Menunggu

1 0 0
                                    

“Ya sudah. Kita tunggu saja. Mungkin sebentar lagi juga pulang,” usul Angel.

Devan menangguk setuju.

“Kita tunggu di sana, yuk! Di sini panas banget,” ajak Devan sambil menunjuk sebuah warung makan yang tak jauh dari tempat mereka berdiri.

“Silakan pesan! Tenang saja, aku yang traktir,” tawar Devan setelah mereka tiba di warung dan menempati meja yang mengarah ke jalan raya.

Dari sana, mereka dapat melihat langsung ke rumah Dewa. Barangkali orang yang ditunggu akan pulang selagi mereka makan siang.

Angel menerima daftar menu dari tangan Devan, memilih makanan dan minuman, lantas menuliskannya pada selembar kertas yang diserahkan pelayan.

Sembari menunggu pesanan, gadis itu kembali membuka obrolan.

“Sebenarnya kamu ada keperluan apa, sih, sama pemilik rumah itu? Kayaknya penting banget.” Angel bertanya dengan wajah serius.

“Namanya Dewa. Mungkin seharusnya aku tak perlu menceritakan ini sama kamu, tapi karena kamu sudah menemaniku, aku akan cerita. Tapi ingat, kamu nggak boleh cerita sama siapa-siapa!”

Angel menanggapi permintaan Devan dengan kepala terangguk mantap.

“Kak Dewa adalah mantan kekasih kakakku. Namanya mbak Riska. Beliau meninggal dalam satu kecelakaan tragis.” Devan mulai bercerita.

“Sori, aku nggak bermaksud –“

“Iya, nggak apa-apa, kok,” sela Devan.

“Jadi, kamu ke sini mau melihat kondisinya?” tebak Angel tak sabar.

“Bukan. Kecelakaan itu tidak ada hubungannya dengan kak Dewa. Karena saat kecelakaan itu terjadi, mbak Riska justru sedang bersama Rizal. Bukan dengan kak Dewa,” jelas Devan.
Ada gurat kebencian yang terpancar dari matanya saat menyebutkan nama Rizal.

“Rizal?” Angel terlihat semakin bingung dengan cerita Devan.

“Iya. Teman sekampus mereka. Aku juga nggak ngerti, kenapa mbak Riska bisa pergi berdua dengan Rizal. Padahal hari itu adalah ulang tahun mbak Riska. Bukankah seharusnya dia jalan dengan kak Dewa? Kenapa malah pergi dengan Rizal?” Devan seperti tengah bertanya pada diri sendiri.

“Lalu, apa tujuan kamu datang ke sini?”

“Sebenarnya –“ Ucapan Devan terhenti ketika pelayan mengantarkan pesanan mereka.

“Terima kasih.” Devan dan Angel berucap serentak.

“Aku masih curiga dengan kecelakaan yang menewaskan mbak Riska. Karena menurutku, penyebabnya itu sangat tidak masuk akal,” lanjut Devan setelah pelayan itu menjauh dari meja mereka.

“Maksud kamu? Bukannya kamu yang mengatakan kalau mereka mengalami kecelakaan? Apanya yang tidak masuk akal?”

“Karena Rizal sama sekali tidak mengalami apa-apa. Tidak ada satu goresan kecil pun terdapat pada kulitnya. Bahkan, motor yang mereka gunakan tidak lecet sama sekali. Apakah menurut kamu itu sesuatu yang wajar?”

Gerakan tangan Angel yang bersiap menyuapkan nasi ke dalam mulut, seketika terhenti dan perlahan meletakkannya kembali. Wajahnya semakin kebingungan. Berusaha mencerna kembali ucapan yang terlontar dari mulut Devan.

“Kenapa kamu melihatku seperti itu?” Devan menyipitkan mata.

Angel meraih gelas, meneguk isinya beberapa kali, lantas berkata, “Aku masih nggak ngerti dengan cerita kamu. Bagaimana mungkin orang yang mengalami kecelakaan, tidak terluka sama sekali? Apalagi motornya juga tidak lecet? Kecelakaan macam apa itu?”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 06, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Catatan KematianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang