O4. Di Kampus

1.4K 127 0
                                    

Phuwin terlalu bahagia dengan kegiatannya sekarang. Menggesekkan kedua kakinya pada lantai yang begitu mengkilap setelah di pel oleh petugas kebersihan. Tak hanya itu, kedua kakinya bahkan menimbulkan suara gaduh yang menggema di sepanjang lorong tempat ia terduduk sekarang.

Tangannya menyangga pada kedua samping tubuhnya, menempel pada Kursi panjang yang hanya ada dirinya seorang. Bisakah itu disebut bahagia? Kenyataan jika sekarang Phuwin tengah terduduk berkomat-kamit menyumpahi Pond yang tak kunjung keluar dari dalam ruangan Professor Podd, dan amarah yang sudah meletup-letup itu ia lampiaskan pada lantai yang tak bersalah.

Berhenti membicarakan Phuwin, karena Pond baru saja menutup pintu tempat ia terdiam sebelumnya. Ia bisa melihat Phuwin yang setengah menggesek dan menghentakkan kakinya pada lantai. Berani taruhan jika Phuwin akan meneriakinya dan memakinya setelah ini.

"Tidak mau pulang?" Pond mengetuk puncak kepala Phuwin yang masih sibuk melihat ke arah lantai.

Well, Phuwin sepertinya benar-benar kesal. Oke, taruhan itu batal.

"Apakah lantai itu lebih menarik daripada tunanganmu ini?" Pond bersuara.

"Mungkin." Phuwin menggumam. Nampak merajuk. Pond tidak sabar.

"Kalau begitu aku akan pulang duluan." Pond berkata dan melangkah menjauhi Phuwin, "Jangan salahkan aku jika aku mendapat ciuman dari banyak perempuan."

Skak mat!

Phuwin segera berdiri dan berlari menyusul Pond yang sudah berjalan mendahuluinya. Mencoba menarik kemeja Pond agar ia bisa berjalan lebih cepat dari Pond. Baiklah, Phuwin memimpin sekarang dengan lari kecilnya yang terhenti di persimpangan. Ia membalikkan badannya mencoba mengecek Pond.

Dimama Pond?

"Nara?!" Phuwin berteriak kencang.

Panik tidak menemukan Pond di belakangnya, bahkan ia tidak peduli dengan kepalanya yang pusing karena terlalu kencang menengok ke segala arah mencari sosok Pond. "Pond—"

Rangkulan hangat. Phuwin segera menengok. Pond sudah berdiri di sebelahnya dengan salah satu tangannya yang membawa tas gendong, "Aku tidak mau mengantarkanmu balik hanya karena tas."

Phuwin mendengus kesal, "Excuse me, karena siapa aku meninggalkan tasku di sana?"

"Tidak tahu." Pond membalas sembari mengendikkan bahu.

Phuwin berdecak. Lalu salah siapa sekarang? Pond atau Phuwin?

Phuwin sudah berjalan lebih dulu meninggalkan Pond. Entah kesal atau apapun itu. Tentu saja kalian tahu bagaimana sifat Phuwin yang tak terduga.

"Jangan salahkan aku jika mata-mata itu melirikku begitu takjub." Pond sekali lagi memperingatkan.

Bajingan Pond!

Phuwin berhenti berjalan dan membalikan tubuhnya mengembalikan langkah mendekati Pond yang tertinggal jauh di belakangnya. Pond tersenyum melihat tingkah Phuwin. Bisakah kita katakan itu cemburu? Wajah berapi-api, penuh kebencian, ditambah lirikan tajam kepada gadis-gadis yang tengah bergerumul entahlah, mungkin membicarakan Pond.

"Tidak ada yang boleh melihatmu seperti itu." Phuwin komentar.

Imut sekali laki-lakinya ini.

Pond mendekap Phuwin yang sudah menempel tepat dihadapannya. Menyingkirkan kedua tangan Phuwin yang menutupi seluruh wajanya, "Aku akan menciummu jika kau masih menempel seperti ini." Pond berkata.

"Coba saja kalau berani. Kau tidak akan hidup—"

Dan seperti kata Pond, ia mengecup bibir Phuwin dengan begitu mudahnya. Tidak sampai mencicipinya, hanya mengecup sekilas dan berhenti hingga di situ.

Boom! - PondPhuwinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang