Dua Masalah

116 15 38
                                    

... Ghair ke humnava ho gaaye,
Kyun khafa ho gaaye?

Ki tumse juda hoke hum,
Tabaah ho gaaye.  ...

Jam dinding menunjukkan pukul dua belas tengah malam. Satu-satunya tempat yang masih bergemuruh adalah aula pesta, tempat yang ditinggalkan Darshan dan Mahika beberapa jam yang lalu. Mereka berjalan beriringan menuju kamar Mahika. Darshan berjalan di belakangnya sambil memperhatikan wanita itu. Matanya terpaku pada tubuh wanita itu seolah-olah ia bisa merobek gaun merah berpotongan tinggi yang Mahika kenakan. Gaun itu menunjukkan tiap lekuk tubuhnya dengan indah. Pahanya yang mulus terlihat jelas setiap kali ia melangkah. Jakunnya bergerak naik turun karena pemandangan itu.

Mahika membuka pintu kamarnya lebar-lebar untuk Darshan. Mereka langsung menyatukan bibir saat sudah berada di dalam. Darshan menutup pintu di belakangnya dengan sepatunya lalu menekan Mahika ke dinding.

Mahika melingkarkan lengannya di leher pria itu, memperdalam ciumannya. Darshan telah merindukan momen ini selama lima belas tahun. Perpisahan mereka rupanya telah menempatkannya di neraka. Ia pikir dengan memutuskan ikatan mereka akan membuat hidupnya lebih baik. Tapi nyatanya, ia hanya menemukan kesengsaraan dan kegelisahan yang tak terlukiskan setelah itu. Saat lidahnya menelusup masuk ke dalam mulut wanita itu, wajah istrinya muncul dalam penglihatannya.  Jantungnya berdegup kencang, menyebabkan kecemasan itu muncul kembali.

Mahika menyadari hal ini dan segera menarik diri dari ciuman itu. Mata elangnya menatap lurus ke dalam mata Darshan yang berkabut.

“Kenapa kau meninggalkanku, Dash? Tanpa alasan, tanpa pamit, tanpa apapun,” kata Mahika.

Darshan tidak bisa mengalihkan pandangan dari bibir Mahika yang bergerak saat dia berbicara. Terlalu manis. Seperti air di bejana, ia menyerahkan dirinya begitu saja padanya.

“Selama lima belas tahun aku mencoba mencari tahu sendiri. Mencoba membuat penjelasan yang masuk akal tentang mengapa kau meninggalkan aku, ” bisik Mahika di antara napasnya.

“Mereka membunuhku, Dash. Semua perasaan ini.”

“Mahi...” Darshan menariknya dan menyatukan dahi mereka. Napas keduanya berderu cepat. “Kita tidak ditakdirkan untuk bersama.”

“Benarkah begitu?” Mahika mencium bibirnya dengan lembut yang dibalas dengan gairah yang sama. Bermain-main dengan ciuman adalah salah satu cara mereka untuk mengekspresikan perasaan. Sekarang, itu sudah menjadi sebuah kebiasaan.

“Kita telah mempertaruhkan begitu banyak hal. Keluarga, pasangan, anak-anak, karier,” Darshan menelusuri punggungnya sampai ia menemukan ritsleting gaunnya. Ia membukanya perlahan saat lidahnya menjelajahi mulut Mahika yang terasa segar seperti daun mint. Tapi sebelum ia bisa menarik tali gaunnya, wanita itu menghentikannya.

“Kau memanfaatkan aku. Istrimu sedang mengandung Ridant saat itu. Kau memanfaatkan aku untuk memenuhi gairah Darshan si serigala.” Mahika melepas jasnya dan mulai membuka kancing kemejanya. Ia tersentak saat Darshan mencengkeram pinggangnya dan menelusuri ciumannya di sepanjang leher jenjangnya. Dia tidak berniat untuk bertindak sejauh ini. Tapi pria itu tampak lebih bersemangat daripada yang dia kira.

“Apa yang bisa kukatakan? Itu benar.” Napas hangat Darshan di lehernya menyelimutinya dalam kebahagiaan. Menggelitik kulitnya dengan lembut, membuatnya kehilangan kendali atas tubuhnya sendiri. Kali ini, ia tidak menginginkan apapun selain kedekatan dengan Darshan. Ia ingin menghapus setiap jarak yang mereka miliki. Jadi, ia melingkarkan kakinya ke pinggangnya agar dapat menariknya lebih dekat.

Darshan dengan senang hati mematuhinya ketika Mahika meremas rambutnya. Tangan terampilnya melepas gaunnya lalu membawanya ke atas ranjang. Mahika terkekeh geli melihatnya melepas pakaiannya dengan tergesa-gesa. Sudah lima belas tahun sejak terakhir kali dia melihat tubuhnya, namun itu tidak berubah sedikit pun dari apa yang dia ingat.

Judaiyaan [SLOW UPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang