Winter yang baru saja bangun dari tidurnya menyadari bahwa Ben tidak ada di sampingnya. Winter berasumsi Ben sedang membeli sarapan meskipun ini sudah bukan jamnya sarapan lagi, yah mungkin untuk makan siang.
Wanita itu mengikat setengah bagian rambutnya sebelum akhirnya memutuskan untuk merapikan kamar. Sebenarnya pada dasarnya kamar Ben sudah rapi, tidak ada yang perlu dirapikan lagi selain kasur. Hanya saja Winter membuka jendela agar udara bisa masuk ke dalam kamar Ben yang sekarang menjadi kamar mereka berdua. Tidak lupa juga Winter mengisi makanan dan air minum Hatori. Nuri itu tampaknya sudah mulai menerima kehadiran Winter di kamar. Ia berhenti mengatakan hal buruk yang membuat Winter emosi.
"Terima kasih Winto~" ucap Hatori dengan nada bicara akhir yang selalu ditinggikan.
"Sama-sama," balas Winter.
Winter hendak mencuci kanebo yang ia gunakan untuk mengelap kaca sekalian mencuci muka dan gosok gigi. Pagi ini sangat dingin, mustahil Winter mandi di hari yang membuatnya membalut diri dengan 2 lapis selimut. Winter mengeringkan wajahnya dengan tissue wajah kemudian membuangnya di tempat sampah.
Secara tidak sengaja matanya menangkap beberapa buntalan tissue dengan bercak merah yang seperti sengaja ditimpa dengan tumpukan tissue bersih agar tidak terlihat. Untuk memastikan bahwa dugaannya benar, Winter mengeluarkan isi semua tempat sampah yang masih terisi seperempatnya itu. Winter bukan tipe orang yang jijik dengan hal kotor, jadi wanita itu tidak masalah jika hanya harus mengeruk sampah.
Dugaannya benar, bercak di tissue itu adalah bercak darah. Bercaknya memang seperti bekas lap mimisan. Tapi bagi Winter itu terlalu banyak untuk orang yang mimisan. Lagipula jika memang mimisan apa mungkin bisa menghabiskan hampir setengah kotak tissue? Itu lebih ke mimisan yang tidak wajar. Entah hal itu tidak wajar atau Winter yang mainnya kurang jauh.
Tok tok,
ketukan pintu dinotis oleh Winter. Segera, wanita itu membersihkan kekacauan yang dibuatnya kemudian bergegas membukakan pintu. Bukan Ben yang Winter temukan melainkan Lizzia.
"Hai Win, maaf ya gue ganggu pagi-pagi," ucap perempuan itu sembari memamerkan senyum lebarnya.
"Gapapa, kenapa Zi?"
"Em, gini.. ada yang mau gue omongin sama lo. Ngomong-ngomong, Ben ada?"
"Ga ada dari gue bangun. Kayanya lagi cari makan atau jalan pagi. Sini masuk, keren banget lo bisa nemu kamar ini padahal lo cuma liat dokumen nikah gue sama Ben doang," ujar Winter.
"Hahaha, gue tuh pinter nginget alamat orang. Makanya tiati sama gue. Nanti gue culik lo," gurau Lizzia disertai tawa kecilnya.
"Mau minum apa Zi?"
"Waduuhh Mrs. Grimes, jangan repot-repot. Gue bawain boba buat lo, tadi beli di jalan ada promo beli satu gratis satu."
Lizzia menjelaskan bagaimana dia sempat tersesat ketika berusaha menemukan alamat tempat Winter dan Ben tinggal karena ini pertama kalinya Lizzia tau jika alamat Winter dan Ben ada disini. Selama perempuan itu berceloteh, mata Winter masih terpaku pada tempat sampah di dalam kamar mandi. Entahlah, firasat Winter mengatakan sesuatu sedang terjadi pada suaminya. Dan sesuatu itu bukan hal yang baik.
Lizzia yang merasa terabaikan lantas mendesis pelan, "woi temen lo lagi ngomong ini," tegur Lizzia.
"Oh, sorry. Gue emang lagi agak ga fokus, baru bangun," jelas Winter.
"Lo mau ngomongin apaan selain cerita lo nemuin kamar ini?" lanjut Winter bertanya.
Lizzia terdiam sejenak. Perempuan itu kembali memutar otak. Apakah keputusannya memberitahu Winter tentang kondisi Ben adalah benar? Mereka baru saja menikah kemarin. Winter jelas akan merasa terpukul jika mengetahui ini lebih cepat dan bukan melalui pengakuan Ben langsung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Snow White and Her Sunshine
Teen Fiction"A beautiful life, Winter, when a snow is melted by the sun."