2. Pertikaian

7 0 0
                                    

"Gue anterin pulang ya," ucap Elegi pada Rain yang sedang duduk di kursi halte, satu-satunya halte yang ada di depan pintu masuk komplek perumahan. Elegi menyadari ucapannya lebih merujuk pada pernyataan daripada pertanyaan.

"Nggak usah, ntar gue ngerepotin lo lagi," tolak Rain seraya menggibaskan kedua tangannya.

"Emangnya sekarang lo udah inget alamat kostan lo dimana?" tanya Elegi.

"Belum sih," jawab Rain cengengesan.

Elegi menghela nafas, bagaimanapun juga Rain adalah seorang perempuan yang tidak aman jika pergi sendirian malam-malam, apalagi dikota ini. Elegi sebagai laki-laki merasa wajib menjaga dan menolong Rain, terlebih lagi Rain adalah temannya ketika masih kecil dulu.

"Gi," panggil Rain setengah berbisik, raut wajah gadis itu berubah ketakutan, segera bangkit berdiri untuk bersembunyi dibelakang Elegi, tentunya tingkah Rain ini berhasil membuat Elegi kebingungan. Kini Gadis itu meremas kaos bagian bawah yang Elegi kenakan.

"Itu, didepan, ada orang yang nyamperin kesini, dia orang aneh yang tadi ngejar gue," bisik Rain.

Elegi melihat seorang pria bertubuh tinggi besar mendekat kearah mereka.

"Oy, Gi!" sapa nya setelah berdiri dihadapan Elegi.

"Oy, bang!" balas Elegi. Rain melihat keduanya bersalaman ala pria sejati.

"Mau kemana lo?" tanya pria besar itu.

"Mau nganterin teman balik bang," jawab Elegi, Rain sedikit mengintip dari balik punggung Elegi.

"Iya, udah malem gini, bahaya anak cewek masih diluar jam segini. Bagus lo anterin," pria itu sedikit melihat Rain.

"Loh!" jari telunjuk pria besar itu terarah pada Rain dengan wajah kaget.

"Abang kenal?" tanya Elegi.

"Ini yang tadi nyusup masuk ke komplek."

Tiba-tiba Elegi tertawa mengetahui kesalahpahaman yang terjadi.

"Jadi lo dikira penyusp sama bang Bandi, makanya dikejar," jelas Elegi pada Rain masih diselingi tawa. Rain keluar dari balik punggung Elegi dengan wajah merah menahan malu.

"Syukur lah kalau dia teman lu, Gi. Wajar sih kalau tadi lari, pasti panik ya?"

Rain mengangguk. "Abangnya nyeremin tadi, bikin suudzon aja." Bang Bandi nyengir sambil menggelengkan kepala mendengar ucapan Rain.

"Bang Bandi ini, satpam disini. Emang sih sering bikin salah paham dikira preman disni karena nggak pake seragam," terang Elegi, Rain kembali mengangguk mengerti.

"Bis nya udah dateng tuh," beritahu Elegi sembari menarik tangan Rain. "Duluan ya bang," pamit nya pada bang Bandi.

"Iya, hati-hati Gi" balas bang Bandi.

"Ya ampun malu banget," Rain menutup wajah dengan telapak tangan nya.

"Udah, nggak apa-apa. Wajar lo mikir yang nggak-nggak." Elegi mencoba menenangkan Rain.

"Jadi nggak enak sama bang Bandi," Rain menurunkan tangannya.

"Lo bilang nggak enak, tapi ngatain bang Bandi serem," cibir Elegi.

"Kan gue jujur," kini pandangan Rain menatap keluar jendela, memperhatikan pemandangan kota dimalam hari. Gemerlap lampu warna-warni menjadi pemandangan yang nampak cantik. Rain tersenyum, menatap kagum pemandangan tersebut.

"Sambil diinget-inget dimana alamat lo," suruh Elegi. Rain hanya mengangguk kecil.

o0o

Elena memasuki rumah, setelah menutup pintu wanita itu melangkah menuju pantry, mengambil gelas bersih dan mengisi air dari dispenser. Elena meneguk minuman nya seraya memutar tubuh menghadap meja makan, setelah itu meletakkan gelas ditempat cuci piring.

ELEGI ASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang