Dia melihatnya. Menggelepar lalu diam, si tikus berbaring kaku di pematang sawah. Kemilau halus bulu-bulu hitam legamnya seakan enggan mengalah pada berlian embun yang menyala terang di bawah cerah biru langit pagi. Sedikit pun Asaar tidak merasa jijik. Binatang pengerat yang dia saksikan meregang nyawa itu, entah kenapa, membangunkan sesuatu dalam dirinya.
Lama seaudah denyut kehidupan merelakan si tikus pada lembam kematian, Asaar belum juga beranjak. Dia bergeming di tempatnya. Lupa dia pada tugasnya. Tangki semprot kosong menyatu dengan punggungnya. Pelan, dia menelan ludah saat tetes keringat mengecup pelupuk mata.
Asaar tahu. Dia bisa pulang segera. Dia bisa mulai membersihkan kandang lalu memberi makan kambing-kambingnya. Tidak ada yang akan menghentikannya Kecuali, kekagumannya pada tikus sebesar kelapa muda yang belum dikupas sabutnya.
Menekuk lututnya dan mendaratkan mereka ke rumput yang masih basah, Asaar periksa si tikus dari dekat. Busa yang menjejali mulut makhluk malang itu membekukan tulang belakangnya. Busa itu telah mengurangi satu hama di sawahnya. Alih-alih senang, pemuda itu justru menggaruk kepala.
Dia benci racun. Demi menghalau tikus, biasa dia tebar potongan tangkai serai ke petak-petak sawah yang dia garap. Trik murahan itu dia nilai sudah lebih dari cukup. Mengikuti trend petani lain yang lebih percaya pada kemasan-kemasan bahan kimia belum menjadi kebiasaan Asaar.
Mendongakkan kepala, dia cari keberadaan petani lain. Dia dapati beberapa dari mereka dalam ruang pandangnya. Fakta itu sayangnya tidak banyak membantunya. Identitas si peracun masih hanya menjadi tanya.
Asaar akhirnya memutuskan meninggalkan bangkai si tikus tanpa menyentuhnya. Pertemuan singkat mereka dia simpan untuk dirinya sendiri. Ragu dia akan ada yang sudi menyimak ocehan kurang pentingnya. Terutama, ketika telinga yang dia percaya hanya telinganya seorang.
Ketika, kata-kata dia anggap seberbahaya kesepian yang berdiam dalam benak dan dia jadikan kediaman sejak dia campakkan janji-janji kota untuk hidup di desa terpelosok sebagai seorang petani semenjana yang pernah mencecap pendidikan tinggi di dua kampus berbeda.
Ketika, neraka dia belum menjadi bagian rutinitasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
URUP SURUP [on going]
HorrorApa jadinya jika surup (senja) berhenti memulangkan lelah? Dan jangan salah. Malam yang menyiput menjemput pagi bukan bagian terparah. Setiap sesudah matahari berlabuh ke peraduan, bencana melanda. Keranda yang keliling desa dibantu kabut dan sosok...