PROLOG.

7 1 0
                                    

Tidak punya seseorang yang dihubungi ketika terluka, dan dicari ketika ketakutan. Keluarga nya utuh namun berantakan.

Asterianie Aurora namanya, ia tidak punya siapa siapa untuk dijadikan tempat pulang. Hanya punya dirinya sendiri. Aurora benar benar kesepian. Menjadi anak kedua dari tiga bersaudara, membuat nya harus mengalah dengan sang adik, dan harus memahami sang kakak. Kedua orang tua nya merantau ke luar kota sejak 3 tahun lalu, sibuk mencari uang. Tidak seperti ketika ia masih kecil, kedua orang tuanya sudah tak memberi nya kasih sayang dengan cukup layak nya orang tua pada umumnya.

Juga, Aurora tidak tahu bagaimana definisi rumah yang sebenarnya. Yang Aurora hanya tahu, dia memiliki rumah untuk pulang, berteduh dan tidur. Selebihnya, Aurora tidak menemukan definisi rumah yang sebagaimana mestinya bisa digunakan untuk mengaduh, dan berkeluh-kesah.

'Gapapa, aku bisa mengobati luka ku sendiri, aku bisa beranjak dari tempat tidur ku, dan mencari letak dimana obat, atau apapun yang bisa menyembuhkan diriku. Pasti, aku bisa melakukan nya. Aku ga butuh siapapun.' Aurora selalu mengucapkan hal tersebut.

Padahal ditengah malam, selalu terdengar suara-suara kecil sebuah tangisan dari kamar nya. Namun ketika dipagi hari, Ia seketika berubah menjadi perempuan sok mandiri. Berusaha melakukan semuanya dengan mengandalkan diri sendiri, tanpa berani merepotkan orang lain. Aurora berpikir, 'Aku memang pada dasarnya sudah ditakdirkan untuk selalu sendirian, dan ditinggalkan.'

Aurora itu sosok yang tak bisa ditebak. Dia selalu terlihat ceria ketika berada disekolah, namun berbeda 180 derajat dengan dirinya ketika dirumah. Aurora sering kali menyakiti dirinya sendiri, biar tahu diri katanya.

Dia selalu menyembunyikan semua lukanya, tak membiarkan siapapun tahu.

..

Cerita ini akan menceritakan tentang Aurora yang tumbuh dari luka. Jiwa dan batinnya teriris oleh seribu trauma. Disepinya malam, kepalanya riuh akan banyaknya asa. Ia menangis tanpa adanya suara. Sakit, itulah yang selalu dirasakan-nya. Aurora tak berani bersuara akan kerasnya dunia, tak berani berbuat apa-apa, hingga terpendam sendiri pada akhirnya.

Waktu membawanya beranjak dewasa dengan kecepatan cahaya. Memaksa untuk memahami bagaimana ketidakadilan dunia. Memaksanya untuk memahami kerasnya alur hidup yang sudah tertulis untuknya.

Berharap ia akan terus kuat nantinya. Menerima semuanya dengan lapang dada. Mengikhlaskan apa yang tidak ditakdirkan untuknya. Dan tidak bosan tuk mempelajari apa arti sebenarnya dari dunia.

Sayangnya, cerita ini tidak hanya menceritakan tentang Aurora. Tetapi juga ikut menceritakan sosok lelaki yang menawarkan dirinya sendiri tuk menjadi 'rumah' kepada Aurora. Akankah Aurora mengizinkan sang lelaki tuk masuk dan mengusik kehidupan sepinya? Membiarkan ia menata kembali hatinya yang telah hancur berkeping-keping dan berserakan, atau malah hanya membuat luka nya terbuka & tergores kembali?

Sebab, kenyataan pahit nya adalah, 'im not ready to falling in love again' begitu kata Aurora. Mau dicoba segimanapun, mau didobrak sekencang apapun, dia selalu merasa tak akan siap dan bertekad tuk tetap diposisi nya. Alasannya bukan karena orang lain, alasannya ialah dirinya sendiri. Aurora belum merasa cukup untuk orang lain.



Asterianie.

RUMAH.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang