°•°•°•°
Tulus tanpa balas
°•°•°•°
Sore hari, di pinggir pantai dengan pemandangan matahari terbenam membuat seorang gadis tersenyum hangat menikmati. Angin sore menerbangkan rambut tipisnya yang terurai.
Ia menghembuskan nafas nya dengan pelan, lalu membuka matanya. "Langitnya cantik, suka." ucapnya pelan sambil tersenyum tipis.
"Tuhan, aku berlayar tanpa peta."
Tetesan air mata mulai jatuh membasahi pipinya. Ia merenungi nasib nya yang sangat berbeda dengan orang lain. Kehidupan yang membuat nya sangat ketakutan. Ia seorang diri, tak ada orang lain.
Mengapa? Mengapa hanya dia yang seperti ini?
"Tuhan, sakit..." Ia menangis sejadi-jadinya. Melepaskan lelah hari ini yang terasa berat. Ia terbiasa tapi tetap saja menyakitkan.
"Laura Aldara!!!" suara laki-laki yang terdengar berlari menghampirinya.
Pelukan yang sangat erat mengunci tubuh kecil Laura. Detak jantung yang sangat kencang bisa terdengar oleh Laura.
"Gio..." ucapan Laura pelan.
"Bangsat! Lo bodoh Laura!" ucap Gio. Dalam hatinya ia berterimakasih karena ia bertemu Laura disini. Ia sangat panik saat tak Laura karena tak ada kabar dari semalam.
"Kenapa lo gak mati aja?! Kenapa lo selalu buat gua panik setengah mati?! Lo bikin gua gila, Laura..." ucap Gio menatap mata sembab Laura.
"Dunia ini jahat, Gio... Aku nggak mau nangis, aku mau kuat tapi mereka buat aku sakit. Aku bisa, harus. Tapi kali ini aku takut..." isak tangis Laura terus terdengar.
"Ra, ada rapuh yang harus terlihat rapih. Tapi bukan berarti lo harus nunjukin kesemua orang kalau lo baik-baik aja, dan merasa kalau lo harus kuat di setiap saat. Belajar egois!" kata Gio.
"Tolong, jangan pernah bikin gua hampir mati lagi." lanjut nya.
"Maaf..."
Gio kembali menarik tubuh Laura. Memeluk erat, mengelus rambut lembut itu, dan mengusap punggung kecil yang tak berhenti bergetar.
"Gua benci sama lo, Laura."
-----
Gio mengantarkan Laura pulang kerumah yang sederhana. Rumah yang menjadi saksi kejamnya dunia pada nya. Rumah yang penuh kenangan indah dan sakit. Dan rumah dengan sejuta cerita.
"Udah makan?" tanya Gio, dan Laura menggeleng.
"Uangnya disimpan, buat beli buku."
"Laura, apa susahnya sih ngomong ke gua? Gua gak keberatan sama sekali buat bantu lo. Gua bakal bantu apapun itu. Gua bilang sekali lagi, jangan merasa sung-"
"Gio. Aku ngga mau kamu bantu aku terus menerus. Aku ngga pernah minta buat dibeliin, dan dibayarin ini itu. Orang-orang melihat kalau aku perempuan yang nggak sanggup menghidupi diri sendiri."
"Gua ngga mau lo dilihat sebagai cewek mis-"
"Aku ngga suka di kasihani! Aku ngga suka ngeliat orang yang berpikir aku lemah! Aku ngga suka kalau orang-orang bilang aku perempuan miskin yang gila akan uang! Aku lebih benci itu!" kata Laura dengan mata merah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dekap Renjana
Teen FictionKatanya roda kehidupan itu berputar, tapi mengapa aku tetap seperti ini, apa memang takdir-Nya? -Laura Aldara