siapa, cewek itu buru-buru berbalik, menyeret Diana menjauh.

Sialan, tidak akan jadi kedua kalinya Alvaro mengetahui dia bertengkar. Bisa-bisa, lelaki itu makin leluasa meledeknya.

Zinnia memejam mata untuk meredam emosinya. Serius, ia tak paham mengapa orang-orang mulai ikut campur dan mengomentari masalah pertemanannya. Kemarin anak kelas, lalu Alvaro, hari ini Selly. Dipikir-pikir, dia dan Diana sudah berteman awet dan rekat seperti lem sejak SD. Mengapa pula harus diragukan?

Gadis itu tak usai berpikir bahkan sampai jam pelajaran usai dan dia sudah duduk di salah satu bangku di lab komputer bersama Mbak Anggun, menekuni buku tebal yang didominasi angka dan simbol.

Mbak Anggun ternyata adalah pribadi yang ramah. Gadis tinggi berkulit putih dengan rambut dicepol tinggi itu tak berhenti bertutur tentang 'pentingnya fisika' dalam kehidupan sehari-hari selama Zinnia mengerjakan soal pada halaman yang dia tunjuk.

Zinnia baru keluar menjelang magrib dengan wajah lelah, namun membawa sebuah ide cemerlang yang ia dapat di sela-sela pelajarannya.

***

Pagi berikutnya, angin berembus membawa bisik-bisik riuh dari ruang kelas paling pojok di lantai dua gedung utama Alibasyah. Seheboh-hebohnya anak IPA 1, kejadian pagi itu menempati urutan pertama dalam daftar hal paling menghebohkan sepanjang dua tahun.

Zinnia yang datang pukul tujuh pagi tiba-tiba memutuskan duduk di samping Rianti, meninggalkan kursi kebesaran di depan papan tulis yang hampir genap satu tahun ditempatinya. Ada dua hal yang bisa dia lakukan jika berteman dengan Rianti. Pertama, membuktikan pada Alvaro bahwa dia bukan manekin. Kedua, mengorek hubungan Rianti dengan Alvaro jika memang ada, mencari tahu rahasia apapun tentang Alvaro sehinggga cowok itu bersikap 'tidak normal' di jalan raya tempo hari.

Stoples Cinta untuk AlvaroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang