chapter one

4 0 0
                                    

Happy Reading y'all!

Hujan tengah berlari larian gopoh sembari membawa beberapa tumpukan buku ditangannya. Ia terlambat, bel sudah berbunyi beberapa menit yang lalu.

Tak sengaja ia menabrak seseorang yang tengah menghalangi jalannya. Bukunya terlempar kemana-mana, sosok yang tengah berdiri didepannya pun menoleh ke arah belakang, lebih tepatnya ke arah 'Hujan'

Hujan langsung merapikan buku buku yang tengah berserakan dimana dimana, ia bukan tipe orang yang gampang marah.

Setelah merapikan buku buku tersebut, Hujan mendongak ke arah sosok yang menghalanginya tadi. Ia mengernyitkan dahinya, dan sosok yang sedang berdiri di hadapannya nampak tak asing di ingatan Hujan.
Namun, siapa?

Hujan tak peduli, ia langsung pergi meninggalkan sosok itu yang masih terdiam di koridor.

-

Tok tok.
“Maaf pak, saya terlambat. motor saya tadi mogok.”

Ia mengetuk pintu kelasnya dengan sopan, karna ia mengetahui jika sudah ada guru di dalam kelas.

“Baik, silahkan duduk.”

Jawab seorang pria paruh baya. “pak Adiwarna”

Hujan langsung duduk disebelah Larasati, atau bisa dipanggil Laras, teman sebangkunya. sekaligus sahabatnya, Hujan tipe orang yang berteman dengan siapa saja. Namun, tidak semua orang dapat Hujan jadikan sahabat.

“Tumben telat, biasanya dateng duluan?.”

Ucap Laras membuka obrolan, sembari menaik turunkan alisnya. Berharap mendapatkan jawaban dari Hujan.

“Motor gue mogok ras.”

Jawabnya malas.

Laras hanya menganggukkan kepalanya, ia bingung harus menjawabnya seperti apa lagi.

-

Bel istirahat sudah berdering nyaring. Perut Laras pun tak kalah nyaring bunyinya.

“Buset perut gue, cacingnya lagi ngereog woy.”

Ucapnya sembari mengelus elus perutnya yang kurus krempeng itu. Tak lupa ia memasukkan buku bukunya kedalam tasnya.

la langsung bergegas menuju kantin, Laras tak memperdulikan Hujan. Karna Hujan juga sering meninggalkan Laras begitu saja.

Hujan pun menyusul Laras ke kantin. Matanya menulusuri seluruh sudut kantin, mencari keberadaan si Laras. Ia melihat Laras tengah mengantre Bakso mang Didin favoritnya.

“Dorrr”

Niat Hujan mengejutkan Laras. Namun sialnya, kuah bakso tersebut mengenai rok Hujan. Sangat panas rasanya, Ia ingin menjerit. Namun mengapa mulutnya terasa bungkam dan kelu.

“Apaan si Ja, tuhkan jadi tumpah. Makanya, kalo bercanda gausah berlebihan.”

Omelnya sembari membersihkan kuah bakso tersebut yang mengenai rok Hujan.

“Maaf ras, gue sengaja.”

Ucapnya tak berdosa, sembari menunjukkan deretan gigi rapihnya tersebut.

“idih, malah pamer jigong”

“Yaudah, ayo duduk disana.”

Tunjuk Laras ke arah tempat yang sangat pojok. Jaraknya lumayan jauh dari tempat mereka saat ini. Namun apalah daya, karena itu tempat kosong satu-satunya. Hujan hanya mengekori Laras. Seperti induk dan anak ayam.

“Bentar ya, gue mau pesen bakso dulu. Kan tadi tumpah”

Ucap Laras tak suka, sembari mengulurkan tangannya. ia berharap Hujan mengganti baksonya, karna uang sakunya tak cukup untuk membeli semangkuk bakso lagi.

Hujan memutar bola matanya malas, ia langsung merogohi sakunya dan mengambil uang didalamnya.

“Nih”

Ucap Hujan memberikan selembar uang berwarna biru dan dengan sedikit memukul pelan tangan Laras.

Laras segera berlari menuju kedai mang Didin, ia tak mau kehabisan bakso. Ia sangat lapar sekarang.

-

Mereka memakan makanan yang sudah mereka pesan sebelumnya, sembari berbincang-bincang. Entah itu dari hal yang tak penting, hingga hal yang sangat tak penting.

Tak lama mereka mendengar jeritan jeritan histeris siswi siswi disini.

AAAAA, Ganteng banget kak.

Pacaran kak?.

Cocok banget jadi pacarku.

Apaan sih, pacar gue.

Teriak mereka bersaut-sautan.

Mengapa di seluruh kantin ini sangat heboh? Laras sangat kepo. Bagaimana dengan Hujan? ia tak kalah kepo, sembari menjinjit, mereka melihat apa yang dikerumuni mereka disini.

“Cogan Ja, Ganteng banget buset.”

“Ga ah, biasa aja. Kaya gitu kok ganteng”

Ucap Hujan enteng. Namun Laras tak setuju akan ucapan Hujan, ia mencubit lengan Hujan pelan. Dan membuat Hujan sedikit meringis kesakitan.

“GANTENG BANGET PADAHAL.”

Heboh Laras sembari meraba kantongnya dan mengotak atik ponselnya, ia segera membuka kamera. Benar, Laras akan mempotret dewa surga yang baru saja ia lihat dihadapannya saat ini.

Cekrekk

Ya Tuhan, Laras lupa mematikan flash. Ia sangat malu, kini ia mendapatkan tatapan dari semua orang seisi kantin ini.
Ada yang menertawai nya, bahkan ada yang menatapnya tak suka.

Siswa baru tersebut mengalihkan perhatiannya kearah flash yang menyorotinya. Ia tersenyum simpul, ia berjalan menghampiri Laras dan Hujan.

“PFTTT HAHAHAHAHA.”

Hujan berhasil tertawa lepas, sembari memegangi perutnya, ia tak tahan melihat wajah temannya yang tampak seperti orang kebingungan.

Perhatian sesisi kantin kembali ke siswa baru yang terlihat sangat tampan, bahkan ada beberapa siswi yang pingsan melihat ketampanannya.

Dia berjalan kearah Hujan.

Hujan segera menarik badannya mundur ketika siswa baru itu mencoba mendekatinya. ia teringat jelas, dia yang menghalangi jalannya tadi pagi.

“Bentar, lo yang tadi kan? yang ngehalangi jalan gue?.”

Tunjuk Hujan dan menatap matanya dengan intens. Ia kenal, siapa pemilik mata seperti ini. Dia 'Langit'

Hujan menggelengkan kepalanya,

Ga mungkin.

Seakan tahu isi pikiran Hujan, siswa baru itu menyahutkan suaranya.

“Hujan, Kamu masih inget aku kan? Aku Langit.”

Ia melihat Hujan dengan raut yang bahagia, tercampur sedih sedikit. Ia menunggu balasan orang yang ia ajak bicara sebelumnya, jika ia itu Hujan. Ia berjanji, akan memeluknya saat itu juga.

tbc.

Langit & HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang