"Kenapa nangis?? Kan ini yang kamu mau El. Kamu gak keberatan kehilangan kakak kan??"
Aku tau aku sudah sangat keterlaluan, dan Jiel hanya menangis. Aku gak tega tapi amarahku lebih dari cukup untuk mengubur rasa belas kasihku.
Aku menyeretnya ke kamar, menjatuhkan tubuhnya keatas bed dan menindihnya. Dia ada dibawahku sekarang. Kedua tangannya aku kunci diatas kepalanya.
"Kaaak, pliss... " ada ketakutan di suaranya.
"Kenapa? Hhmm?"
Mata Jiel menunjukkan semuanya. Ketakutan yang sangat terhadapku.
Aku mencium kuat bibirnya tanpa persetujuan,
"Bibir ini, pernah mencium orang lain gak?" Aku tanya dengan sarcas..
"Yang ini, ini, ini, ini, ini, ini, pernah untuk orang lain?" Aku menunjuk dengan kasar.
Jiel gak jawab, hanya geleng kepala untuk pertanyaan bodohku. Tangisnya makin pecah.
"Kak, Jangan begini.. Jiel takut kak"
"Kog takut sayang? Biasanya Adek mendesah" sadis ya kalimatku.
Aku melepas kaosnya dan menghujani setiap jengkal bagian telanjangnya dengan ciumanku. Penekanannya kuat, sudah pasti timbul bekas di kulitnya yang memerah.
Tidak ada kelembutan, aku melakukannya dengan kasar. Jiel berkali-kali minta ampun tapi aku justru makin tak terkendali.
Aku memaksanya. Tubuhnya terkulai tak berdaya bahkan saat aku mulai menjajahnya dengan begitu banyak tuntutan. Kekuatannya tak mungkin bisa mengalahkanku yang sudah dikuasai amarah.
Bayanganku terlalu kasar, lembut tubuh Jiel mungkin bukan milikku lagi. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri dia memanjakan perempuan, tidak menutup kemungkinan dengan tubuhnya juga.
Tubuh ringkih yang meringkuk minta ampunanku ini, benarkah bisa menghianatiku???
Sekasar apapun pandanganku terhadapnya, aku gak bisa melakukan yang lebih menyakitinya. Aku ninggalin Jiel di kamar, sendirian dengan tangisnya, masih dengan tubuh telanjangnya. Bejat memang, aku gak mengelak.
Aku melakukannya dengan amarah. Rasa kecewaku ke dia sangat besar. Aku tidak suka dicurangi begini,
Bukan, lebih dari itu aku takut aku ditinggalkan, aku takut aku dibuang, aku takut aku tidak diinginkan.
Aku takut Jiel menolakku dengan alasan dia ingin straight. Aku akan dikucilkan dan dipaksa memahami konsep hidup normal, karena aku Gay. Itu sakit...
Marahku tidak hanya berdasar pada apa yang aku lihat dengan mata kepalaku tadi siang. Tapi lebih dari itu, aku dapat informasi lain.
Saat aku keluar dari area Rumah Kara, aku dapat kiriman puluhan foto dari nomor yang gak aku kenal. Sementara aku mikir itu dari orang suruhan Papi, tapi itu tidak jadi penting untuk dibahas.
Kiriman Foto itu, tentang Jiel dan Shanum. Bukan hanya sekedar Jiel menyuapi Shanum makan, tapi di foto yang aku terima mereka jauh lebih dekat daripada itu.
Jalan di Mall, bergandengan, berpelukan, belanja bareng, Jiel mendorong troli belanja untuk Shanum, membantu Shanum memilih skin care, menyuapi Shanum Es krim, bahkan mencium kening Shanum pun ada.
Semua foto menunjukkan betapa dekatnya mereka, lengkap dengan tanggal dan tempat kejadiannya. Beberapa Tanggal dimana aku sedang diluar kota, beberapa juga aku disini.
Jiel mencurangiku dengan Shanum saat aku sedang gak ada didekatnya. Dari semua foto yang aku lihat, sulit untuk menyangkal kalau mereka tidak berhubungan dekat, hanya sekedar berteman pun terlalu mengada-ada. Gak make sense!!.
Marah masih menguasaiku. Aku benar-benar takut kehilangan Jiel. Aku tidak punya kepercayaan diri untuk memintanya tinggal bersamaku,
Seperti yang dia pernah bilang, Pamit kalau ingin pergi. Aku juga akan melakukan hal yang sama, jika dia Pamit dengan baik-baik. Aku akan membiarkannya pergi tanpa membuatnya kehilangan apapun dariku. Aku akan pastikan Mami, Kak Rachel, Kay dan Aku tetap akan ada untuk Jiel...
Aku sangat mencintainya, sudah sampai di titik jika bahagianya bukan bersamaku pun aku akan terima.
Heh!!!
Aku masuk kamar buat ngecek kondisi Jiel dan ambil selimut. Aku niat mau tidur di sofa saja.
Tapi pas aku liat, Jiel masih diposisinya sedari tadi. Masih naked dengan posisi tidur miring.Aku gak bisa mendengar deru nafasnya, makanya aku periksa kondisinya. Badannya panas, sangat panas.
Oh God, apa aku sudah terlalu kasar padanya tadi.
Aku ambil air hangat dan handuk dari kamar mandi, lap tubuhnya pelan-pelan, pakaikan baju dan menidurkannya dengan nyaman. Gak ada pergerakan dari Jiel, sampai aku pikir dia pingsan...
"El.. El.. Bangun!!!" Aku mengguncang badannya, bahkan menepuk-nepuk wajahnya, tapi dia tetap diam.
Selain nafasnya yang lemah, gak ada respon apapun darinya.
Oh shit!! Aku ketakutan, demamnya tinggi. Aku harus bawa dia ke rumah sakit.
.
.
Dokter bilang kemungkinan Jiel minum obat penenang, makanya dia bisa tidur dengan pulas. Tapi demam tidak termasuk efeknya, jadi Jiel harus opname karena fisiknya lemah.
Aku menyesali perbuatanku. Bahkan jika dia menyakitiku, aku tak berhak membalasnya begini. Dia berharga untukku. Lebih dari siapapun, aku yang paling mengharapkan senyum di bibirnya, daripada gemetar karena ketakutan akibat ulahku.
Melihatnya tidur dengan nyenyak seperti ini, aku mulai memikirkan kemungkinan terburuk dari hubungan kita berdua.
Jika dia mencintai orang lain, dia tidak sedang melakukan kejahatan kan? Terus kenapa aku menghukumnya??
Aku sudah bersikap kasar padanya, setelah ini dia pasti akan sangat membenciku. Aku gak akan ada harapan lagi.
"Kaaaaak,.... " aku baru tidur sebentar sampai aku dengar suara Jiel memanggilku. Aku tidur dengan posisi duduk disamping ranjangnya, memegang tangannya.
"Iya sayang,... " sangat tidak tau malunya aku, berani memanggilnya sayang.
"Haus, Jiel mau minum" katanya. Dan dengan cepat aku ambil minum untuknya. Satu botol 600ml dia habiskan cepat.
"Lagi ga?" tawarku, dan dia balas dengan gelengan kepala.
"Bobok sini kak" ajaknya. Dia menggeser posisinya sedikit, kasih aku tempat biar muat aku tidur diranjangnya.
Aku masih bengong. Sungguh diluar prediksiku reaksi Jiel akan begini ketika buka mata dan melihatku. Aku pikir dia bahkan gak akan sudi melihatku.
"Ayok cepetan, Jiel masih ngantuk. Mau bobok lagi"
Aku menurutinya, naik ke ranjang dan memeluknya sambil berbaring. Jiel masuk kepelukanku, tidak banyak bicara hanya langsung memejam mata. Memang masih dini hari.
"Kakak wangi... " hanya itu yang dia ucapkan, itupun dengan artikulasi yang tidak jelas. Setelah itu dia tidur lagi.
Oh God, apa ini?
Kenapa Jiel gak jijik padaku? kenapa dia gak marah? Kenapa dia memandangku lembut seolah tetap mempercayaiku.
Dia tetaplah jelmaan malaikat baik hati, semudah itu memaafkan perbuatanku?..
KAMU SEDANG MEMBACA
KENANDRA ✅
De TodoJAZZIEL PART 2: KENANDRA Ini masih tentang ANDRA And JIEL. Anak baik hati bernama JAZZIEL, Si Semestanya Andra yang dianya padahal cuma anteng doang tapi Andra udah jungkir balik ngebucinin dia. Cinta sederhana Andra-Jiel yang manis toh nyatanya b...