03. Tanah Keajaiban

25 4 0
                                    

Hening..

Hanya itu yang di rasakan oleh Dirga. Dunia berputar di kepalanya sekian menit hingga ia terbangun karena mendengar suara gaduh, namun ia hanya termenung dalam diam lantaran mengetahui bahwa dirinya berada di sebuah pondok.

Dengan kondisi kepala yang pusing dan pandangan yang sayu, Dirga mengejapkan mata ssmbari merapihkan rambutnya dan berusaha mengingat apa yang baru saja terjadi.

Tanah seolah bergetar saat ia mencoba bangkit, Dirga tak mampu menopang dirinya sendiri. Yang ia ketahui hanya potongan kejadian sesaat sebelum cahaya cincin itu menenggelamkannya. Potongan kejadian itu hanya lewat di kepala, sekilas dan semakin kabur bak angin yang lewat begitu saja.

Kini mengetahui dirinya menggenakan pakaian sutra dan terbangun di sebuah pondok tentu sangat aneh. Namun Dirga tak ambil pusing karena hanya akan menambah beban  di kepalanya.

Ia mengalihkan arah pandangnya ke sekitar, mengamati pondok sejenak hingga muncul sedikit rasa kagum dengan arsitektur apik yang menghiasi pilar serta dinding.

"Kapan aku datang ke tempat ini? Dimana aku?" batinnya sembari menaikkan alis.

"Ah, Pasti karena cincin sialan ini! Tunggu.. ini aneh" Dirga mencoba melepaskan cincin tersebut namun gagal, wajah yang kebingungan kini tampak gusar.

"Mengapa.. Mengapa benda sial ini tak mau pergi dariku, aghh" rasa putus asa mulai datang ketika usaha yang ia lakukan sama sekali tidak berhasil, cincin itu tetap pada tempat yang sama.

Hari itu merupakan musim gugur dan daun mulai berjatuhan di Hannover yang tenang, sebuah kota kecil di pinggir danau. Dirga melihat dua penyihir kembar sedang membahas hal yang nampak serius. Mereka adalah Arkan dan Aslan Williams.

Meskipun kembar, itu tak merubah keadaan bahwa mereka adalah saudara yang saling bertolak belakang.

"Aku menemukannya di danau, dan aku menyelamatkannya. Hanya itu"

"Tapi kita tidak tau siapa dia, cobalah untuk menemukan identitasnya. Siapa tahu anak itu berasal dari Hida"

"Nanti saja, akan aku lakukan ketika ia tersadar dari pingsannya. Lagipula ayah dan ibu tidak keberatan dengan keberadaannya, biarkan saja" raut wajah Aslan berubah setelah pembicaraannya dengan sang adik.

Sementara itu. Dirga, orang yang mereka bicarakan pun tengah asik memperhatikan keributan yang terjadi jauh di depan matanya. Meski ia tak mendengarnya dengan jelas.

Anak kembar memasuki pondok setelah menyelesaikan pembicaraan. Aslan menutup pintu kemudian beranjak dan mendapati bahwa Dirga sudah tersadar dari tidurnya.

"T-tempat apa ini, dimana aku berada?" tanya Dirga dengan ragu pada si kembar.

"Aku Arkhan dan dia kakakku, Aslan. siapa namamu?" ucap Arkhan yang bertanya kembali alih-alih menjawab pertanyaan yang ia ajukan.

"Namaku Dirga" jawabnya dengan singkat. Dua penyihir yang tak dikenal sebelumnya, kini menjadi teman baru sekaligus teman pertamanya di Atlastica.

Kreekk...

Terdengar suara pintu reot terbuka sesaat setelah Dirga memperkenalkan dirinya. Seorang wanita paruh baya membawa sekantong bahan makanan, di susul oleh pria tua yang turut serta membantunya. Mereka adalah Sarah dan Tom, orang tua dari Williams bersaudara.

"Senang bertemu denganmu juga, Dirga. Makan ini dan mari kuhidangkan sarapan untukmu" ucap Sarah dengan senyum di wajahnya.

"Arkhan, ayah butuh bantuanmu di belakang, urus para ayam dan babi itu"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 06, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ATLASTICATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang