Dirinya berpengalaman dengan lika liku kehidupan. Aral melintang, badai dan hujan bukan suatu hal yang membuatnya merengek pada hidup yang kejam juga kelam. Bekas sayatan juga tembakan pada tubuh adalah saksi bahwa ia tangguh. Tapi apa berjalan sama pada urusan hatinya?
Ia bukan pria bodoh yang tidak bisa membaca situasi dan keadaan. Setidaknya, sebab dirinya menjadi detektif muda pada usianya sekarang. Sedangkan Apo terlalu pintar untuk memanipulasi pikiran. Sengaja membiarkan Mile jatuh terlalu dalam pada cinta dan melupakan logika padahal itu adalah hal yang selalu dilandaskan pada predikat seorang detektif muda. Nalarnya menjadi terkikis pada gejolak batin yang terus berperang dan bersitegang. Menggerus kebenaran dan perasaan yang sering kali tidak sejalan. Namun dari semua hal yang menjadi muasal segala carut-marut, keduanya menjadi sepasang kekasih dengan entitas mengerikan. Erotis dan kejam. Penuh hasrat namun brutal.
Pilar-pilar tinggi berjejer rapi di sepanjang tepi ruangan besar, seolah jarak simetrisnya ada yang mengukur dengan tepat tanpa beda seinchi pun. Menyokong dengan gagah bangunan tinggi yang menjulang. Pada balkon lantai dua, kolega dan pejabat sedang bersenda gurau bersama sampanye di tangan. Menikmati iringan musik bersama gelak tawa. Entah apa yang mereka bicarakan. Mungkin menciptakan koalisi dan sekutu dengan kelompok tertentu, memperkuat posisi yang menguntungkan bagi mereka, berpolitik tanpa hati dan tak segan menjatuhkan teman. Tidak ada yang namanya kawan pada kehidupan ini. Semuanya abu siapa kawan siapa lawan. Lucunya, ikatan kongsi tersebut terkadang masih memakai cara perjodohan, sangat kuno bukan?
Kakinya melangkah dengan mantap memasuki ruangan yang sudah ramai. Sempat terhenti ketika pelayan lewat didepannya dengan sebuah nampan ditangan. Apo melirik pada balkon lantai dua dimana orang-orang berpengaruh di negri berkumpul bersenda gurau. Kemudian meletakkan fedora hitamnya yang menutupi sebagian dahi. Matanya mengedarkan pandangan pada seluruh ruangan. Ekor mata tajamnya menelisik pada mereka yang berlalu lalang, ikut meramaikan malam. Siapa yang menyangka bahwa topeng bulu yang dikenakan rupanya menjadi daya tariknya. Beberapa pria menatapnya dengan tatapan terpesona. Untuk melancarkan aksinya, ia merubah wajah dinginnya menjadi manis dan penuh pesona yang memancar. Meski sorot mata tajam yang ia miliki terus terarah pada pria dengan setelah jas formal dengan tuxedo yang sedang menikmati dansa. Langkah kaki seirama bergerak lincah memenuhi atmosfer dengan iringan lagu berasal dari sekelompok pemain musik berada di sudut ruangan. Indah dan penuh romansa bukan?. Apo tersenyum tipis kemudian bergabung pada kemeriahan malam. Melenggangkan tubuh bersama puluhan tubuh.
Dalam hingar bingar malam yang memabukan juga saat-saat genting dan penuh keakuratan, Apo menyelinap ke lantai dansa. Ikut menikmati dan berbaur dengan gemerlap dunia. Menggerakan kaki, tangan dan pinggulnya, menyelaraskan gerakan.
Apo sudah sangat dekat dengan targetnya, sekitar 5 langkah dari sisi kanannya, sementara waktu terus memburunya. Tempo musik mulai memasuki klimaks saat mata mereka beradu tatap untuk persekian detik. Sekembar obsidian segelap malam itu bersibobrok dengan netra coklat madu milik Apo yang berbinar. Senyum lelaki itu mengembang dan hatinya seperti berbunga-bunga. Sedangan wajah dingin Apo berubah manis dan lembut namun berbeda dengan apa yang dilakukan jarinya. Menancapkan belati terlalu dalam pada Mile yang terkejut setelahnya.
"Aku mencintaimu Mile", bisik Apo kemudian menyelinap keluar dari kerumunan setelah menutupi wajahnya kembali dengan fedora hitamnya. Sedangkan Mile terjatuh tak berdaya di lantai dansa dengan darah yang mengucur dari perutnya. Semua orang terkejut melihatnya.
[Flashback]
Bibirnya bagaikan candu, cara dia melumat dan menggigit bibir Apo sangat lihai dan penuh gairah. Apo mengakui bahwa dirinya terbuai kala Mile telah menyentuh dirinya. Menandai disetiap tempat yang ia inginkan dan Apo membiarkannya, gejolak hatinya pada damba. Meski dirinya sama saja, perang batin yang terkadang menenggelamkan kewarasannya.
Mile mengakhiri ciuman panjang mereka. Menyesap bibir Apo kemudian mengusap bentang saliva Apo yang belepotan.
"Po, saya tidak peduli identitas mu", ucap Mile lirih.
"Meski bisa jadi kamu yang harus memborgol tanganku?", Jawab Apo sambil membalas tatapan mata Mile yang teduh.
"Aku tidak akan melakukannya",
Apo mengerutkan dahinya. Bingung pada jawaban pria yang sempat mencoba menyerang pertahanan dirinya. Tetapi, bukankah Mile tipe pria yang memegang ucapannya?
"Bagaimana bisa aku mempercayaimu? Detektif muda?", Jari Apo sibuk mengusap daun telinga Mile. Memberikan afeksi sebaik mungkin menghilangkan kegugupan.
"Saya mencintaimu"
"Aku sudah sering mendengarnya"
"Ya. Saya baru pertama kali menerima kasus pengedar seindah dirimu", pergerakan Apo terhenti. Berusaha menyembunyikan tangannya yg bergetar. Mengerjap beberapa kali lantas berusaha mengendalikan emosi.
"Lalu?"
"Apa seharusnya saya memborgol tanganmu sebulan lalu? Saat kamu terlelap kelelahan setelah mendapatkan pelepasan?", Mile menatap mata Apo dalam.
Apo bergeming. Pikirannya sibuk. Tidak menyangka bahwa Mile sebenernya sudah tahu perihal dirinya? Identitasnya? Tapi bagaimana detektif muda itu sangat santai berada 1 ruangan bersama pengedar kelas besar di ibu kota?
"Apo- ", Suaranya lembut. Sangat lembut.
"Hmmm?"
"Apa kebohongan lain yang kamu sembunyikan?", Apo tersenyum kemudian mengalungkan tangannya pada leher Mile kemudian melesakkan lidah basah pada rongga mulut Mile yang sengaja dibuka.
"Aku mencintaimu, Mile".
END
KAMU SEDANG MEMBACA
Madhouse
Fanfictionruang MileApo au berisikan kumpulan dari one shoot atau lebih dengan tema angst, mcd, nsfw, fluffy, funny dan sebagainya