Tawa

83 15 77
                                    

Samar menarik napas dalam-dalam. Kisahnya dimulai di sini.

Mumbai sudah gelap ketika aku tiba untuk pesta kesuksesan film Parson. Ya, aku mengetahuinya sebagai film Darshan karena dia yang memproduksinya. Dia memberitahuku tentang film itu dan ketika aku mendengarnya, kubilang padanya bahwa film itu akan laris besar. Dia tidak memberitahuku aktris mana yang ia pilih untuk memainkan peran di dalamnya. Ketika ia akhirnya menyelesaikan daftar pemerannya, aku sedang bertugas di Manipur. Kemudian aku mengambil cuti selama tiga hari untuk merayakan ulang tahun Samaira. Aku mendarat di Mumbai pada pagi hari. Kurayakan ulang tahun putriku dan secara tidak sengaja bertemu dengan Ridant di sana. Ia memberitahuku bagaimana ayahnya sedang bahagia sekali selama dua minggu terakhir. Melalui dia, aku tahu bahwa Parson mendapat sambutan luas dan sukses besar di box office. Sore harinya, Darshan meneleponku untuk memberi tahu tentang kabar baik ini dan mengundangku ke pesta. Aku langsung setuju. Jadi, itulah mengapa aku ada di sana.

Aku bertemu banyak orang dari industri film, kebanyakan adalah temannya Darshan. Aku juga bertemu banyak artis, tetapi belum melihat Ruhani saat itu. Pesta berlanjut, aku menari dengan teman-temanku, minum lebih banyak daripada sebelumnya, menikmati makanan, mendapatkan beberapa koneksi baru yang berpengaruh, semuanya berjalan dengan baik. Semua berjalan lancar ketika akhirnya seorang aktris datang ke pesta dengan sisa-sisa air mata di pipinya dan bibir yang bengkak.

“Itu adalah Ruhani Chopra, pemeran utama wanita kita. Alasan mengapa Parson diterima dengan baik di kalangan penonton,” Darshan menunjukkannya kepadaku ketika otakku mencoba mencari tahu bagaimana bisa dia datang ke pesta dengan kondisi seperti itu. Aku yakin dia sudah mabuk ketika dia tiba.

Dia menyapa semua orang—kecuali aku. Aku sibuk di lantai dansa, menari dengan diiringi lagu Mungda. Ada cukup banyak orang di sekitarku. Banyak teman Darshan yang bergabung dan menikmati malam itu. Dia membawakan aku segelas whiskey asam yang membuatku semakin tenggelam dalam gemerlap pesta. Aku sangat bahagia. Aku tidak pernah merasa sebahagia itu dalam beberapa tahun terakhir. Sampai akhirnya kebahagiaan itu dirusak oleh seorang wanita yang lewat di hadapanku dan aku tidak sengaja menumpahkan minuman ke bajunya.

“Tapi aku sengaja menabrakmu,” Ruhani menatap Samar dengan seringai di bibirnya. Semua orang menatapnya dengan kaget.

“Aku memperhatikan hidungnya yang besar ketika dia sedang menguasai lantai dansa. Aku memberi tahu Farhan betapa seksinya dia dan Farhan setuju. Dia menyuruhku untuk mencoba peruntungan. Jadi, aku melakukannya,” tambahnya.

Mahika mengerutkan kening. “Tunggu. Maksudmu Farhan Irani? Si penata latar?”

Ruhani mengangguk. Jawaban itu membuat Mahika tidak terkejut. Dia tahu siapa Farhan Irani. Salah satu gay paling cabul di industri film. Dia sekarang mengerti mengapa Ruhani mengambil risiko mendekati Samar terlebih dahulu, karena dia tidak ingin Samar jatuh ke tangan kotor seperti Farhan.

“Aku tidak pernah mendengar sisi cerita ini. Kenapa kau menabraknya? Apa hubungannya dengan hidung besarnya?” tanya Darshan.

Big nose, big hose,” jawab Ruhani, masih dengan seringai lebarnya. Darshan mendelik lalu menatap Mahika. Mereka berbagi pemikiran yang sama tentang hal itu. Pikiran yang kotor. Sementara di sisi lain, Samar memalingkan muka untuk menyembunyikan rona merah di wajahnya. Mahika menyadari itu.

“Ayolah, teman-teman, jangan mempermalukan pria itu. Setidaknya biarkan dia menyelesaikan ceritanya,” ucapnya. Darshan dan Ruhani meminta maaf lalu Samar melanjutkan ceritanya. Tentu saja setelah banyak tertawa karena mengingat kejadian itu.

“Tunggu,” potong Darshan lagi. Dia bangkit dari tempat duduknya dan membuat semua orang menatapnya. “Aku ingin buang air kecil. Kalian bisa lanjutkan tanpa aku.”

Judaiyaan [SLOW UPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang