1

29 5 4
                                    

1 | Broke up

"Athea, pulang!"

Athea yang sedang asik menghisap rokok di atas kap mobil di pinggir danau menoleh kaget. Tatapannya berubah malas kala menemukan presensi sang pacar, ralat, sedikit lagi jadi mantan tengah menatapnya tajam.

"Gue gak mau."

Cowok itu kini berdiri menjulang di hadapan Athea, tatapannya berubah kecewa. "Lo udah janji bakal berhenti ngerokok. Kenapa lo ingkar?"

Athea mengikis jarak sampai hidung mereka hampir bersentuhan lalu menghembuskan asap nikotin di depan wajah cowok itu mengakibatkannya batuk-batuk. Athea tersenyum miring.

"Gue udah gak punya alasan buat menuhin janji gue, Deeka sayang." Ucap Athea lirih nyaris berbisik.

Sambil menjaga jarak Deeka mengernyit. "Oke, kita bahas permasalahan rokok dan janji lo nanti. Sekarang, ayo pulang ini udah tengah malam."

"Mama gue aja gak ada tuh nyuruh gue pulang, lah lo yang bukan siapa-siapa kok riweh."

"Gue pacar lo!"

Athea terkekeh, "Baru jadi pacar gue setahun aja udah ngatur-ngatur kayak gini."

"Pulang!" Nada yang cowok itu gunakan semakin tinggi, dan Athea benci itu. Dia benci bentakan.

"Lo aja yang pulang, setan!"

Pandangan cowok di depan Athea menggelap. Dia mengikis jarak yang tadi dia ciptakan. "Gue udah pernah bilang kan, gue gak suka cewek yang mulutnya kotor."

"Anjing, bangsat, brengsek, kont-"

Belum selesai Athea mengabsen makiannya, Deeka sudah membungkam Athea dengan ciuman. Pupil Athea membulat. Dia melepaskan tautan itu sekuat tenaga lalu menampar Deeka dengan sisa kekuatannya. Deeka memegang pipi bekas tangan Athea lalu Iris hitam pekat itu menatap Athea rumit.

Athea melompat dari kap lalu mengusap bibirnya dengan kasar, "Gue udah pernah bilang kan, sekali lo cium, sentuh, atau macem-macemin gue, gue bakal nganggap lo gak pernah ada. Untuk itu," Athea menatap dalam netra cowok itu dengan netranya yang penuh amarah, kekecewaan, dan penyesalan. "Kita putus!"

Athea masuk ke dalam mobil lalu melajukan mesin meninggalkan taman tak terpakai yang menjadi tempat Athea biasa menenangkan diri, sekaligus meninggalkan Deeka dan perasaannya yang telah mati untuk cowok itu.

***

"KAKAK, BANGUN. Anak pelawan enggak boleh bangun kesiangan." Suara anak kecil dan gaya bahasa cadelnya perlahan menarik Athea dari alam bawah sadarnya.

Athea mengerang kesal saat tubuhnya tergoncang naik turun. Siapa lagi penyebabnya kalau bukan Caroline, adiknya.

"Coline, stop! Kasur gue bukan trampolin!"

"Coline akan stop kalau kakak mau main sama Coline." Jawab anak berumur lima tahun itu.

Dengan mata yang belum terbuka sempurna Athea duduk lalu mengacak rambutnya yang sudah berantakan karena frustrasi. "Iya, iya. Udah sana keluar dulu!"

"Yes! Yang cepat ya, kakak. Coline bosen sekali ini, teman Coline pelgi ke geleja semua. Coline mau main sama bik Endah tapi bik Endahnya belum pulang dali pasal. Mau main sama mama, tapi mama dali tadi sibuk di luang keljanya."

Athea mengerang lagi. Malah curhat si bocah cadel.

Athea bangun lalu mendorong pelan tubuh adiknya keluar. "Coline ke kamar aja dulu, nanti kakak nyusul."

"Oke! Nanti Coline kelualin semua mainan Coline dan kita main belsama ya di kamal Coline."

"Iya Coline. Udah gih sana."

ShelterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang