Prolog

15 1 0
                                    


Perjalanan hidup itu ajaib. Kita tidak pernah menerka pada sudut mana kita akan menemukan pintu rahasia menuju yang menyenangkan. Kita tidak pernah bisa memilih, dengan siapa perjalanan mengesankan itu terlewati. Serta, waktu tak pernah membisikan kapan ia menitipkan seseorang yang membuat tidur kita tak nyenyak, sudut pandang kita berubah begitu drastis serta banyak hal yang tak pernah kita duga membuat kesan yang sulit di lupa. Pengalaman romansa yang mengesankan itu, tak pernah diduga akan ada, di sini. Di kota ini.

Kudus, kota kecil dengan keindahan yang tidak pernah aku duga. Kota kecil yang menjadi perjalanan singkat dengan seseorang yang tidak pernah aku duga membuat perjalanan mengenal kota kecil ini menjadi menyenangkan, menjadikan aku mengerti merantau tak semenyedihkan itu, tapi sekaligus seseorang yang akan ku tangisi kepergiannya, ku cecar sikap tidak pedulinya serta yang kusenyumi kala kuingat tawanya.

Kudus, adalah kota dengan tingkat religius yang cukup menyenangkan. Tak panas, juga tidak terlalu dingin, kecuali apabila aku bertolak ke utara, tempat puncak Gunung Muria berada. Banyak sekali orang-orang berkulit bersih di sini, berseliweran menyapa kala aku menapakkan kaki di sini. Sepertinya, itu karena cuaca yang tidak ekstrim sehingga orang terjaga kelembaban kulitnya.

Tiga tahun lalu, kala aku menapaki kota kecil ini. Tak pernah kutahu bahwa aku akan enggan pulang ke rumahku, tak pernah kutahu akan sulit untuk melepaskannya meski sudah memiliki gelar sarjana. Ya, aku datang ke kota ini untuk mencari ilmu, lebih tepatnya melanjutkan studi lebih tinggi dari tingkatan SLTA sederajat. Aku mengambil jurusan Komunikasi Penyiaran, yang kuharap tak akan ada kesalahpahaman dalam menyampaikan sesuatu. Tapi ternyata, aku yang salah paham dalam menafsirkan sesuatu. Melukai diri yang seharusnya beranjak dewasa—tapi bukankah itu juga sebagian dari prosesnya?

Baiklah, akan sangat tidak asik jika aku mengulik diriku sendiri. Tujuan awal dalam menuliskan ini adalah tentangnya, iya, dia—yang sepanjang perjalanan akan aku panggil kamu. Dia laki-laki berjubah yang tampan dan menawan. Aku menyebutmu adalah pesona ajaib, karena sebelumnya aku tak pernah menemukan hal seperti ini di orang lain. Laki-laki sebayaku yang tutur katanya tak pernah kasar, namun itulah yang menyakiti diriku sendiri.

Pertemuan dari waktu ke waktu yang seperti perjalanan menuju tempat terjauh; melewati kota yang ramai, hutan sejuk dan sesekali menyeramkan, jalanan yang tak selalu mulus dan tersesat. Perjalanan denganmu, bahkan menjadi rute yang tidak pernah ditebak akan kemana perginya, jadi sampai tujuan atau hanya menghabiskan waktu.

Tapi yang pasti, perjalanan itu mengesankan, hingga tertulis indah dalam rekaman memori. Meski pada kenyataannya, yang berkesan tak selamanya sampai.

Jika tak ada yang terikat di antara kita, tak apa.

Aku masih bisa mengikatmu dalam kenang.

Menjelaskan dengan sedih dan senang.

Biarkan aku menjadikan ini sebagai satu-satunya yang tersisa.

Sebelum aku benar-benar lupa, bahwa kita pernah ada.

Kita yang Tak Ikat, 2022

•••

Kita yang Tak IkatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang