Si Pertama dan Terakhir

6 1 0
                                    

Alvaro tidak ingat banyak hal begitu terbangun di bangsal rumah sakit. Tentu saja menemukan Zinnia adalah hal yang paling tidak dia inginkan. Sekelumit rasa penyeselasan menguar dari hatinya karena gadis itu terpaksa menyaksikan perbuatan bodohnya. Namun, apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur. Sekarang yang bisa dia lakukan tinggal memberi toping dan menikmatinya.

Terdengar suara pintu didorong terbuka dari luar. Pak Bambang muncul dengan wajah lelah.

"Senin ini kamu ulangan, bisa-bisanya kayak gini, Al," ujar pria tua itu. Matanya menatap miris pada lengan Alvaro yang terbalut perban. "Untung Zinnia tepat waktu menemukan kamu."

Alvaro bergeming. Lelaki itu memilih menarik selimut untuk menutupi wajahnya.

"Ayah kamu sudah datang. Dia marah sekali," lanjut Pak Bambang, seolah tidak peduli pada keengganan Alvaro untuk mendengarkan. Ia menuangkan air pada gelas kosong di meja. "Anggun juga menangis di telepon sewaktu saya mengabari."

"Ibu?" suara Alvaro terdengar dari balik selimut.

Pak Bambang menghentikan gerakan tangannya yang hendak menaruh kembali gelas air ke meja. 

"Dokter Anita sedang ada jadwal operasi. Tapi saya bertemu dia di meja administrasi, dia sudah bicara dengan dokter yang menangani kamu dan mengecek rekam medis untuk memastikan kondisi kamu." Pak Bambang menjeda kalimatnya. "Sejujurnya, dia bilang tidak berniat menjenguk kamu ke sini."

***

Hodie hitam dan kupluk, sepeda, serta earphone yang terlah terkoneksi ke ponsel. Alvaro telah memiliki semua yang dia butuhkan di minggu pagi ini. Dari teras kos, dia mengayuh sepeda putihnya menuju Taman Puspa di kompleks sebelah. Minggu kedua libur sekolah, kegiatannya tidak jauh dari bekerja dan bersepeda. Kepala remaja itu terasa sangat penuh, sehingga ia merasa selalu butuh kegiatan untuk mengalihkan pikiran. Meskipun, harus diakui, semua usahnya tidak berhasil. Percakapan tidak menyenangkan dengan Bu Dewi di ruang guru tempo hari tanpa aba-aba mencuat dari ingatannya.

"Nilai kamu tidak cukup untuk memenuhi standar kenaikan kelas. Pak Bambang meminta pada saya meloloskan kamu sekali ini. Jujur saja Al, saya bukan tipe orang yang mau bermain di belakang. Ada orang lain yang berjuang keras untuk jadi yang terbaik. Zinnia, misalnya. Kamu akan merusak nilai perjuangan itu."

"Sejujurnya saya sendiri tidak masalah harus tinggal kelas. Itu konsekuensi saya." Alvaro menjawab tanpa ragu, membuat Bu Dewi mengangkat kepala dengan ekspresi campur aduk.

"Kamu yakin?"

Alvaro mengangguk. "Aneh juga kan, Bu? Saya sering bolos, nggak ikut ujian, tapi tiba-tiba naik kelas?"

"Saya takut kamu kehilangan motivasi jika tinggal kelas." Bu Dewi mendesah panjang. "Al, kami para guru terkadang harus berperang dengan ego kami untuk yang terbaik buat kalian. Kami tidak ingin anak-anak kami gagal di sini. Kami tidak ingin apa yang kami lakukan membentuk karakter buruk di diri kalian. Satu angkatan kalian, cuma kamu yang nggak naik kelas, lho. Jadi, sekali lagi Ibu tanya, kamu yakin?"

Alvaro mengigit bibirnya sejenak. Dia cukup yakin dengan keputusannya. "Ibu benar soal orang lain yang berjuang keras untuk menjadi yang terbaik, dan saya akan merasa malu kalau mengandalkan orang dalam. Tahun depan, saya janji akan berusaha lebih baik."

Bu Dewi bersandar ke kursinya, menatapnya dengan pandangan lembut yang tidak biasa. "Kalau ini keinginan kamu, Ibu sangat mengapresiasi. Akan Ibu sampaikan pada Pak Bambang. Pastikan kamu tidak bolos-bolosan lagi semester depan."

Percakapan itu berakhir di situ, tapi perasaan yang ditinggalkan masih membekas. Alvaro keluar dari ruang guru setelah menerima rapor miliknya yang dibagikan secara khusus di ruang guru sebelum Bu Dewi kembali ke kelas. Tepat ketika dia melangkah ke koridor, ia melihat punggung Zinnia hanya berjarak tiga meter. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 7 hours ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Stoples Cinta untuk AlvaroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang