Sore itu rinai hujan menyapa kedatangan gadis cantik berponi. Matanya tampak memerah, jejak air mata terlihat di sudut sana; yang lain memperhatikan, selain karena imut dan pipinya yang chubby, mereka penasaran akan asal-usul sang gadis.
"Dia yatim-piatu, orangtuanya korban tabrak lari. Gak punya sanak saudara juga, jadi kami harap dia bisa tinggal dengan layak di sini."
Obrolan para orang dewasa itu terdengar samar-samar oleh sang gadis. Wajahnya tampak menunduk. Apalagi melihat banyak anak sedang mengintipnya sekarang.
"Namanya, Kiana. Dia anak baik, semoga dia diterima di sini, ya."
Setelah obrolan tadi, gadis bernama Kiana itu diajak masuk ke dalam. Diperkenalkan oleh anak panti yang lainnya. Kebanyakan dari mereka lebih dewasa sedikit dari Kiana yang baru menginjak usia 13 tahun. Sisanya sekitar umur 7 sampai 8 tahun. Ada juga yang masih bayi-digendong oleh salah satu dari mereka.
Kiana lalu dibawa ke ruangan yang disebut kamar. "Yah, karena tempat ini hampir penuh. Jadi kamu tidur di situ ya." Wanita paruh baya itu menunjuk kasur lantai yang tergulung dipojok dinding. "Kamu tidur di lantai, nanti saya kasih selimutnya."
Kiana hanya diam, bahkan semenjak kedatangannya kemari remaja itu hanya diam.
"Nanti saya bakal kasih kamu kertas yang isinya jadwal. Jadwal untuk bersih-bersih, makan, nyuci dan masak. Kamu bawa baju?"
Kiana menggeleng samar, dia hanya punya baju yang dipakai saja. Setelah rumahnya dijual untuk melunasi hutang orangtuanya, entah ke mana perginya pakaian dia.
"Hmm, ya udah, nanti saya carikan di gudang. Siapa tahu masih ada. Sekarang kamu rapikan saja tempat tidurnya, setelah itu ke gudang," perintah Ibu panti bernama Anita itu.
Kepergian Bu Anita diikuti oleh anak-anak panti yang tadi mengikuti, ada perasaan sedikit lega di hati Kiana. Setidaknya ada waktu untuk sendiri, walau hanya sebentar.
***
"Ini, mungkin ada beberapa baju yang masih layak pakai buat kamu."
Kiana menunduk menatap plastik berisi pakaian dan lalu mengangguk seraya berkata, "Terima kasih."
Bu Anita lalu pergi, meninggalkan Kiana di gudang sendiri. Gadis itu duduk di lantai untuk membuka ikatan plastik, wajahnya yang semula tanpa ekspresi kini tersenyum samar saat melihat baju-baju itu.
Ini masih bagus kok, kenapa gak ada yang pakai?
Memang modelnya jadul dan ketinggalan zaman, tetapi Kiana menyukainya. Dia pun mengambil beberapa baju yang masih muat, setelah itu merapikannya kembali ke plastik dan menaruhnya ke tempat semula.
Kiana lalu pergi, baju-baju di tangannya mungkin perlu dicuci dulu karena berdebu. Alhasil, di malam yang dingin karena gerimis masih mengguyur pun Kiana mencuci bajunya itu.
Tak menggunakan mesin cuci karena katanya hemat listrik, entahlah. Tapi, tak apa. Toh, Kiana sudah terbiasa mencuci menggunakan tangan.
***
Di usia yang menginjak 13 tahun ini Kiana sudah kelas 2 SMP, dia senang karena sebentar lagi naik kelas ke kelas tiga.
Kiana selalu tak sabar dalam menghadapi ujian, dia selalu bersemangat. Namun, kali ini terasa berbeda. Ulangan tengah semester yang akan diadakan Minggu depan itu mengharuskannya untuk membayar sebesar seratus ribu. Bu Anita bilang dia tidak punya uang, katanya Kiana suruh meminta tempo ke sekolah agar bisa ikut ulangan.
Namun, dalam hati Kiana enggan melakukan itu. Dia tidak pernah telat bayar ulangan apalagi meminta tempo untuk melunasi. Kiana selalu menabung uang yang diberikan oleh orangtuanya. Dan sekarang tentu saja tak ada lagi yang memberikan uang saku-semenjak dia di panti pun tak ada yang memberinya uang saku-Kiana bisa makan saja sudah Alhamdulillah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Complicated Love 2020 ✓ | Tanpa Revisi
Romance[COMPLETED] #Brother & Sister Series: Noah Rivera Kiana Gerbera hanyalah anak yatim piatu miskin, yang berharap takdir akan membawanya dalam kebahagiaan. ©️ by theycallmewriter ditulis: 2020 selesai: 17/07/21