Mati atau Roti?

1 0 0
                                    

Teriak dalam mimpi yang tak terasa keluar dari mulutku. Mungkin aku terlalu sering menggunakan obat penenang yang diberikan Paman, pikiranku terlalu liar untuk dapat dikendalikan. 

Aku tentu puas dengan hal itu, mereka yang berada di mimpiku dan kerabatku, yang aku pikir mereka sudah mati. Seketika, pikiranku terpecah oleh langkah dalam ruangan itu. Jika mataku tidak salah, hampir semua orang-orang yang terlihat membawa senjata. Tentu aku panik, aku mencari jalan supaya dapat keluar dari situasi ini, dan memenuhi janjiku. 

Sinar-sinar senter menyinari ruangan kantor administrasi dengan acak, wajahku tak luput menjadi sasarannya, benar-benar menyiksa mataku. Rasanya seperti terbakar, itu belum lagi membuka seluruh mata. Kelopak mataku membalas cahaya itu dan tangan kananku meraba-raba sahabat yang kuletakan disisiku, setelah aku mendapatkannya langsung kupegang dengan kedua tanganku, bersiap dalam posisi menyerang. 

Sayangnya, aku agak sedikit buruk dalam pemilihan tempat untuk bersembunyi. Aku tertawa kecil, melihat kebodohan yang kualami. "Aku bersembunyi di dalam gudang, dasar otak udang." Ucapku kepada diriku sendiri dengan berbisik. Langkah demi langkah mulai terdengar jelas. Seketika, pintu yang menghalangi antara aku dan dia terbuka secara kasar, dihancurkannya gagang pintu itu dengan senjata api dan seseorang masuk. 

Dia menodongkan senjatanya yang terpasang senter kepadaku, tapi ia langsung menurunkan senjata itu dan mendekatiku. Aku yang panik, kelewat panik, merasa terancam dengannya yang datang kepadaku. 

"Panji? Benarkah itu kamu?" Ucap orang itu.

Apa? Dia memanggil namaku? Aku merogoh kantong celanaku dan menarik keluar senter dan mengarahkan kepada orang itu. Wajah yang dipenuhi debu, helm tempur yang kebesaran untuk kepalanya, dan senyuman otentik miliknya. Ya, dia adalah sahabatku, Zidan. 

"Lah, kok kamu disini Dan?" Tanyaku kepada Zidan yang masih berdiri disana. "Apalagi, ya tugas lah dari pakde bos." Jelas Zidan. Rekan-rekannya kemudian bergabung dengan kami, orang baik yang terjerumus dalam gelapnya pertempuran. Lalu Zidan menggambarkan keadaannya sekarang, bersama rekan-rekannya, ia mendapat tugas untuk menjaga garis depan pertempuran mereka, aku dapat melihatnya dari tulisan-tulisan di peta yang Zidan perlihatkan kepadaku. 

Tapi, dari peta ini ada sesuatu yang sangat aneh. "Apa peta ini sudah diperbarui, Dan?" Tanyaku dengan heran. "Sepertinya belum Pan, pakde bos malas mengirim orang untuk mencari info tentang perbaruan peta." Ucap Zidan dengan pembawaan yang sedikit bercanda.

Ya, semuanya masuk akal. Aku pernah melihat peta daerah kami saat aku berada di markas tentara pemerintah yang terbengkalai. Disitu tertulis dan tergambar bahwa garis depan mereka sudah maju sangat jauh kedepan, lebih dari garis depan dalam peta yang Zidan bawa. 

Jadi intinya, "kamu tahu? Kita berada tepat dibelakang garis lawan." Jelasku kepadanya. Bersamaan dengan pernyataan yang kuberikan, salah satu rekan Zidan melepaskan tembakan. Masuk akal, Zidan pun terperanjat dari tempatnya dan berusaha keluar dari ruangan itu untuk memberitahu rekan-rekannya yang lain.  

"Semuanya! Kita disergap!" Teriak rekannya Zidan yang berlari 

ke posisi kami, membawa senjatanya di tangan kanannya, mendahului Zidan yang ingin memberitahukan keadaan.

Aku panik, dan mengarahkan seluruh orang untuk pergi dari kantor administrasi melewati jalur teraman. "Lewat sini!, kita akan melewati pintu belakang!" Jelasku kepada seluruh tentara perlawanan yang dapat mendengarku. Aku berlari melewati meja dan kursi kantor yang berserakan dan pergi menuju pintu belakang, membuka pintunya dan mempersilahkan orang-orang itu keluar. 

Aku orang terakhir yang keluar, segera menutup pintu dan menyusul yang lain. Kami semua berhasil lolos dari sergapan tentara pemerintah, tapi bukan sepenuhnya karena kami masih di dalam daerah kekuasaan mereka. Tentara perlawanan memberi tembakan perlindungan kepada kami dan terus berlari hingga kami sampai disuatu reruntuhan tak jauh dari lokasi taman hiburan. 

Sepotong Roti - A Loaf of BreadWhere stories live. Discover now