20

342 45 0
                                    

Setelah hari besar itu, meski Gulf memilih untuk mabuk sendiri di dalam apartemennya sepulangnya dari ia memberi selamat pada Mew setegar mungkin, Gulf takjub ia baik-baik saja.

Cukup baik karena ia pikir ia akan merengek seperti anak kecil pada Mew, nyatanya dengan sabar ia menunggu Mew menghubunginya.

Gulf menghabiskan waktu dengan Bright yang terus mengolok-oloknya karena ia sekarang punya lebih banyak waktu bebas meski Gulf tetap enggan menyewa jasa kencan semalam seperti kebiasaan mereka dulu.

Ia tidak mau seperti orang bodoh yang seharian memandangi layar ponsel, berharap ada notifikasi dari Mew disana.

Ia juga tidak mungkin menghubungi Mew lebih dulu. Pria itu sudah beristri, dan Gulf tidak tahu kapan ia sedang sendiri atau sedang bersama istrinya.

Yang bisa Gulf lakukan hanya menunggu sambil mengisi tiap jam dalam hari-harinya dengan membuntuti sahabatnya hingga ke salon untuk memotong rambut. Kegiatan yang tidak pernah mereka lakukan. Karena Baik Bright atau Gulf menganggap itu membosankan.

Masa terberatnya hanya ketika ia sendirian di malam hari sambil mencoba menghindar dari adegan-adegan intim antara Mew dan Vije dalam benaknya.

Yang satu itu benar-benar menyiksa.

Bisa saja hal itulah yang membuat Gulf tidak merindukan Mew sementara waktu. Ia khawatir tidak tidak bisa melihat Mew dengan cara yang sama lagi, meski sisi lain dirinya bilang ia tidak tahu bagaimana harus bangkit lagi kalau Mew benar meninggalkannya.

Sampai sore itu, apartemennya kembali wangi oleh parfum Mew, khas sekali karena berpadu dengan aroma tubuh pria itu setelah hampir seharian bergulat dengan jam mengajarnya.

Gulf mematung karena kedatangan Mew yang mendadak.

"Aku boleh masuk?" Tanya Mew.

Gulf mengangguk saja lalu melebarkan pintu.

"Mm... Kak Mew kenapa tidak mengabari dulu? Untung aku tidak kemana-mana. Tapi aku belum mandi," kata Gulf canggung.

Inginnya ia memaki Mew yang menghilang berhari-hari tapi justru ia tak tahu bagaimana cara mulai memarahi pria itu.

Melihatnya berdiri lagi di depan pintunya saja sudah membuatnya senang bukan main.

"Aku merindukanmu," bisik Mew tepat di telinga Gulf. Ia tidak peduli Gulf sudah mandi atau tidak, atau kenapa ia datang tiba-tiba.

Hal pertama yang ia lakukan adalah memeluk Gulf dengan durasi cukup lama. Menghirup leher Gulf seakan disana ada aroma yang amat sangat ia rindu.

Memang nyatanya Mew rindu.

"Dua minggu, kak. Aku rasa kak Mew tidak punya waktu untuk merindukanku sebagai pengantin baru." Sahut Gulf.

Ia tidak merajuk. Ia benar-benar berpikir Mew tidak menghubunginya karena memang ia sibuk dengan Vije dan keluarga besarnya.

Mungkin juga dengan ranjangnya.

"Aku tahu aku keterlaluan, tapi kupikir kita butuh waktu untuk sama-sama tenang. Aku ingin menanyakan sekali lagi padamu, apa kamu benar tidak masalah berhubungan dengan pria yang sudah menikah,tapi aku rasa aku tidak perlu bertanya melihat Rekasimu ketika membuka pintu tadi," tutur Mew.

Gulf melepaskan pelukan mereka.

"Jangan terus-menerus mengingatkanku kalau kakak sudah menikah. Buat seolah kakak lajang ketika bersamaku." Pinta Gulf serius.

Mew mengangguk.

"Baiklah... Kita tidak akan membicarakan Vije dan semua yang berhubungan dengannya kecuali kamu yang tanya."

"Gulf, aku rindu...."

Kali itu leher Gulf bukan lagi dihirup, tapi disesap.

Gulf tahu bagaimana mereka akan berakhir, tapi ada yang mengganjal pikirannya. Ia menahan tangan Mew yang mulas meremas bagian sensitif tubuhnya.

"Apa kakak tidak capek? Semalam pasti kak Mew dan kak Vije sudah melakukannya juga kan?"

Mew tersenyum geli.

"Kamu baru saja bilang tidak ingin membicarakan Vije atau pernikahanku." Ucap Mew.

"Jadi kakak sudah melakukannya dengan kak Vije?" Gulf memastikan.

Ia tahu ia tidak berhak kecewa. Selain Mew memang sudah beristri, Gulf juga merasa curang kalau Mew tidak boleh menyentuh orang lain sedangkan ia sendiri lupa hitungan para gadis yang ia tiduri.

"Yang penting tidak ada anak kan?" Goda Mew.

Gulf memalingkan muka.

"Aku bercanda. Tenang saja sayang, mungkin beberapa waktu ke depan kamu bisa sedikit lega karena kami sepakat tidak akan melakukan hal-hal intim sebelum kami benar-benar saling mencintai. Dia sangat pengertian dan tak banyak menuntut," jelas Mew.

Kenapa bagian mereka belum pernah melakukan hal itu jadi tidak menarik, justru bagaimana Mew memuji istrinya membuat Gulf panas?

"Mungkin aku bisa menjadikan impoten sebagai alasan untuk bercerai. Tapi sekarang masih terlalu dini. Aku ingin menunggu sampai dia yang memutuskan untuk membuangku."

"Kak Mew sepertinya mulai menyukai kak Vije," kali itu Gulf benar merajuk. Ia cemburu memikirkan Mew takut melukai Vije yang baik.

"Ayolah... Aku tidak ingin bertengkar. Aku benar-benar rindu. Aku berusaha keras menahan diri sampai hari ini..." Ganti Mew yang merengek.

Gulf mengalah. Ia juga tidak mau ribut dengan Mew setelah hari-hari berat mereka lalui. Dan bolehkah ia merasa lega karena Mew belum menyentuh Vije?

Rindu mereka tertuang dalam sentuh yang teramat intim dengan durasi yang lebih panjang karena mereka saling menciumi lebih lama, seperti ingin berpuas diri sebelum mereka kembali pada kenyataan bahwa mereka tidak bisa bertemu sesuka hati  lagi.

"Kak Mew masih gemetar," Gulf yang terengah berusaha menenangkan Mew dengan mengusap lengannya.

Ia terkejut Mew gemetar dan mencengram pinggang Gulf terlalu keras sampai Gulf yakin, Mew meninggalkan bekas goresan dari kukunya yang terbenam disana ketika mencapai pelepasannya.

"Aku melewati puasa terpanjangku tanpa masturbasi, Gulf. Dua minggu. Untuk membuktikan padamu kalau aku benar-benar tidak tidur dengan Vije." Ucap Mew di sela nafas cepatnya.

Mau tak mau Gulf terharu.

Sebagai sesama laki-laki Gulf bisa memahami kesulitannya. Apalagi Mew punya kebutuhan seks yang  cukup sering setelah Gulf bersamanya beberapa bulan terakhir.

"Tidak usah begitu lagi. Aku tidak akan bertanya soal itu setelah ini. Kakak tidur dengan dia atau tidak, yang penting jangan sampai kak Mew punya anak darinya."

Mew tertawa sekilas.

"Jadi sekarang aku boleh selingkuh darimu?"

"Aku berusaha baik jadi jangan merusak moodku, kak!"

"Hahahahaha... Kamu menggemaskan kalau sedang merajuk begitu," ucap Mew seraya mencubit pipi Gulf dan menciuminya tanpa ampun.

Baik Mew ataupun Gulf memang tidak tahu apa yang akan datang pada mereka di kemudian hari. Bisa saja hal buruk, namun tidak mustahil hanya hal baik yang akan terjadi.

Untuk saat itu, yang mereka tahu hanya mereka harus berusaha bersembunyi sebaik mungkin, hingga satu saat mereka akan terbebas dari belenggu norma yang mengikat dan menarik mereka untuk saling menjauh.

Dua anak manusia itu tidak tahu, bahwa hal terjahat yang bisa memisahkan mereka bukan yang datang dari luar sana, tapi dari diri mereka sendiri.

AILEEN (sang Jalan Pulang)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang