🌹🌹🌹🌹🌹
"Nona Lavina berhasil kabur, Tuan Kenan."lapor Raiden, orang kepercayaan lelaki itu. Kenan mengangguk-ngangguk dengan lambat.
"Aku tahu, biarkan saja. Bagaimana dengan apa yang ku minta?"
"Mereka sedang melaksanakannya, ini tuan." Raiden memberikan sebuah benda pipih pintar itu kepada Kenan untuk memperlihatkan pertunjukan yang Kenan inginkan, seringai puas muncul di kedua sudut bibir Kenan.
"Dia sangat menikmatinya."ucap Kenan. "Kau bisa kembali, aku ingin istirahat. Jangan lupa naikan beritanya." Raiden mengangguk, lalu pergi dari ruangan Kenan.
"Ahh, apa itu terlalu biasa?"gumam Kenan seraya memejamkan matanya.
🌹🌹🌹🌹🌹
Sekembalinya Lavina ke kampung halaman, Emily berusaha membuat Lavina bahagia. Dia mengajak Lavina melakukan hal-hal yang dapat membuat putrinya sedikit mengalihkan perhatiannya dari Kenan, Emily tahu jika Lavina tidak akan bisa sepenuhnya melupakan Kenan. Jika pun bisa, butuh waktu lama untuk melupakan lelaki itu.
Pagi ini Lavina hanya seorang diri di rumah, ibunya sedang pergi ke pasar untuk berbelanja. Akhir-akhir ini entah kenapa dia menjadi sangat pemalas, dia juga mudah sekali merasa mengantuk, lelah dan lapar. Kondisi tubuhnya sepertinya sedang tidak baik, dia juga sering merasa mual dan pusing. Sedang menikmati keripik buatan sang ibu, tiba-tiba dia mendengar pintu rumahnya di ketuk. Saat Lavina membuka pintu, sesesok pria tua bertubuh tambun dengan beberapa ajudan berdiri dibelakangnya.
"Cari siapa?"tanya Lavina, dia sedikit merasa takut apalagi saat pria tambun itu menatapnya penuh minat. "Ibumu, dimana ibumu?"tanya pria tambun itu.
"Sedang pergi ke pasar, ada apa ya?"
"Kau putrinya? Dengar, ibumu itu punya hutang padaku sebesar 85 juta! Ini sudah jatuh tempo, tapi dia belum juga bayar. Aku datang untuk menangih uangku yang dia pinjam."
"85 juta?"cicit Lavina, itu bukan uang sedikit baginya. Uang tabungannya bahkan tidak ada setengah dari jumlah yang disebutkan. "Beri kami waktu, saya mohon."
"Cih, kalau sudah tahu tak bisa bayar jangan berhutang! Jika sampai hari minggu kau tak membayarnya, kau harus menjadi istri ku!" Lavina tidak mau, dia tidak mau menjadi istri dari pria tambun itu.
"Ahh, akan senang sekali rasanya jika mempunyai istri muda yang sangat cantik. Aku tunggu kau diranjang milikku."ucap lelaki itu seraya mencolek dagu milik Lavina.
Lavina menggosok dagunya dengan kasar, dan menutup pintu rumahnya dengan keras. Dan tak lama sang ibu masuk ke dalam rumah, Emily tadi berpapasan dengan sang juragan tanah yang pernah ia pinjam uangnya. Emily memeluk sang putri yang sudah menangis tersedu, hati Emily sangat terluka mendengar tangisan pilu Lavina. Padahal Lavina belum selesai dengan luka hatinya, dan sekarang harus menghadapi masalah baru dan itu karnanya.
"Bagaimana cara membayar 85 juta dalam waktu 3 hari ibu? Aku tidak mau kalau harus menikah dengan lelaki itu."isak Lavina. "Tidak, ibu tidak akan membiarkan kamu menikah dengannya. Ibu akan mencari bantuan, kamu tenang saja."balas Emily mencoba menenangkan sang putri.
Lavina melepaskan pelukan sang ibu, perutnya tiba-tiba nyeri dan mual luar biasa. Gadis itu berlari menuju kamar mandi, sang ibu ikut menyusul dan membantu memijit tekuk sang putri agar dapat mengeluarkan rasa mualnya. Namun yang keluar hanya caira bening, Emily menatap sendu sang putri. Putrinya tengah hamil, dan Lavina sama sekali tidak menyadarinya.
Tubuh Lavina rasanya lemas bukan main, Emily membantunya untuk pergi ke kamar. Dengan lembut wanita paruh baya itu mengusap surai sang putri, kenapa masalah terus datang menimpa ia dan putri kecilnya ini? Kesalahan apa yang mereka perbuat sehingga mendapat banyak cobaan yang begitu berat.