Happy Reading y'all!
⊹
Iya, Hujan tahu itu Langit. Namun ia tak dapat menahan isaknya, air matanya segera turun membasahi pipi Hujan saat ini.
Hujan segera berlari meninggalkan Langit dan Laras. Ia tak ingin Langit berada di dekatnya saat ini, ia membenci Langit. Terlebih keluarganya.
Langit tahu itu Hujan, ia tak ingin menambah luka di hatinya. Ia lebih memilih tak mengejarnya untuk saat ini.
Padahal, ingin hati Langit datang kesini adalah bertemu Hujan. Lalu berlutut dan meminta maaf kepada Hujan.
Namun di lain sisi, Laras tengah kebingungan apa yang tengah terjadi. Ia menolehkan pandangannya ke arah siswa yang ia tahu namanya Langit.
“Ini maksudnya gimana? lo saling kenal sama Hujan?.”
Tanya nya meninstrogasi, namun tak ada jawaban dari sosok yang ia tanyai.
Laras mendenguskan nafas panjang, seperti bebicara dengan tembok saja.
Laras memutuskan untuk pergi dan menyusul Hujan yang tengah berlari tadi. Daripada ia harus disini, bisa bisa darah tingginya naik.
Laras telah mencari Hujan ke penjuru sekolah, namun nihil. Ia tak menemukan keberadaan Hujan.
Kringggg Kringgg
Bunyi bel berdering sangat nyaring, menandakan waktu istirahat telah usai. Laras segera berlari menuju kelasnya, Biarlah dengan Hujan. Pulang sekolah nanti dia akan lanjut mencarinya.
"Huhh Huhh"
Dengus nya ngos ngos an. Laras menampakkan wajah terkejutnya ketika melihat Hujan tengah duduk di meja nya sembari membaca novel yang baru ia belikan kemarin.
Laras segera menghampiri Hujan dengan wajah murkanya. Ia kesal.
“Gue nyariin lo ke mana-mana, eh taunya lo udah disini”
Ucapnya, namun Hujan tak mengeluarkan suaranya. Ia tetap terdiam.
Sebenarnya Laras ingin sekali bertanya, ada hal apa dengan Hujan dan laki laki tadi. Tapi Laras mengurungkan niatnya, ia memutuskan untuk bertanya di lain waktu.
-
“Baik, sampai sini saya jelaskan. Ada yang bertanya?.”
Tanya guru tersebut, Bu Annie. Namun tak ada yang menjawab. Ia mendenguskan nafasnya lelah. Dan ia tampak merapikan buku serta laptop yang dibawanya.
“Saya rasa tidak ada, kita bertemu lagi minggu depan. Terimakasih, permisi”
Laras melihat Bu Annie keluar kelas. Banyak siswa-siswi yang berada dikelasnya sedang merapikan buku dan tasnya. Pertanda jam pulang.
Bel sudah berdering, tepat menunjukkan pukul lima sore.
Semuanya berhamburan keluar kelas kegirangan. Hingga kelas pun hanya menyisakan Laras dan Hujan.
Hujan tetap terdiam di tempatnya. Laras bingung, ada apa dengan sahabatnya itu, ia memutuskan untuk menunggu sahabatnya saja. Ia tahu, Hujan membutuhkannya.
“Ja, lo sampai kapan mau tetep disini?.”
Tanyanya lesu.
“Ayo pulang. Tapi temenin gue ke makam Bunda sama Ayah gue dulu ya?.”
Ucap Hujan dengan nada yang sedikit tak bersemangat. Tampaknya ia benar-benar sangat sedih saat ini.
“Apa yang nggak buat lo Ja.”
Mereka beranjak dari tempatnya, dan langsung bergegas menuju parkiran, mengambil motor Laras.
Hening, itulah suasana diatas motor yang sedang berlaju di tengah kota dan akan menuju ke makam orang tua Hujan. Tak ada yang membuka suara. Tampaknya, mereka berdua sudah lelah.
-
Laras memarkirkan motornya ditempat yang sudah disediakan. Hujan mendahului Laras, ia rindu. Sangat rindu dengan kedua orang tuanya itu.
Laras segera menyusul Hujan, ia sedikit berlari kecil. Karna ini sudah larut. Jujur saja, ia sebenarnya takut.
“Tunggu gue Ja.”
Teriak Laras sedikit berhati-hati, ia berusaha untuk menjaga sikapnya, karna Laras tahu. Ia sedang berada di makam.
“Bun, Yah. Maafin Hujan waktu itu. Hujan menyesal.”
Hujan mengatakan kalimat itu sembari menangis tersedu-sedu. Air matanya tak dapat ia tahan lagi.
Laras mengernyit kan alisnya, berusaha mencerna kalimat yang baru saja Hujan katakan. Sebenarnya ada apa? masih banyak tanda tanya yang memenuhi pikiran Laras. Seakan akan ingin sekali bertanya ke Hujan.
-
dua puluh menit berlalu. Hujan memutuskan untuk pulang saja, ini sudah terlalu larut. Bahkan kini sudah menunjukkan pukul delapan malam.
“Pulang Ras.”
“Yuk.”
Cuacanya mendung, mungkin sebentar lagi akan turun hujan. Seakan tahu, kondisi hati Hujan kini sedang tak baik baik saja. Rintik rintik kecil pun mulai mengenai kulit mereka.
“Kita berhenti dulu ya Ja, neduh.” tanya Laras.
“Gausah Ras, lanjut aja. Cuma gerimis kok”
Laras menanggapinya hanya dengan anggukan saja.
Laras menoleh kearah kaca spion, disana melihatkan Hujan tengah menikmati indahnya malam yang sedang diguyuri air Hujan. Hujan terlihat sangat senang, terlihat dari raut wajahnya. Tak munafik, Hujan sangat cantik.
Laras langsung tersenyum simpul melihatnya, melihat hujan senang, Laras pun ikut senang.
-
Motor Laras telah memasuki area pekarangan rumah Hujan. Rumah sebesar ini hanya ditinggali oleh 3 makhluk saja. Hujan, Bi Inah yang merupakan ART dirumah Laras, dan juga Pak Heri. Supir yang biasanya mengantarkan Laras ke sekolah.
“Gue boleh neduh disini sebentar gak Ja? Dingin soalnya.”
Laras tahu, ia gampang sakit. Tak mau dirinya besok jatuh sakit, ia memutuskan untuk meneduhkan diri sejenak dirumah Hujan.
“Boleh, boleh. Ngapain coba, pake nanya.”
Kekeh Hujan, yang diiringi cengiran Laras sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal itu.
“Ayo masuk Ras, nunggu apa?.”
“Misi ya.”
Mereka berdua pun memasuki rumah Hujan, disana ada Bi Inah yang menyambut kedatangan mereka. Laras iri, tak ada yang menyambutnya ketika ia pulang sekolah. Hanya saja mungkin omelan yang menyambutnya.
Laras hanya bisa tersenyum miris.
-
Hujan mulai reda, Laras memutuskan untuk segera pulang. Karena sudah pasti Mama dan Papanya marah.
Laras pulang dengan pikiran kacau dan cemas, ia takut.
tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit & Hujan
Teen Fictionpov : 10 tahun yang lalu Dikara Hujan, Sungguh nama yang unik. "Dikara" memiliki arti indah, mulia. Dan Hujan. Tetesan air yang turun dari atas langit. Bisa disimpulkan artinya ialah Hujan yang indah. Dia seorang gadis kecil yang tengah duduk di ba...