.
.
.
PLAKK!!!!
Sebuah tamparan tiba-tiba mendarat di pipi kanan Taeri. Suaranya begitu nyaring dalam ruangan yang tertutup ini. Pertengkaran yang sudah berlangsung sebelumnya semakin menegang.
"BANGSAT!!! APA YANG KAU LAKUKAN??" Taeri memegang pipinya yang terasa panas.
"Apa yang aku lakukan? tentu saja memberimu pelajaran! Aku tak bisa menahannya lagi. Tangaku gatal." Senyum remeh Avi mengembang.
"Kau gila?! hah?! Kau berani denganku?" Sahut Taeri kesal.
"Ya! Aku memang gila! Dan ini semua gara-gara kau, brengsek! Gara-gara kau, aku disini! Gara-gara kau wajahku rusak! Kau harus tanggungjawab Taeri-ya."
"Orang itu yang melukaimu, kenapa kau menyalahkan aku? Berani sekali kau menampar dan membentakku. Kau tak ingat aku ini,-"
PLAKK!! Satu tambaran berhasil mendarat di wajah Taeri. Lagi. Sorotan mata kecewa dan tak percaya tertuju pada satu-satunya orang yang dianggap teman kepercayaannya selama ini.
"Yuri-ah? kau juga menamparku?"
"Malahan aku berencana membunuhmu," kata Yuri, sinis.
"Kau menentangku juga, Yuri-ah?"
"Ck, kau bodoh atau apa? Sudah jelas Yuri bilang ingin membunuhmu, dan kau masih bertanya begitu? Dasar bego!" sela Avi.
"Aku tidak berbicara denganmu, jalang!" amarah Taeri tersulut.
"Kau menyebutku jalang?! Hei, sadarlah! Ngaca! Kau juga jalang, bodoh!!" Avi mendorong bahu Taeri dengan kasar. "Lebih baik aku bangga dengan sebutan itu, dari pada harus bermuka dua sepertimu!"
"Brengsek," ucap Taeri tak terima.
"Ada apa? Kau marah disebut begitu? Bukankah itu memang kenyataannya? Kau bersikap manis kepada keluarga dan orang yang dekat denganmu, tapi mereka tidak tahu wajah asli dari seorang Taeri bodoh yang sebenarnya adalah seorang yang sangat buruk, dan juga licik." cegat Avi lagi. Senyuman kemenangan tersirat di wajahnya ketika melihat otot wajah Taeri yang menegang karena amarahnya.
Taeri menghela nafasnya, menahan amarah. Dia tahu Avi tengah menguji kesabarannya. "Itu bukan licik, Avi-ah, tapi itu cerdas. Cer-das! Ingat itu. Jika aku jadi kau, aku tidak akan membangunkan singa yang sedang tidur, Avi-ah. Aku bisa saja memukulmu balik, tapi aku tidak sebodoh itu. Memukulmu hanya akan mengotori tanganku saja. Menjijikkan." jawab Taeri remeh dan mencoba untuk tenang.
"Brengsek! Jalang Brengsek!"
"Sudahlah, aku tidak punya waktu meladeni omongan yang tak penting dari mulut sampahmu itu!" potong Taeri.
"YAK!!!! BANGSAT.......!" kali ini Yuri menggenggam tangan Avi untuk menghentikannya. Tatapannya seakan mengatakan tenanglah, biar aku yang mengurusnya kepada Avi. Mengerti maksud Yuri, Avi pun mengurunkan niat memukul Taeri, dan hanya berdecak sebagai pelampiasan amarahnya.
"Kami bukan lagi kambing hitammu, Taeri-ah. Dan Ren, harusnya kau yang bertanggung jawab! Kaulah yang menjadi dalang dari pembunuhan itu!"
"Kau sadar apa yang kau bicarakan, Yuri-ah? Kalian semua juga ikut serta dalam pembunuhan itu. Baiklah, akan aku ingatkan kembali, jika kalian lupa. Kau Yuri-ah, kau yang mengajaknya ke gudang, dan kau sendiri yang menyuruh, Jie kekasih brengsekmu itu untuk memperk*sanya. Dan kau, jalang, kau yang membunuhnya. Kau yang mendorongnya sampai dia terkena besi itu. Sedangkan aku? aku hanya ada di sana sebagai penonton. Aku tidak ikut serta dalam kegiatan menyenangkan itu. Dan dalam hukum, aku bisa saja menjadi saksi dari perbuatan kalian." jelas Taeri tenang, sambil melipat kedua tangannya di dada.
"YAK! TAERI-AH!!!" teriak Avi. Sebelum tangannya akan mendorong, satu pukulan mendarat terlebih dahulu di wajah Taeri.
BUGH!!
Taeri tersungkur di lantai dan bibirnya berdarah, akibat pukulan yang diberikan Yuri. "Kau benar-benar ingin membunuhku, Yuri-ah?" ucap Taeri.
"Ya. Dan sekarang kesabaranku sudah habis." Yuri menduduki badan Taeri dan memberikan pukulan tepat di wajahnya.
Bugh! Bugh! Bugh! Entah sudah berapa kali Yuri memukulinya. Suara pukulan Yuri sangat nyaring. Ia sangat kecewa dengan Taeri yang juga dia anggap sebagai sahabatnya. Jawaban yang keluar dari mulut Taeri membuat darahnya mendidih dan tak terkendali. Otaknya kosong, yang ada hanya rasa amarah yang butuh pelampiasan.
Taeri pun juga sama. Dia berusaha untuk melindungi dirinya. Ini pertama kalinya dia bertengakar seperti ini dengan Yuri. Dia merasa bersalah kepada Yuri. Tapi, disisi lain dia juga tidak mau disalahkan. Dia tidak salah waktu itu. Dia tidak mau dijadikan tersangka atas pembunuhan Ren. Egois memang.
Pertengkarang itu terus berlanjut, tanpa menyadari suara pintu yang terbuka dan Seungwoon menyelinap masuk. Sampai suara jeritan dari arah belakang menyadarkan Yuri dan Taeri yang masih bergulat.
"AAAAAAAA!!!!!"
Dengan perlahan, tanpa memperdulikan Taeri yang tengah menormalkan nafasnya, Yuri berdiri lalu berbalik untuk melihat apa yang terjadi pada dua orang selain dia dan Taeri, yaitu lelaki yang masih tak sadarkan diri bernama Woojin, kekasihnya dan Avi temannya.
Mata Yuri membulat seketika. Dia langsung terduduk lemah di lantai. Kedua tangannya mendekap mulut dan saat itulah air matanya keluar tanpa izin dari si pemilik. Seluruh badannya terasa lemas melihat pemandangan mengerikan di depannya saat ini.
**(^~^)**
To Be Continue.
Kira-kira apa yang terjadi selanjutnya? Apa yang dilihat Yuri sampai dia seperti itu?
Nantikan selanjutnya, ya :) Jangan lupa kritik, saran dan komentarnya.
Terimakasih. (^^)
KAMU SEDANG MEMBACA
VINDICTA
Mystery / ThrillerWarning !! Thiller Story!! Blood area!! Mata di balas mata. Tindakan dibalas tindakan. Kematian dibalas kematian juga. **** "Ayo ikut bermain permainan seru, sayang! aku sudah menyiapkannya. Kamu tinggal mengikuti alurnya saja kok." Pemuda itu ter...