Dari Cahaya, untuk Bintang

5 2 0
                                    








-Little Star has found his Light,








... and the Light has lost her shine.













⭐🌟⭐

"Tamu janan anis di sini."

Bintang kecil mengeluarkan kepalanya yang tersembunyi di kedua tangannya. Isakan masih terdengar dengan mata sembabnya. Bintang yang menangis, menatap wajah gadis cilik yang tersenyum menatapnya juga.

"Nama tamu siapa?" tanya Cahaya kecil, tangan kanannya terulur, berharap anak laki-laki di depannya itu meraihnya.

Namun, Bintang hanya terdiam. Dia masih menangis, tubuhnya tak bergerak sama sekali. Hanya bola matanya yang berkeliaran meneliti Cahaya.

"Ih, janan diem aja!"

Cahaya meraih kedua tangan Bintang dan membuatnya berdiri. Gadis kecil itu tersenyum, dan mengusap air mata Bintang.

"Tamu siapa?" tanyanya lagi, dengan penuh harapan akan dijawab.

Kedua tangannya telah menghapus jejak kesedihan di pipi sang Bintang.

"Bintang ...," jawab Bintang lirih, hampir tak terdengar. Karena terlalu banyak menangis, suaranya hampir hilang.

Cahaya kecil langsung mendongakkan kepalanya ke atas langit, dia menunjuk salah satu bintang yang paling terang di sana.

"Itu bintang!"

Bintang ikut memandangnya. Bintang di langit sana benar-benar indah malam ini, menghiasi langit hitam yang penuh kegelapan.

"Bintangnya bercahaya," kata Bintang, membuat Cahaya kecil menoleh padanya.

"Namatu Cahaya."

Bintang ikut mengarahkan atensinya pada sang Cahaya.

"Tamu mau cahayatu? Bial belsinal, milip bintang di atas!"

Bintang diam saja. Pria kecil itu hanya memandang Cahaya dengan tatapan yang sulit diartikan.

Sampai tiba-tiba saja hujan turun, membuatnya sadar. Bintang segera menarik tangan Cahaya, dan berlari ke bawah atap sebuah toko lama tak terurus.

"Hujan, dingin ...," keluh Bintang sembari mengusap-usap kedua lengannya.

"Tamu pasti nda suka hujan dan dinin, ya?" tanya Cahaya. Dengan erat, Cahaya memeluk Bintang.

Bintang terkejut. "Ke-kenapa kamu peluk aku??"

"Bial tamu nda dinin!" jawab Cahaya dengan senyuman.

Bintang mematung, dia merasakan kehangatan dari pelukan Cahaya untuknya yang bertubuh lebih kecil darinya itu.

Cahaya menepuk pelan punggung Bintang dan berkata, "Talau tamu agi sedih, celita sama atu, ya!"

"Papa kabur dari rumah, ninggalin aku sama mama. Mama marah sama papa, tapi dia mukul aku. Makanya aku nangis terus keluar rumah."

Mendengar itu, Cahaya langsung menjawab, "Mama tamu jaat! Masa mukul ana tecil taya tamu?"

"Iya, mama jahat. Papa juga jahat. Semuanya jahat."

Cahaya melepas pelukannya dan menatap Bintang dengan senyuman.

"Papa atu juga, aku nda boye masuk ke lumah."

Bintang kaget, bisa-bisanya ada yang tega mengusir anak kecil sekecil Cahaya ke luar rumah.

"Kamu nggak apa, kan?"

Cahaya mengangguk. "Atu bait. Atu tuma hali ini nda ke lumah, pas tamu papa uda pulang atu bisa ke lumah agi."

"Apa aku juga harus ke rumah?"

Keduanya terdiam. Cahaya bingung harus menjawab apa, dia kembali memeluk tubuh yang lebih besar darinya itu.

"Janan sedi agi, tamu uda punya cahaya sekalang ...."

Hujan turun semakin deras, Bintang dan Cahaya duduk sambil berpelukan di bawah malam. Melindungi dan memberi kehangatan satu sama lain, tertidur lelap walau dingin terus menyerbu.

Kedua anak kecil yang memiliki nasib sama bertemu, karena takdir. Tanpa mereka tahu, pertemuan ini merupakan awal dari kisah berbeda yang akan mereka lewati dan akhiri.

Bintang dengan cahayanya, dan Cahaya dengan kegelapannya.

⭐🌟⭐

Selamat Malam, Kak! || Renjun [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang