Like Knife

118 0 0
                                    

Sebuah ruangan yang ramai dibarengi dengan bel masuk yang berbunyi membuat hari itu terasa seperti biasanya. Suasana terdiam sedang terjadi di antara kita.
Tatapan matanya seakan ingin mengatakan sesuatu padaku, entah karena tak tega mengatakannya atau memang dia tidak ingin mengatakannya. Setiap obrolan yang kita lakukan pasti berakhir dengan sesuatu yang janggal.
Aku merasakan sesuatu akhir-akhir ini, tapi kita tetap melakukan hal-hal yang biasa kita lakukan seperti saling menutup sesuatu yang sedang terjadi di antara kita, terlihat jelas dari perilaku dan percakapan kita.
Namun hubunganku tidak sesederhana itu, dia membuatku merasa  spesial namun anggapannya terhadapku berbanding terbalik. Menyakitkan kadang tapi aku pernah berfikir tidak perlu menjadi yang terlalu spesial untuk bahagia. Presepsi itu muncul begitu saja entah darimana asalnya.
Tapi di sisi lain aku merasakan perasaan yang tidak ingin aku rasakan, seperti ingin memisahkan jantung dari tempatnya, tangisanku bahkan tidak menghapuskan yang kurasakan saat ini tapi satu hal yang sangat ingin ku lakukan adalah membuatnya nyaman berada disampingku dengan selalu menebar kebahagiaan dirinya kepada orang lain meskipun itu bukan untukku.
Terkadang otakku juga berfikir ingin menghilang dari keadaan yang terjadi,  salah satu rencana yang tidak pernah hilang dari benakku, namun semakin aku berusaha semuanya semakin terasa tidak jelas, rencanaku tak pernah berjalan mulus dan ketika rencana itu mulai kujalankan aku merasa ada sesuatu yang menyayat perasaanku, semakin aku memaksa semakin sesak yg kurasa dan airmataku terus mengalir.
Hingga akhirnya aku memutuskan untuk bertahan di keadaan ini, sangat konyol kurasa. Menghilangkan perasaan tak semudah membalikkan telapak tangan. Entah apa yang membuatku sangat nyaman berada didekatnya.
Aku tak pernah mengerti dia yang sebenarnya dan aku tidak pernah ingin mencari tau tentang bagaimana dirinya yang sebenarnya. Aku nyaman dengannya yang sekarang meskipun terkadang dia memperlihatkan sisi yang membuatku sangat tidak ingin menatap matanya yang penuh amarah.
Kurasa aku sedang berjuang sendirian saat ini untuk mengalahkan rasaku dan mencoba berbohong kepada perasaanku yang selalu tidak jelas.
Ada yang tidak benar disini kenapa aku harus berjuang, padahal dia telah menghilangkan senyum di bibirku menggantinya dengan tangis yang tak berujung.
Setiap kata yang kau ucapkan tatapan mata yang kau lontarkan membuatku lebih sakit dan sakit lagi saat mengingat perjuanganku.
Tidak taukah kau kalau aku punya pertanyaan yang tidak pernah bisa ku katakan, tidak taukah kau betapa sakitnya semua yang kurasakan sendirian, aku tidak pernah ingin membagi sakitku denganmu karena aku tau kau sudah bahagia dengannya dan aku berharap kau selalu bahagia dengannya aku hanya butuh kau disampingku untuk mengembalikan senyum di wajahku bukan untuk menjadikanku orang yang spesial tapi sebagai sesuatu untuk bersandar.
Karena disaat melihat mata yang penuh amarah itu aku selalu ingin meneteskan air mata tanpa kau sadari. Bahkan setiap perilakumu membuatku ingin berteriak sekeras mungkin, agar sesuatu yang bersarang di dadaku ini berhenti memaksaku untuk lari ke arahmu setiap waktu.
Agar aku bisa menghentikan bibirku berkata "Jangan berubah, aku membutuhkanmu lebih dari yang kau tau"

Tangan Yang Tak Terbalaskan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang