1. Bukan Sang Pewaris

4.2K 216 5
                                    

Jacob Thobias meletakkan berkas di tangannya ke meja dengan desah kepuasan, pandanganya terangkat menatap sang keponakan yang berdiri tegak di depan mejanya. "Seperti biasa, pekerjaanmu memuaskan, Leon."

Leon tak memberikan respon apa pun selain ekspresi datarnya. Kecuali tatapan mengejeknya pada sang sepupu yang berdiri di sampingnya dengan tatapan cemburu dan iri dengki untuknya.

Helaan napas diselimuti kekecewaan ketika tatapan Jacob berpindah kepada Bastian Thobias, putra sulung yang lebih mendahulukan emosi ketimbang otaknya. "Bisakah kau jelaskan bagaimana kecerobohan semacam ini terulang untuk kesekian kalinya, Bastian?"

Wajah Bastian memucat bercampur kedongkolan yang luar biasa terpendam di dadanya. "Bastian akan berusaha memperbaikinya, Pa. Maaf."

"Apakah kau pikir semua ini cukup untuk membayar kerugian yang diterima perusahaan?" Suara Jacob menguat dan tangannya menggebrak meja. Mengagetkan sang putra yang semakin pucat.

"Bastian berjanji tidak akan mengulangi kesalahan ini. Berikan Bastian kesempatan sekali lagi."

Sekali lagi Jacob menghela, mengurus hidungnya dengan jengah akan kalimat sang putra yang sama dan terus terulang. Kemudian melempar berkas milik Bastian hingga jatuh ke lantai. Tepat di depan kaki sang putra. "Keluar."

Bastian mengambil berkas di lantai dan berbalik keluar, sedangkan Leon mengangguk singkat untuk berpamit.

"Jangan kau pikir kemenangan sudah berada di pihakmu, Leon. Kau tak akan mendapatkan apapun dengan semya kerja kerasmu ini," desis Bastian yang menunggu  Leon di depan pintu ruangan sang papa.

Leon mendengus tipis. "Aku baru saja mendapatkan apapun yang tidak becus kau dapatkan."

Wajah Bastian semakin menggelap dengan kedua tangan mengepal di sisi tubuh.

Leon menurunkan tatapan mencemoohnya pada kepalan tersebut dan tertawa kecil. Yang membuat sang sepupu tak mampu menahan bendungan emosinya dan mengangkat salah satu kepalannya. Namun sebelum kepalan itu berhasil melayang ke wajah sang sepupu, suara dari arah samping memgalihkan keduanya.

"Hentikan, Bastian." Wanita paruh baya dengan rambut pendek sebahu melangkah mendekati keduanya.

"M-mama?" Bastian menurunkan kepalan tangannya. Menatap penuh tanya kepada sang mama yang malah melarangnya meninju musuh bebuyutan mereka.

Maria Thobias beralih menatap Leon. "Tante perlu bicara denganmu."

Leon tak langsung mengangguk, tetapi membiarkan sang tante mengikuti langkahnya menuju ruangannya yang ada di lorong paling ujung setelah memerintah sang putra menjaga sikap dan kembali ke ruangannya sendiri. Leon masih bisa merasakan kekesalan sang sepupu dari balik punggungnya dan tak peduli. Kecemburuan hanyalah milik pecundang.

"Apa sebenarnya yang kau rencanakan?" Pertanyaan dengan nada menuduh segera ditodongkan Maria begitu Leon duduk di kursinya.

"Kepanikan tidaklah baik, Tante," seringai Leon tersungging angkuh. Jemarinya bergerak memutar-mutar bolpoin dengan gerakan yang stabil. Mengusik ketenangan Nyonya Thobias.

"Maka buktikan kalau kau tidak akan merebut hak Bastian di masa mendatang."

Leon mengangkat salah satu alisnya, mengamati ekspresi Maria Thobias dalam-dalam dan bertanya, "Dengan?"

"Jauhi  Anna dan …" Maria diam sejenak. Maju satu langkah dan membungkukkan punggungnya ketika melanjutkan kalimatnya dengan suara yang lebih lirih dan tegas. "Nikahi Jelita."

Kedua alis Leon terangkat, menikahi Jelita Ege? Gadis lumpuh, anak tiri dari adik bungsu mamanya. Ya, mamanya, Yoanna Ezardy adalah anak kedua dengan sang kakak Maria Thobias dan sang adik Monica Ege. Sepupu yang sama sekali tidak memiliki hubungan kekerabatan dengan Thobias Group. Bahkan satu-satunya anggota keluarga yang dianggap layaknya angin lalu. Dan semakin disempurnakan dengan gadis itu yang duduk di kursi roda.

Bukan Sang PewarisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang