03 | Ketemu Lagi

103 14 25
                                    

Suasana pagi yang cerah.

Seorang anak sedang asik menggowes sepedanya di atas rerumputan yang sangat luas, dibelakangnya terdapat pemandangan sebuah villa yang sangat megah.

Di dalam villa, sekelompok laki-laki sedang melakukan pertemuan, terlihat sangat penting karena beberapa dari mereka saling bergantian memberikan masukan dan seorang ketua mendengarkan dengan seksama. Pada akhirnya ketua memutuskan untuk mengambil tindakan yang cukup sulit dan beresiko.

Semua anggota terlihat sangat murung setelah keluar dari villa, seseorang menjatuhkan pulpennya dan diambil oleh anak yang sedang bermain sepeda dia berlari untuk memberikannya, tetapi orang tersebut sudah masuk mobil dan menjalankan mobilnya keluar gerbang villa.

Bogor, Indonesia. 2008
▪️▪️▪️

Aku dan ketiga orang asing itu makan bersama di satu meja. "May, I know your name" tanya laki-laki bermata biru, kulit putih, dan hidung mancung padaku, aku menjawabnya dengan kaku, karena bahasa Inggris ku little-little I can. Meskipun begitu, kami tetap saling berkenalan satu sama lain.

Max, Youke dan Erland minta maaf karena menggangguku, mereka menjelaskan masih belum terbiasa dengan budaya orang Indonesia yang masih suka merokok ditempat umum, mereka mencari spot yang jauh dari para smoker. Aku tidak mempermasalahkan hal itu.

Meskipun suasana sangat membuatku canggung, seperti manusia elegan, aku makan dengan hati-hati dihadapan mereka dan jujur saja ingin segera pergi.

Belum lagi fokusku malah kepada wajah mereka bertiga begitu shining shimmering, splendid, sedangkan aku seperti upik abu diantara mereka semua pikirku dalam benak.

Aku semakin malu saat melihat makanan mereka yang terlihat seperti empat sehat lima sempurna. Mungkin ini alasan yang bikin aku buluk banget sedangkan mereka bersinar bagai bintang di langit emang another level.

Setelah aku menghabiskan mie, aku pamit kepada mereka "Sorry guys, I have to go first because I have another class," aku bangkit membawa semua sampah bekas makananku. Mereka mengiyakan dan cukup mengejutkan Youke memberiku semangat. Mata sipit seolah mempertegas identitas dirinya yang berasal dari negeri sakura. Aku tersenyum dan berterima kasih.

~~~
Malam ini aku kembali kerumah Elvan karena jadwal belajarnya tiga kali setiap pekan. Tapi rumah nya sangat sepi dan tidak ada tanda-tanda kehidupan. Aku coba menghubungi Elvan atau mbak yang berkerja dirumahnya, tapi belum ada balasan.

Meskipun begitu aku tidak memutuskan pulang tapi menunggu. Sudah 15 menit menunggu dalam ketidakpastian, situasi yang sangat tidak aku sukai. Walaupun hanya duduk dan scroll handphone dengan fitur yang mengasikan, tapi aku tidak merasa produktif. Waktu terbuang percuma.

Jujur saja pekerjaanku yang satu ini, bukan passion ku selain harus berhadapan dengan materi sekolah yang harus aku pelajari ulang, tentu saja aku harus siap berhadapan dengan beberapa anak yang memang tidak terlalu interest dengan belajar. Andai saja aku tidak butuh uang tambahan di akhir semester ini, aku tidak akan mau menjalani ini semua. Alasan lainnya, jika bukan karena kesadaran diri, ilmu yang bermanfaat adalah salah satu amal yang bisa menyelamatkan di akhirat kelak. Mungkin saja aku tidak akan seikhlas ini dalam melangkah.

Sebuah mobil terparkir di depan gerbang, pemiliknya keluar dan melangkah menghampiriku, hiks aku melupakan fakta bahwa Erland adalah kakak Elvan dan tentu saja ini rumahnya, ini pertemuan kita yang keempat kalinya dalam sehari, entahlah ini sebuah kebetulan yang luar biasa bukan.

Erland menyapaku, pada awalnya dia terlihat bingung karena lagi-lagi aku berada dirumahnya. Semoga saja dia tidak berpikir bahwa keluarganya adalah mesin ATM ku. Dia tahu nama pengajar adiknya adalah Levi karena kemaren beberapa kali dia mendengar namaku disebutkan. Namun dia tidak menyangka itu adalah aku.

"Hmm memang benar selain mengantar susu di pagi hari saya juga menjadi tutor belajar Elvan," aku mencoba menjelaskan pada Erland dengan bahasa yang cukup formal. Aku tidak menyangka dia bisa mengingat hal kecil yang menurutku sangat sepele, seperti namaku.

Sebagai pemilik rumah Erland juga tidak tahu dimana kunci rumahnya disimpan. Dia duduk di samping kanan bangku, jarak kami terpisahkan oleh meja di tengahnya. Dia hanya berkata padaku untuk menunggu dan menghubungi seseorang. Erland sepertinya sudah mengerti dengan penjelasan seseorang di telepon.

Dia membuka lemari sepatu dan menemukan kunci rumah disana, Erland membuka pintu rumahnya, memintaku untuk masuk tapi aku menolaknya dan memilih menunggu diluar saja. Untung saja dia tidak mempermasalahkan pilihanku.

Erland kembali keluar dengan dua gelas minuman berwarna orange mungkin itu sirup rasa jeruk, entahlah, aku pun tidak berpikir untuk menebaknya karena yang ada di pikiranku sekarang adalah Elvan segera sampai rumah.

"Elvan dan mbak mungkin masih di jalan, maaf yaa buat kamu nunggu" ucap Erland, mendengar kata maaf membuatku tidak nyaman karena aku sempat memakinya secara tidak langsung karena sebuah makalah.

Aku hanya mengiyakan dan mencoba mengecek jam di handphone, aku bingung harus bagaimana soalnya Erland kembali duduk di sampingku, tapi dia sibuk mengetikan sesuatu di handphonenya. Situasi yang cukup krik krik. Aku heran kenapa Erland malah kembali duduk dan menemaniku menunggu di luar.

Erland meletakan handphonenya di meja dan bertanya padaku "Udah berapa lama ngajar Elvan?"

"Mungki sekitar tiga bulan yang lalu." Jawabku melihat kearahnya.

"Maaf ya kalo Elvan kadang nyebelin tapi sebetulnya dia anak yang cerdas ko cuma papa mama terlalu manjain, jadi suka agak lebay" ucap Erland yang terdengar seperti sangat mengenal adiknya dengan baik.

"Elvan anaknya baik, dia juga santun, I am okay with him" ucapku sambil meraih gelas yang ada di meja. Jujur saja ada anak lain yang lebih special yang harus aku hadapi, pikirku sambil meneguk minuman yang Erland suguhkan.

"Ada berapa murid yang kamu ajar ?" tanya Erland dengan ekspresi ingin tahu. Aku hanya menjawab ada beberapa murid yang belajar tambahan denganku dan dia mengganggap aku sangat sibuk karena banyak sekali aktivitas yang harus aku kerjakan. Selanjutnya dia menanyakan prihal kampus, hal ini pasti jadi pembicaraan karena kita sudah bertemu di kampus sebanyak tiga kali.

Cukup mengejutkan ternyata kami sama-sama semester 6. Tetapi jurusan yang berbeda, aku manajemen bisnis sedangkan dia anak teknik informatika. Sebenarnya Erland bukan mahasiswa asli di kampus. Dia mahasiswa luar negeri yang sedang melakukan penelitian bersama beberapa dosen.

"TIT apa ?" tanyaku pada Erland.

"Tokyo Institute of Technology, kamu serius gak tahu ?" tanya Erland memastikan lagi apakah aku benar-benar tidak tahu kampus dia.

Aku hanya mengiyakan pertanyaannya.

"Kampus kita udah lama kerja sama, banyak juga student exchange kesana." Erland memberikan penjelasan padaku.

"Iya, mungkin itu bagian teknologinya, kalo bagian manajemen mungkin kiblatnya beda" menjawab ngeles sesuai pekerjaanku.

"Oya, mungkin itu salah satu alasannya" ucap Erland mengalah.

Percakapan kami terhenti karena Elvan sudah sampai rumah. Aku pamit setelah mengajar Elvan sebentar karena dia sangat lelah.

To be Continue

Makasih banyak yaa udah baca
Jangan lupa vote dan comment
Keep Smile ><

ARAH PULANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang