His Anger

164 13 1
                                    

Benda persegi tergeletak di atas meja. Kepalanya tertunduk lemas beralaskan meja kayu di tepi ruangan. Tubuh mungil yang sedikit bergetar menandakan bahwa ia sedang terisak.

Gagal sudah. Usahanya sia-sia. Bukan ini yang diinginkannya. Hatinya mengutuk pada pepatah hasil tidak pernah menghianati usaha. Upayanya selama seminggu penuh hancur begitu saja akibat 'ketidak-sengajaan' yang dilakukan oleh orang yang tidak bertanggung jawab.

File tugas presentasi lenyap begitu saja. Hanya tersisa salinan berupa rancangan yang belum tertata.

Dirematnya ujung rok sekolah itu hingga buku jarinya memutih. Kesal, namun ia sendiri bingung harus bagaimana. Menyalahkan hanyalah hal yang sia-sia. Mengulang kembali tak akan membuat hatinya puas.

Sang pembimbing telah memberinya keringanan, namun tak ada yang bisa menyembuhkan rasa kecewa yang teramat tinggi. Bisa saja hari ini ia selesaikan dengan rancangan yang ada, namun bisakah kalian bayangkan pekerjaan yang kalian kerjakan dengan penuh usaha harus tergantikan dengan sesuatu yang tergesa-gesa?

Tidakkah hati kalian merasa kesal dan kecewa?

Ditengah tangis akibat kekecewaan, indranya menangkap suara berisik dari koridor. Sebuah gebrakan dari arah pintu menuju ke ruangan tempatnya tertunduk. Seseorang terlempar ke dalam kelas. Perkelahian? Oh ya tuhan tidak bisakah ia tenang untuk sementara?

"LAKUKAN ATAU KU PATAHKAN LENGAN DAN KAKIMU?"

Suara itu, tidak salah lagi. Satu-satunya suara yang selalu mengisi hari-hari (y/n) belakangan ini. Namun suara itu sedikit berbeda. Amarah bercampur di dalamnya. Seperti singa yang direbut daerah kuasanya, mengaum memecah sunyi di dalam hutan belantara.

"Kak.." dengan sisa air mata dan sedikit keberanian di dalam dirinya, (y/n) berusaha mempertanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Mengapa sang pujaan hati sampai mengamuk separah ini.

"Dia 'kan? Orang ini yang telah menyebabkan masalah besar padamu, bukan bigitu?" Gebrakan kembali terdengar. Meja di depannya nyaris terlempar akibat tendangan penuh energi dari Baji.

"Siapa yang.."

"Kau tak perlu tau soal itu! Kau! Baj*ngan busuk yang tak tahu rasa bersalah. Lakukan apa yang aku perintahkan dasar pengecut!" Teriakan itu mengundang atensi banyak orang. Upaya (y/n) untuk menghentikannya pun sia-sia saja.

"Ada apa ini, Keisuke? Apa yang kau lakukan?" Ah sial. Mengapa masalah selalu saja datang seperti ini? Beruntun bak hujan di tengah badai.

"Saya hanya memberinya pelajaran, Pak. Maaf jika cara saya sedikit kasar, tapi orang ini melarikan diri dari kesalahan yang diperbuatnya. Dia lepas tangan begitu saja setelah menghapus tugas milik (y/n)." Untuk seukuran siswa bermasalah, tutur katanya saat berbicara pada orang yang lebih tua begitu sopan. Setidaknya (y/n) tahu ada sosok perempuan hebat yang mendidiknya dengan cukup baik.

"Masalah seperti ini seharusnya tidak usah sampai diperpanjang apa lagi sampai membuat keributan di sekolah, sekarang kalian semua kembali ke kelas masing-masing!"

"Huh? Mohon maaf, pak. Tapi saya tidak setuju dengan membiarkannya terbebas dari tanggung jawab. Apakah kalian tahu seniat apa (y/n) saat mengerjakan tugas itu? Apakan kalian semua tahu apa yang terjadi saat (y/n) mengerjakannya? Dia telah melakukan banyak hal demi tugas ini. Ada sesuatu yang ingin dicapainya melalui tugas ini dan orang ini dengan tak tahu malu menghilangkan dan membiarkannya begitu saja tanpa rasa bersalah dan tanggung jawab."

Ah benar. Tugas itu adalah tugas dengan pengaruh yang cukup besar terhadap nilainya. Dan kini segalanya tinggal angan-angan saja.

"Ku tanya pada kalian semua, menurut kalian apakah kalian akan diam saja ketika tugas yang telah susah payah kalian kerjakan lenyap begitu saja seperti ini?" Ditunjuknya satu-satu siswa yang menonton pertengkaran itu.

Suara baji mengaum di ruangan itu. Bahkan guru pun tak berani angkat suara.

"Hey kau! Kuminta sekali lagi padamu, kerjakan semua tugas yang kau hilangkan itu. Tak boleh ada sedikitpun kesalahan yang terjadi!" Baji tunjuk orang itu dengan penuh emosi dan penekanan.

"B-baik." Tak ada pilihan lain, orang itu mau-tidak mau menuruti perkataan Baji. Takut-takut jika tulang kakinya benar-benar patah ditangan baji. Namun (y/n) yakin, baji tak mungkin berani lakukan itu kecuali dalam keadaan mendesak dan berbahaya. (y/n) tahu jelas baji hanya menggertak demi dirinya.

°°°

Jam pelajaran telah berakhir, saatnya semua orang kembali ke rumah masing-masing.

Hari ini juga (y/n) harus mulai mengerjakan tugasnya kembali. Helaan nafas terdengar, menciptakan kepulan asap tipis akibat perbedaan suhu antara nafasnya dan udara luar.

(y/n) pergi ke perpustakaan umum di pinggiran kota, setidaknya ia bisa menenangkan diri sembari mengagumi arsitektur indah yang tertata apik.

10 menit lalu orang itu menawarinya bantuan atas rasa bersalahnya karena telah menghilangkan tugas (y/n). Namun (y/n) menolaknya. Sesuatu yang tidak dikerjakannya sendiri tak akan membuatnya puas.

(y/n) hanya akan memanggilnya ketika ia membutuhkan sesuatu. Sudahlah, bukannya hal yang sudah berlalu tidak perlu diungkit kembali?

"Apa orang itu tidak mau membantumu? Perlu ku banting tubuhnya sampai remuk?" (y/n) terkejut. Suara berat baji mengganggu konsentrasinya. Jantungnya berhenti sepersekian detik akibat ulah kekasihnya.

"Apa yang-- Hei hentikanhh." Sebuah roti isi menyumpal mulutnya dengan paksa. Pria jangkung disebelahnya ini nyaris membunuhnya.

"Kau perlu makan! Jangan paksakan derimu seperti sebelumnya, aku tidak suka!" Baji jatuhkan setengah tubuhnya di atas meja, meregangkan tubuhnya dari kegiatan hari ini yang cukup melelahkan.

"Bukankah seharusnya tidak boleh membawa makanan kemari?" (y/n) katakan itu sembari mengunyah sisa roti di dalam mulutnya.

"Oh itu.. Aku berjanji pada penjaga perpustakaan, aku akan membersihkan remahnya nanti. Hari ini aku akan menjadi asistenmu." (y/n) tak habis pikir, bagaimana bisa orang seperti dia mendapat ijin dengan mudahnya.

"Jangan banyak berulah selama aku kerjakan tugasku, mengerti?"

"Baiklah! Tapi, tolong jangan paksakan dirimu. Aku tidak mau kau sampai jatuh sakit karena ini."

Wajahnya bertumpu bada telapak tangan, matanya sendu, khawatir jika kalau saja (y/n) jatuh sakit karena terlalu memaksakan dirinya.

Sisi Baji yang seperti inilah yang selalu (y/n) suka. Terkadang Baji terlihat begitu lemah jika bersamanya. Sisi lembut yang akan selalu membuat hati (y/n) menghangat dan melupakan rasa lelahnya seharian ini.

"Oh iya! Aku meninggalkan motorku di sekolah karna mengikutimu kemari."

"....."

"....."

"HAH??"

Ah lupakan, Baji tetaplah Baji. Dia itu setengah gila.

-Neichi

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 22, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Boyfriend Baji Keisuke [Semi Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang