"Praaaangg!!!! "
Raven memejamkan matanya rapat-rapat, tangannya gemetar ada memar disana, juga urat-urat yang berada di pergelangan tangan pria itu bahkan terlihat jelas. Raven sebenarnya orang yang tenang, namun hari ini berbeda.
Ia lebih suka menghabiskan waktunya membaca buku dengan jendela yang terbuka lebar membiarkan angin menerpa wajah putih pucatnya. Di lantai dua rumah, dikamarnya.
Kembali dihadapannya saat ini.. Frisco adik kandungnya di tampar oleh ayahnya sendiri. Dan Ia hanya mampu memejamkan matanya tak sanggup saudara satu-satu adik kandung seibunya itu tersakiti oleh ayahnya.
"Kamu contoh kakakmu! tolol! Anak tidak tahu diri dibesarkan baik-baik..."
Gerald hampir menampar lagi anak laki-lakinya itu jika saja suara ponselnya tak menghentikannya.Frisco menahan air matanya sekuat tenaga, bibirnya sudah sobek di bagian sudut, dan membengkak juga matanya sudah membiru bekas pukulan beberapa hari yang lalu yang masih membekas.
"Ya honey?" Jawab Gerald menurunkan nada bicaranya. Raven mencoba tak mendengarkan suara lembut Gerald yang biasa memang begitu jika tidak kepada Raven dan adiknya.
"Apa kau belum menjemput Eltasya, aku sedang meeting dengan kru film sayang untuk iklan produkku. Bisakah kau menjeputnya sendiri? Tahu sendiri puteri kita akan marah dan terus menangis kalau supir yang menjemput.."
"Tak bisakah nanti saja honey.."
"Sayang..."
"Baiklah, kau pulanglah lebih awal aku ingin bicara..."
Frisco mendengar semua itu, jika Raven hanya dengar bagian Gerald saja yang menurutnya menjijikan.. Maka Frisco merasakan perih yang terasa nyata di bagian dalam dadanya. badannya bisa saja terluka berat namun sakit di bagian dadanya mendominasi dirinya. Ditahannya amarahnya yang mulai memuncak.
"Raven.. Temui papa jam 7 malam ini. Dan jangan biarkan si brengsek ini keluar dari kamarnya sampai masa skorsnya selesai."
"Baik pa."
Tubuh tinggi Gerald kemudian berlalu pergi dengan langkah terburu-buru menjemput adik tak seibu mereka. miris bukan? hanya karena wanita yang ia cintai sudah tak disisinya seolah ia juga tak ingin putera yang diberi wanita itu menganggu kehidupannya yang baru.
Frisco mengambil tas sekolahnya kemudian memaki pelan.
"Jaga bicaramu, Frisco!" kata Raven mengingatkan. Frisco hanya mengacungkan jari tengahnya pada Raven. membuat Raven mengeram mengikuti langkah Frisco ke anak tangga.
"Aku sudah bilang kan kau jangan bertingkah!"
Frisco mengusap bibirnya yang memar sampai ia tak bisa merasakan lagi dengan jelas saat mengatupkan bibirnya.
"Kau akan dikirim ke Jerman!" Raven akhirnya menjerit saat mereka akhirnya sama-sama sampai dikamar milik Frisco!
"baguslah. Aku juga sudah lelah menjadi bagian dari Vagary!"
"Frisco!!" Raven tak tahan lagi, ia menarik kerah baju Frisco.
"Kau tahu kenapa aku hanya diam hari ini! kenapa aku tidak memberikan wajahku untuk di tampar? Tidak memberikan perutku untuk di tendang?" Raven merasakan matanya memanas karena emosi yang ia rasakan terasa sangat jelas.
Frisco terdiam di tempatnya, kakinya membeku. tangannya yang akan membalas Raven dengan pukulan tak berani dia arahkan ke saudaranya itu.
Ditatapnya mata Raven yang menatapnya sengit.Ini kali keduanya melihat mata itu. Dengan tatapan membunuh paling jelas.
Dia membuang wajahnya ke arah lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHE's not that Perfect
Teen Fictionlo tuh nyebelin. Tau! kaya lampu sen motornya ibu-ibu. Ga jelas maunya gimana. Mau ke kiri, tapi ngodenya ke kanan. kasi Kode mau belok tapi malah jalan lurus. sekarang mau lo apa sih, Den? Bilang. jangan bikin gue berharap ga jelas gini. Capek...