03. Itu, dulu

77 12 0
                                    

"Gue mau bayar UKT hari ini," ujar Jean kala mendapati Sean masuk ke dalam dapur dan mengambil gelas, "lo mau sekalian apa nggak?"

Sean langsung menghentikan gerakan tangannya yang tengah menuangkan air putih ke dalam gelas. Pemuda itu terdiam sejenak kala mendengar ucapan kembarannya.

Sean menghela nafasnya pelan seraya melanjutkan menuang air putihnya dan berkata, "Gue kayaknya mau ambil cuti semester ini je."

Mata kucing Jean membulat kaget kala mendengar ucapan kembarannya itu, ia yang tadi tengah fokus mengoles selai coklat pada roti langsung beralih menatap Sean dengan serius.

"Kenapa lo mikir mau cuti si se?" tanya Jean dengan serius menuntut penjelasan dari Sean.

Lagi-lagi Sean terdiam sejenak sebelum menjawab pertanyaan Jean lalu ia menjawab, "Gue mau fokus buat kerja dulu aja je, lagian kebutuhan kita sama harua makin ke sini makin banyak, kalo gue pake uang buat bayar UKT nanti kedepannya kita bakal susah."

Jean memalingkan wajahnya, fakta yang sangat Jean benci, kenapa mereka harus mengalami semua ini. Ia terdiam tak tahu harus berkata apa lagi. Jika membahas hal seperti ini rasanya Jean tidak dapat menahan tangisnya.

"Gue nggak papa kok je," ucap Sean, "bukan karena kebutuhan kita banyak doang kok, gue juga lagi ngerasa cape aja pengen istirahat dulu dari kuliah, gue lebih nyaman buat kerja sekarang ini."

Jean masih tak mau menatap Sean, jika ia menatap Sean pasti ia akan langsung menangis. Ia tahu Sean berbohong padanya dan itulah yang Jean benci, Sean selalu berkata baik-baik saja dan berbohong padanya perihal segala rasa sakit dan susah yang kembarannya itu alami.

"Kalo lo mau cuti berarti gue juga mau ambil cuti," celetuk Jean lagi-lagi tanpa menatap Sean.

Si kakak berbeda lima menitnya langsung melotot saat mendengar ucapan Jean.

"Je, nggak bisa kayak gitu."

"Kenapa?" tanya Jean, "dulu lo yang bilang kita harus tetep sama-sama terus kan? Kita harus sekolah bareng, kita harus lulus bareng dan kita harus sukses bareng."

Hening kedua anak kembar itu sama-sama terdiam, Jean yang matanya berkaca-kaca menahan semua emosinya dan juga Sean yang menunduk bingung akan jawaban pada kembarannya.

"Itu, dulu, Je," lirih Sean, "sekarang semuanya udah berubah dan lo tau kan keadaan kita udah nggak kayak dulu lagi."

Jean semakin menghindari untuk menatap kakak kembarnya, ia benar-benar sangat benci ketika membahas takdir mereka.

Semuanya berubah setelah kedua orang tua mereka pergi, kecelakaan yang membuat tiga anak remaja harus kehilangan masa depannya. Dua anak kembar yang baru memasuki usia legal saat itu dipaksa langsung menghadapi sulitnya kehidupan orang dewasa. Sekolah dengan sambilan bekerja, sungguh bukanlah hal yang mudah, tapi apa boleh buat, demi melanjutkan hidup mereka dan juga adiknya, Sean dan juga Jean terpaksa harus bekerja paruh waktu setelah sekolah selesai, dan semuanya makin terasa sulit ketika mereka memasuki dunia perkuliahan, Sean dan Jean berpikir mereka masih bisa melanjutkan pendidikan dengan uang sisa dari orang tua mereka. Namun, nyatanya kebutuhan untuk sehari-hari lebih banyak dari perkiraan. Di pertengahan kuliah ini benar-benar puncak tersulit bagi mereka saat ini. Dulu memang Sean berfikir ia harus lulus kuliah agar mendapat pekerjaan yang layak tapi sekarang ia justru berfikir ia akan berhenti dulu saja dan bekerja apa saja untuk menghidupi adiknya. Ia tidak ingin adiknya merasa kekurangan.

"Yaudah, gue juga mau cuti kalo gitu, gue juga mau fokus kerja dulu," ujar Jean penuh penekanan, "gue mau lulus bareng lo, gue mau kita selalu ngadepin semua hal bareng-bareng, pokoknya gue nggak mau kita harus beda-beda."

"Je, kalo kita sama-sama cuti artinya kita juga sama-sama lama lulusnya, kalo kayak gitu siapa yang mau ngerubah nasib kita duluan je?"

"Gue mau lo tetep kuliah biar lo cepet lulus dan cari kerja yang layak biar kita juga nggak ngerasain kesusahan kayak sekarang ini."

Air mata Jean makin deras, ia masih memalingkan mukanya hingga beberapa detik kemudian pemuda dengan lesung pipi itu menghambur memeluk Sean membuat yang dipeluk kaget. Jean langsung menangis dengan keras, ia tak lagi menahan suara isakannya.

"Lo itu ... hiks lo itu batu banget tau ngga sih?" omel Jean dengan tangisan yang makin keras dan anak itu makin kencang memeluk tubuh kembarannya.

Sean menunduk dan membalas pelukan Jean, air matanya juga ikut mulai keluar sekarang.

Keduanya kini berpelukan dengan air mata yang berlomba-lomba keluar dengan deras.

Tanpa mereka sadari, di depan pintu dapur, Harua tengah berdiri menatap kedua kakaknya dengan air mata yang basah juga. Remaja itu sedari tadi mendengar percakapan kedua kakaknya dan dia juga paham apa yang kedua kakaknya itu bicarakan. Jean dan Sean memang tidak pernah menangis ataupun mengeluh di depan Harua tapi Harua tau dua kakaknya itu sering sekali menangis menghadapi semua hal yang selama ini mereka alami. Ia tau seberapa keras kedua kakaknya itu berusaha untuk kehidupan mereka sehari-hari dan juga untuk sekolahnya, makanya Harua selalu bilang dua kakaknya itu adalah kakak yang paling hebat.



to be continued  

Messed Up [sunghoon ft sunoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang