•2

254 59 0
                                    

Jea menarik kopernya dengan susah payah menuju lantai dua. Kata Cakra, Jeana akan menempati kamar dilantai dua bersebelahan dengan kamar Jefrano.

"Huhh... akhirnya nyampe. Om, ini sebelah beneran kamar Jefrano?" Tanya Jeana pada seorang bodyguard yang mengantarnya kelantai dua ini.

Bodyguard itu mengangguk singkat kemudian pamit pergi setelah memberitahu Jeana jika gadis itu butuh sesuatu atau mencari seseorang yang bisa dimintai tolong, Jeana bisa turun kelantai bawah disana ada beberapa bodyguard dan maid yang bisa dimintai tolong.

Jeana membuka pintu kamar barunya, sangat luas. Empat kali lipat lebih besar dari ukuran kamarnya sebelumnya saat masih tinggal bersama sang ayah. Ranjang Queen size dengan kasur empuk diatasnya, lemari besar berisi bermacam-macam pakaian, meja rias lengkap dengan peralatannya dan masih banyak lagi fasilitas mewah didalam kamar itu.

"Jadi orang kaya baru nih gue." Jeana menjatuhkan tubuhnya diatas kasur empuknya, tangan telentang mengusap-usap permukaan kasur yang sangat halus dan nyaman itu.

"Ya ampun nyaman banget."

"Kalau tau bakal begini, kenapa gak dari dulu aja ayah jual aku kan? Mulai sekarang hidup gue bergantung sama om Cakra."

Jeana menatap langit-langit kamar, matanya terpejam sesaat kemudian kembali terbuka.

"Jefrano ya?" Jeana tersenyum singkat. Beranjak dari kasur kemudian masuk kedalam kamar mandi, ia berniat membersihkan diri terlebih dahulu sebelum menemui Jefrano.

Jeana keluar dari dalam kamar mandi hanya menggunakan handuk yang melilit diatas dadanya sampai diatas lutut dan handuk kecil yang menutupi kepalanya dengan rambutnya yang basah.

Jeana berjalan kearah lemari, membuka pintu lemari berkaca itu kemudian meraih kemeja lengan pendek berwarna kuning dengan gambar beruang kecil dan sebuah celana pendek berwarna putih. Tak lupa mengambil dalaman juga, setelah itu Jeana kembali kedalam kamar mandi.

Selesai dengan acara berdandannya, Jeana memutuskan keluar kamar menuju kamar Jefrano.

Tok tok tok!

Jeana mengetuk pintu kayu dengan cukup kuat.

Tok tok tok.

"Iya, sebentar."

Terdengar suara seseorang menyahut dari dalam. Jeana dengan sabar menunggu Jefrano membukakan pintu kamarnya.

Pintu kayu itu terbuka lebar menampilkan perawakan seorang remaja laki-laki yang sangat tinggi mengenakan celana pendek berwarna hitam tanpa atasan.

Jeana terkejut, terkejut karena sosok remaja tampan didepannya juga terkejut karena laki-laki tampan itu hendak menutup kembali pintunya. Dengan gerakan cepat Jeana menahan pintu itu dengan memasukkan tangannya kedalam akibatnya jemarinya terjepit pintu.

"Awshhhh."

Bola mata Jefrano membola kaget, ia baru saja melukai seorang gadis.

"S-sorry gue gak bermaksud." Ucapnya gugup dari balik pintu. Jefrano hanya melonggarkan sedikit pintu itu tanpa berniat melihat kondisi gadis didepan pintu kamarnya.

Jeana menatap jari-jarinya yang memerah lalu menatap pintu kamar Jefrano yang hanya dibuka sedikit.

"Bisa buka pintunya lebih lebar? Meskipun tubuhku kecil tidak akan muat masuk dengan celah pintu sekecil itu." Ucap Jeana pelan.

"Tidak bisa."

"Kenapa?"

"Bukan urusanmu."

Jeana mempoutkan bibirnya "Tangan ku terluka gara-gara kamu. Kau tidak mau bertanggung jawab?"

"Turun ke lantai bawah, disana ada maid. Kau bisa minta tolong pada mereka untuk mengobati tangan mu."

"Tidak mau! Kau yang membuat luka kau juga yang harus menyembuhkannya." Jeana mendorong pintu itu paksa lalu masuk kedalam. Matanya tercengang melihat suasana kamar itu.

Jeana pikir kamarnya sudah yang paling luas ternyata kamar Jefrano dua kali lipat lebih luas dari ruang kamarnya yang berada disamping kamar Jefrano.

"Aku punya ini. Kau bisa mengobati tangan mu sendiri kan?" Jefrano datang membawa kotak p3k yang tersimpan didalam lemari kamarnya. Jefrano meletakkan kotak p3k itu diatas meja kemudian melangkah menuju tempat tidur.

"Tidak bisa. Mengobati luka itu harus menggunakan dua tangan, sedangkan tangan kiri ku yang terluka."

Jefrano mengacak rambutnya frustasi, siapa gadis ini? Kenapa tiba-tiba ada dirumahnya dan masuk kedalam kamarnya dengan seenak hati.

"Lo siapa sih? Kenapa tiba-tiba ada dirumah gue?"

"Wih bisa gaul juga ternyata. Lo tau gak? Lidah gue berasa keram ngucap aku kamu."

"Jawab pertanyaan gue." Ucap Jefrano datar.

"Lo tanya apa?"

"Keluar lo dari kamar gue sekarang juga."

Jeana terkekeh pelan, ia mendudukkan dirinya disofa yang ada didalam kamar Jefrano.

"Kenalin nama gue Mayara Jeana afshena, lo bisa panggil gue Jeana, Nana, sayang juga boleh." Kekehnya pelan "Kita seumuran tapi gue udah putus sekolah. Kenapa gue disini? Gue dijual ayah angkat gue ke om Cakra alias papa lo sendiri."

"Terus urusan lo ke kamar gue ngapain?"

"Kepo. Gue ada misi rahasia." Tawa Jeana lalu melangkah mendekati Jefrano. Melihat gadis aneh itu mendekat, reflek Jefrano menjauh.

Jeana mengernyit, ia semakin mendekat bahkan punggung Jefrano sudah menatap punggung ranjang.

"L-lo mau apa?"

"Mau minta pertanggungjawaban."

"Please menjauh dari gue."

"Gak mau."

"T-tolong pergi." Jefrano menarik selimut dibawah kakinya untuk menutupi seluruh tubuhnya.

"Gue cuma mau minta tolong obatin tangan gue. Kenapa Lo takut gitu?"

"Gak bisa. Lo minta tolong aja sama orang lain. Btw sorry udah bikin tangan Lo luka." Ucap Jefrano yang mana suaranya sedikit teredam karena pria itu menutup seluruh tubuhnya menggunakan selimut.

Jeana memilih mengalah, ia akan memikirkan cara lain supaya bisa lebih dekat dengan Jefrano dan membuat pria bangkit dari rasa takutnya terhadap perempuan.

--🍁🍁🍁--

Hai Terima kasih sudah membaca ceritaku.

Jangan lupa vote supaya aku semakin semangat buat lanjutin cerita ini heheh

BONDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang