Dari mata yang tertutup, aku bisa tau kalau matahari sudah menyombongkan cahayanya yang menyilaukan. Entah sudah jam berapa sekarang namun, aku masih merasa betah di kasurku yang sudah berubah menjadi empuk. Bantalku dingin, selimutku hangat, sepreiku juga dingin sampai-sampai aku tidak mau meninggalkan kasurku untuk pergi bekerja.
Hah? Tunggu? Sepertinya ada yang salah.
Masih dengan mata yang terpejam, aku meraba-raba ruang kosong di sampingku. Merasakan kelembutan seprei yang membungkus kasur serta bantalku. Apa yang salah?
Oh?
Tunggu....kasur? Selimut? Bantal?...... KERJA?!
Dengan kecepatan kilat aku membuka mata sambil duduk yang mengakibatkan kepalaku pening sekali sampai pandanganku buram. Ah! Dasar lemah! Begini saja sudah kambuh darah rendahku! Alih-alih kembali rebahan, aku dibuat kaget oleh pemandangan di depanku ini.
"Apa-apaan, nih? Bukannya tadi lagi lagi jalan di trotoar, ya? Ini dimana, sih?" Tanyaku lebih kepada diriku sendiri.
Aduh, please deh, ini ada apa, sih? Coba ku runut dulu kejadian sebelumnya. Tadi pagi kan aku bangun kesiangan, terus buru-buru mandi, terus sarapan sambil naik gojek. Udah tuh, sampai di stasiun, blablabla, terus turun, jalan di trotoar, terus.....terus....terus....
Bagaikan petir di siang bolong, aku kaget sejadi-jadinya. AKU KAN KECELAKAAN? Iya betul, tidak salah lagi. Aku kecelakaan, aku tertabrak mobil, aku ditabrak oleh mobil itu, aku seharusnya sudah mati. Kalau begitu......ini dimana? Rumah sakit?
Jelas bukan. Ruangan ini terbilang amat sangat mewah jika dikatakan sebagai rumah sakit atau ruang krematorium. Aku tidak sekaya itu sampai bisa membeli ruang krematiorium kelas vvvvvip. Malah sepertinya tidak ada kelas vvvvip yang semewah ini. Vas bunga yang berwarna emaslah yang jadi saksi kebingunganku (entah emas asli atau tidak). Tak hanya itu, di depan sana, terbentang karpet berbulu yang mengelilingi tempat tidurku sampai menuju sebuah ruangan kecil di tengah sana. Lalu sejauh mata memandang dapat kulihat berbagai perabotan mahal yang harganya tidak berani kutaksir.
Kuusap liurku yang sedikit (hanya sedikit) menetes dengan ujung lengan gaunku. Ya tuhan, apa aku sudah betul-betul meninggal? Apa benar ini adalah kamar di Surga-Mu yang selalu Kau janjikan? Kalau iya, aku akan dengan senang hati menerima ini semua!
Baru saja aku ingin mulai menyusun rencana, sebuah pintu diujung sana dibuka oleh seseorang dengan pelan, seakan-akan takut mengganggu istirahat penghuni di dalamnya. Setelah ia menutup pintu, barulah mata kami bertemu.
Dengan canggung, kuberikan senyumku padanya, "Um....hai?" Sapaku
Pelayan wanita itu (ya pelayan, dilihat dari seragamnya entah bagaimana aku bisa tau kalau dia seorang pelayan) seketika membelalakkan matanya dengan maksimal dan menutup mulutnya. Lalu dia berjalan setengah berlari menghampiri tempat tidurku.
"NONA? NONA SUDAH BANGUN? INI BENAR NONA KAMI SUDAH BANGUN?" Teriaknya masih sambil menutup mulutnya
"Eng....iya? Hahaha aku sudah bangun."
Aduh, mampus!!!! Ada apa ini????? Kok jadi begini??? Ini beneran surga bukan, sih? Tuhan tolong bantu jawab aku!!!! ><
"YA TUHAN!!! NONA!!! NONA KAMI!! NONA KAMI SUDAH SADAR" Teriaknya lagi, "Ya ampun, apa yang harus ku lakukan...ya tuhan nona kami....ya Tuhan terimakasih...nona kami sudah bangun...."
"Er.....ahahaha iya, Terimakasih kepada Tuhan aku sudah bangun." Kataku canggung, "Tapi ini dimana, ya? Ini benar Rumah Tuhankah?"
"Nona...nona tunggu sebentar, ya. Sebentar, akan saya panggilkan tuan rue. Saya tidak akan lama." Ujarnya sambil berdiri, " YA TUHAN, SEMUANYAAAA NONA KITA SUDAH BANGUN!! CEPAT BERITAHU-" Belum sempat kudengar kalimat selanjutnya pintu kamar sudah tertutup kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Once Upon A Tale
Fanfiction"Buat apa? Pasti ada alasannya kan aku terlempar ke sini? Ke timeline ini?" "Siapa yang harus aku percaya?"