1. Fuck What They Think

958 52 3
                                    

Saat mata-mata memandang penuh takjub disitulah ada satu yang menatap nanar akan banyak tulisnya matematis yang tertera pada papan tulis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Saat mata-mata memandang penuh takjub disitulah ada satu yang menatap nanar akan banyak tulisnya matematis yang tertera pada papan tulis.

Saat semua netra menatap penuh daulat, pastilah Haruto yang menatap penuh tak minat.

Muak. Haruto muak dengan seluruh proyek kerja yang dibuat oleh budak korporat kuno, Jeongwoo.

Sistematis dan terorganisir memang yang dia gadangkan dan dia juarakan. Tapi, tidaklah mungkin di masa kini yang penuh akan kejutan masihlah harus bertindak sistematis. Jika bisa berleha-leha dan tetap santai kenapa tidak.

"Gue muak deh sama proker lo."

Haruto melempar kertas selembaran yang Jeongwoo berikan sebelum presentasinya di depan rekan satu kantor.

Rekan yang lain menatap Jeongwoo iba dan berganti menatap si pelempar dengan takut. Oh omong-omong Haruto manager di sini. Tidak salah jika dia menolak Jeongwoo. Namun, kelakuannya itu. Di luar nalar seorang manager.

"Mohon izin, apa saya boleh melanjutkan tentang proker saya, pak? Kebetulan belum selesai saya menjelaskannya."

"Terserah lo deh." Haruto berdiri, netra obsidiannya bertabrak dengan mata tajam serigala Jeongwoo.

Haruto menghela nafas panjang, "Jinni, tolong tulisin ringkasannya ya, gue cabut."

Haruto keluar dengan pintu yang dia banting. Ruangan canggung dengan suara denting jam begitu nyaring. Dan begitulah akhir dari rapat pertama di hari Senin yang sudah Jeongwoo prediksi.

Jeongwoo sudah mengantisipasi akan kelakuan atasannya yang begitu menabur kebencian kepadanya.

Entah apa yang dipikirkan oleh lelaki itu, tapi seharusnya orang seperti Jeongwoo yang dia pun sadar diri tak seberapa, sederhana, tidak ada menariknya, selera pakaian rendah layaknya kakek-kakek, lebih pantas untuk dikasihani daripada dibenci.

"Mas Jeongwoo gapapa kan?" Rei yang kebetulan sebagai moderator rapat pun bertanya.

Jeongwoo menganggukan kepalanya masih memasang wajah datar. "Baiklah, saya mohon maaf atas suasana yang saya berikan. Saya di sini hanya rekan anda semua, jika anda tidak mau mendengarkan atas presentasi saya, saya silakan anda untuk keluar. Saya mohon maaf atas monotonnya proyek saya."

Suaranya begitu lantang dan tegas. Semua di dalam ruangan lantas menengok satu sama lain. Sullyoon melirik Minji, Minji melirik Sullyoon. Mereka berdua tahu, tidak mungkin ada yang keluar.

Kapan lagi bisa mendengarkan Jeongwoo berbicara banyak selain di presentasi. Dan memang terbukti yang kedua perempuan itu pikirkan. Semua orang di kantor berada di tempat duduknya masing-masing. Ada satu bangku kosong, itu pun milik atasan mereka, Haruto.

Jeongwoo menjelaskan presentasinya dengan lancar dan mudah. Sesi tanya jawab dimulai dan Jinni lah memulai kuasanya untuk bertanya sedemikian rinci terkait akan proker kantor milik Park Jeongwoo. Untungnya Jeongwoo dapat menjawab dan memperoleh tepuk tangan dan anggukan mantap dari semuanya.

Antusias di kantor pun menjadi naik karena pertanyaan konyol dari Hanni datang, "Apa bapak punya pacar?"

Semua mata tertuju pada Jeongwoo, Jeongwoo sendiri menggeleng dan membereskan kertasnya. Hanni terkekeh gemas.

"Yeee eloo kocak banget si Hann pertanyaannya."

"Hahaha."

Jeongwoo masih berkutat dengan kertas dan mulai berjalan untuk duduk di bangkunya yang tidak jauh dari tempat duduk Haruto yang kosong.

Jeongwoo tahu jika dia memang bahan candaan dan sering diperlakukan seperti itu. Pertanyaan retoris Hanni dan celetukannya memang mengundang perhatian.

Akan tetapi, wira itu tidak akan peduli pada mereka. Rekan satu kandang hanyalah satu kadang. Jeongwoo tidak sama sekali pernah memakai hati dan pusing. Dia tahu diri.

Dia menjadi olok-olokan sudahlah hal yang biasa. Memang Jeongwoo tidak begitu tampan jika dibandingkan oleh rekan yang lain. Jungwon, Doha, Haemin, atau dengan duo manager muda di kantor, Haruto dan Junghwan.

Dia juga tidak begitu menarik akan pakaian yang dia kenakan di kantor.

Namun, entahlah. wajah tanpa ekspresi dan seakan tidak punya emosi ketika berinteraksi, dingin, sekaligus cuek itu malah justru menjadi tingkat atraktif bagi beberapa perempuan di kantor mereka.

Haruto kembali ke ruang rapat. Entah darimana, dia terlihat tersenyum bangga. Kali ini dia senang bukan main karena telah lega meretas singkat gawai genggam dan membalas pesan secara acak di aplikasi kencan buta milk Junghwan.

Aku mau ketemu kamu. Aku sudah siap dan mau manja-manja sama kamu.

Begitulah balasan yang Haruto ketik. Semoga Junghwan tidak marah.

 Semoga Junghwan tidak marah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


My first book guys. Hiks. Hope you all like it. <3333333

Jangan lupa comment and tap the star button. Ily all. 🌟😋





Subordinate Collide ||  jeongharuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang