"Minggir lu! jangan deket deket gue," Harsa menonyor kepala Zidan yang tengah senyum senyum sendiri sambil memeluk lengannya.
"Kenapaa?" Zidan mendongakan kepalanya menatap Harsa dengan wajah nya yang dibuat melas.
"Gue alergi orang gila." Harsa kini akhirnya pindah tempat duduk.
Di warung madura yang biasanya menjadi tempat mereka berkumpul saat setelah pulang sekolah atau hari libur, seperti saat ini mereka bertiga sedang berkumpul. Biasanya diisi oleh Zidan yang suka nyerocos tentang gadis pujaannya.
"Wann..." Zidan bergantian mendekati Juan yang tengah asik bermain game di handphone nya.
"Apa sih, jangan ganggu gue lagi maen nih." Juan tanpa memalingkan wajahnya mengusir Zidan.
"Ah gak asik, kalian ini temen bukan sih?"
"Bukan." Jawab Harsa dan Juan kompak.
"Yaudah kalo gitu gue pergi. Jangan tahan gue." Zidan pergi meninggalkan mereka berdua, sengaja berjalan pelan agar salah satu dari mereka memegang tangannya dan memintanya agar ia tidak pergi.
Namun nihil, yang di harapkan Zidan kini tak terjadi. Terpaksa ia menghampiri kedua kawannya lagi.
"Kenapa balik lagi?"
Zidan langsung duduk di antara mereka berdua, menarik lengannya agar menjadi lebih dekat.
"Gue mau ceritaa, dengerin yaa." Zidan mulai bercerita, yang di ajak bercerita mulai teralihkan dengan perkataan Zidan.
Belum melanjutkan ceritanya, Juana sudah mendahului kalimat Zidan, "Gak nt lagi nih bro?"
"Jadi gini,"
"Tentang Mela?"
"Iya, jadi tadi tuh―"
"Ohh lu di tolak dia, ya?"
"Bukann, gue gak nemb―"
"Ohhh, jadi udah putus sama pacarnya?"
"BISA DIEM DULU GAK SIH ANJING."
Zidan kesal, silih berganti temannya terus berbicara disaat dirinya akan bercerita sang pujaanya.
"Lanjut bro." Harsa memasukan sukro kedalam mulutnya dengan santai.
"Tadi balik sekolah, gue pulang bareng sama Mela," Zidan mulai kembali bercerita.
"Terus gue pinjemin jaket ke dia," Lanjutnya.
"Jaket lu yang badeg itu?" Juan menceplos asal tentang jaket temannya.
"Enak aja lu, wangi begitu. Wangi surga asal lo tau."
"Kok Mela mau ya di pinjemin jaket buluk nya Jidan," Harsa menimpali yang sedari tadi sibuk dengan sukro nya.
"Udah buluk, kagak pernah di cuci lagi. Kasihan," Juan kasihan kepada gadis yang sedang di bicarakannya saat ini.
"Gak buluk woy! tapi iya juga sih..." Zidan ikut berfikir tentang apa yang dikatakan teman temannya.
"Bego!" Harsa menggeplak teman bodoh nya itu yang sok berfikir.
"Sakit anjing. nape sih lu tiba tiba mukul gue." Zidan meringis kesakitan sambil mengusap ngusap bagian kepala yang terkena geplakan Harsa.
"Gapapa gue pengen mukul aja, habis muka lo keliatan bego nya."
"Gajelas lo pea." Kaki jenjang Zidan kini melangkah meninggalkan dua kawannya.
"MAU KEMANA LO?"
"JADI TUKANG PARKIR."
○○○
Kini lelaki tampan dengan hoodie hijau tua itu sedang berada di depan pagar bercat hitam, menunggu sang kekasih keluar dari rumah dengan nuasa monokrom itu.
Tak butuh waktu lama, yang di tunggu akhirnya menampakan dirinya. Dengan balutan kemeja berwana biru langit dipadu dengan celana levis pendek yang terlihat simple.
"Lama ya?"
"Enggak kok, Mel. Aku juga baru dateng," Wangga memberikan helm kepada Mela, kemudian menyalakan motor varionya.
"Kenapa enggak masuk dulu, sih?"
"Biar sekalian berangkat aja, udah izin sama bunda kan?"
"Udah."
"Salamin ke bunda aja, ya."
Kini motor vario hitam melaju dengan kecepatan yang standar, menikmati angin semilir yang membelai wajah kedua insan tersebut.
Vario itu berhenti tepat di pasar malam yang menghadiri beberapa wahana dan stand jajanan.
"Maaf ya, cuma bisa bawa kesini," Ucap Wangga sembari memberikan corndog dan sosis.
"Santai aja kali, asal sama kamu mah aku seneng seneng aja." Mela menggigit corndog setelah nya di akhiri dengan senyuman tulus.
Pria manis itu hanya membalas dengan senyum tipis. "Mau naik kincir angin?" Ajak Wangga yang sambil menunjuk bianglala yang tak jauh di depanya.
Mata gadis sontak berbinar, kemudian mengagguk dengan senang "Mauu!"
Tak jauh dari tempat orang berpacaran tersebut kini ada laki laki yang tengah sibuk dengan kegiatannya.
"YAKK MUNDUR MUNDUR." Zidan membantu mobil yang hendak keluar dari area parkir pasar malam. Ia betul betul dengan ucapannya yang mau jadi tukang parkir.
"Makasih bang." Pria muda itu memberikan selembar uang kepada Zidan yang telah membantunya.
"Woyy anjrit beneran jadi tukang parkir lu?" Harsa dan Juan datang dengan motor mio yang tampak kecil jika mereka berdua yang naik.
"Lumayan buat foya foya di pasar malem." Zidan memasukkan selembar uang tadi ke tas waistbag nya.
Motor mio yang dibawa oleh Harsa dan Juan yang membonceng, kini terparkirkan. Langsung menyambut abang tukang parkir malam ini.
"Botol lu." Harsa menggeplak bahu Zidan yang lagi kesenangan dapet uang banyak.
"Kok botol? botol apaan," Yang di geplak hanya bisa terkejut dan terheran, kenapa temannya ini suka sekali menggeplak.
"BOcah TOLol!" Harsa menaikan satu oktaf suaranya, terkesan ngegas.
"Dapet berapa lo? sok ngitung duit kayak yang iya aja." Juan mengintip tas yang berisikan uang itu.
"Banyak nih, mau naik kora kora gak?" ajak Zidan sembari menutup resleting tas nya.
"OGAHHH,"
"Oh mau, yuk gas. Gue traktir hari ini."
"GUE GAK MAU NAIK KOR―"
"Yang marah pindah agama." Bibir Harsa langsung mengatup dengan sempurna, mengekor Juan dan Zidan yang berjalan duluan.
"ALLAHUAKBARR"
"MAMAHHHH TOLONGIN HARSA"
"AAAAKK ANJINGGGG AAAAKKK"
"UDAH BANG UDAH WAAAAAA"
"JIDAN BEGOOO"
Ketiga pria tampan itu terkulai lemas di tenda jualan harum manis. Harsa benar benar menyesal dengan ajakan Zidan, kini perutnya terasa ingin memuntahkan seluruh isinya.
Yang mengajak justru lebih parah, kini seluruh wajahnya pucat seakan darah di dalam tubuh tidak ingin mengalir. Tiga kali mengeluarkan isi makanan di perutnya.
"Dan, ada mela tuh." Juan mengahampiri Zidan yang masih terkulai lemas.
Netra mata Zidan langsung menangkap gadis berambut coklat menatap dirinya, kepala nya masih tertunduk ke arah sepatunya.
"Eh Mel, jodoh jangan kita ket―"
"Dan gue putus..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Interaksi
Teen FictionManakala tiap sepatah kata menjadikan kenangan yang terus membekas lekat seiring waktu, tersimpan indah sampai ia lupa jika hanya setengah pihak. ―Interaksi