🍾 dua

32 4 0
                                    

Suatu pagi di sebuah rumah mewah yang terletek di kawasan serba mewah lainnya.

Suasana rumah itu terlampau sepi. Tidak ada aktivitas sibuk yang terlihat. Hanya seorang asisten rumah tangga yang terlihat sibuk menyiapkan sarapan saat seorang lelaki tiba-tiba masuk ke dapur.

“Oh, selamat pagi, tuan.”

Lelaki itu tidak berikan jawaban. Ia hanya menatap sang asisten rumah tangga tanpa ekspresi. Bahkan sekedar untuk mengangguk sebagai jawaban atas sapaan itupun tidak diberikan. Dan sesaat setelah tatapan mereka bertemu, ia segera mengalihkan tatapan mereka dan melanjutkan langkahnya ke arah rak untuk mengambil gelas dari sana.

Si asisten rumah tangga sendiri tidak terlalu peduli. Ia sudah lama bekerja di rumah itu dan sudah tahu bagaimana perangai tuan mudanya. Jadi, yang dilakukan setelahnya hanya tersenyum dan kembali melanjutkan pekerjaannya.

Dua menit setelahnya, seorang lelaki lain masuk ke ruangan itu. Lelaki itu juga disapa oleh si asisten rumah tangga. Jawaban berupa suara juga tak ada, tapi lelaki yang lebih tua dari yang sudah datang sebelumnya itu memberikan senyumannya. Sesaat setelahnya, lelaki itu berjalan tenang ke arah meja makan dan duduk di depan yang sudah datang lebih dulu.

“Lo kelas pagi?” Pertanyaan itu diajukan oleh lelaki yang lebih tua. Ia kini sedang menikmati secangkir kopi yang baru saja diantar oleh asisten rumah tangga tadi.

Yang lebih muda—yang duduk di depannya—mengangguk dua kali. Tidak ada suara yang ia keluar sebagai jawaban, membuat si penanya hanya mengangguk seadanya.

“Mobil kamu masih di bengkel kan? Bareng sama gue aja.” Setelah menegak sekali kopinya, lelaki itu berucap lagi. Tapi, yang didapat malah gelengan dari yang lebih muda.

“Gak usah. Nanti naik bis aja.” Setelah hanya diam saja sejak tadi, lelaki yang lebih muda itu akhirnya membuka suara.

“Gak takut telat?” Yang lebih tua membalas cepat. “Sama kakak aja.”

“Nanti ngerepotin.”

“Gak repot elah, Je.”

Jawaban yang lebih tua berikan membuat yang lebih muda menatapnya lebih lama. Lalu setelah hampir setengah menit berlalu, sebuah dengusan kecil terdengar begitu saja.

“Tumben gak repot.”

“Emang gak repot, kan?” Yang lebih tua menjawab santai. Sebuah senyum miring tercetak di wajah tampannya. “Gue juga sekalian mau berangkat ke kantor dan karna lewat kampus lo, jadi sekalian gitu.”

Lalu, jawaban yang diberikan lelaki itu membuatnya menarik salah satu ujung bibirnya. Tatapannya masih menatap yang lebih tua sebelum akhirnya membuka suara untuk menjawab.

“Oke. Gue ikut lo.”

Yang lebih tua tidak memberikan jawaban. Hanya anggukan pelan yang diberikan. Sesaat setelah, si asiten rumah tangga datang dan meletakan dua piring berisi sarapan mereka. Lalu, saat tangan mereka akan bergerak untuk menarik piring milik masing-masing, suara-suara yang datang dari pintu masuk membuat gerakan tangan mereka berhenti begitu saja. Keduanya kompak melempar tatapan ke sumber suara. Dan saat manik mereka menatap pemilik suara yang datang, keduanya kembali saling melempar tatap sebelum kompak menarik tangan mereka dan mendorong kursi mereka ke belakang.

“Sarapan di luar aja gimana?”

Yang lebih tua bertanya dan dijawab cepat berupa anggukan oleh yang lebih muda.

“Boleh.”

“Ya udah, ayo.”

Mengangguk singkat, keduanya lalu bergerak untuk keluar dari ruangan itu. Tapi saat berpapasan dengan yang baru datang—adalah sepasang suami istri, dapat dipastikan bahwa mereka adalah orang tua mereka—keduanya terpaksa menghentikan langkah mereka.

the heirs •• jujaeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang