"Ody? Apa kamu masih marah? Aku kan sudah minta maaf," pinta Andry mengguncang tubuh Audy yang sejak tadi tak menggubris ucapan nya.
Andry sudah mulai kelimpungan karena Audy benar-benar mendiaminya selam tiga hari terakhir. Tidak ada Felix yang bisa membantunya membujuk Audy seperti biasanya karena pemuda itu entah nyangkut dimana sudah satu Minggu tak pulang.
Audy hanya diam menatap sinis, Andry. Sampai mulutnya berbusa pun Audy tak akan memaafkan penghinaan ini selamanya. Semua orang di rumah ini memang sama saja, sama-sama tak paham apa itu SENI.
"Ody ... Aku minta maaf. Aku janji tidak akan mengulangi lagi." Andry masih berusaha membujuk Audy untuk memaafkannya.
'Bodo amat'
"Ayo beli kentang goreng, telur gulung, cilok, batagor, semuanya ayo kita beli. Tapi berhenti marah padaku!" rengek Andry mencoba menawarkan makanan-makanan kesukaan saudari nya itu.
Berhasil, Audy berjengkit kala mendengar deretan makanan kesukaan nya di sebut. Melirik Andry sekilas yang tengah menatap penuh binar ke arahnya.
Sedikit berdehem sebelum berucap. "Bisa di pertimbangkan," putus Audy pada akhirnya.
"Aku janji, setelah pulang sekolah kita akan mem—"
"Sekarang." Potong Audy cepat. "Aku mau sekarang beli nya, baru aku memaafkanmu."
Andry di buat kicep sekaligus ketar-ketir, pasalnya ini sudah sore hari dan mustahil mendapatkan izin untuk keluar rumah, apalagi Alister tak ada di rumah.
"T-tapi, ini—" lagi-lagi ucapannya di sela oleh Audy.
"Sekarang atau tidak sama sekali." Sambil bersedekap menatap Andry menantang.
Meneguk ludahnya kasar seolah ada ribuan duri di kerongkongan nya kala menerima tatapan maut Audy. Andry harus berani, lebih tepatnya terpaksa berbuat nekat demi mendapat maaf dari Audy, walaupun ia sedikit ragu.
"Baiklah, tunggu di sini, aku akan mengambil uang." Andry berujar lesu, tak yakin dengan keputusannya. Kaki pendeknya melangkah cepat ke ruang kerja Alister.
Tangannya dengan cekatan membuka laci di meja kerja Alister dimana di sana terdapat beberapa lembar uang yang sempat tak sengaja ia lihat saat dirinya bermain di sana.
Bibirnya mengukir senyum dengan tangan menggenggam beberapa lembar uang.
"Ody! Ayo," seru Andry bersemangat saat sudah berada di hadapan Audy. Andry tak munafik, ia sendiri senang karena akan keluar rumah bersama Audy.
Pasalnya mereka memang dilarang keluar oleh Alister tanpa pengawasan, mereka hanya diam duduk di rumah dan keluar saat sekolah dan les saja.
"Ayo kemana?" Andry dan Audy sontak melotot kaget mendapati Jane yang memicing menatap mereka penuh curiga.
"A-ayo mandi!!" Audy beralibi cepat sembari menampilkan gigi rapinya.
"I-iya, kita akan mandi sendiri mulai sekarang. Kamu tidak perlu repot-repot memandikan kami lagi Jane, kita sudah besar," timpal Andry menguatkan alibi Audy.
Nampaknya alibi mereka berhasil, terlihat dari raut muka Jane yang kini menjadi terharu.
"Hm, waktu memang terasa sangat cepat," ucapnya sendu. Padahal ia merasa baru kemarin ia menggantikan popok mereka, dan sekarang bahkan mereka sudah bisa mandi sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Illusion
FantasyHarusnya dari awal, Audy tak terlalu berambisi mengubah alur kehidupan di dunia yang mungkin hanya fatamorgana semata. Terlalu hanyut dalam kehangatan yang membuatnya nyaman hingga lupa bahwa mereka tak nyata ada, dan bisa hilang dalam satu kedipan...