"Kamu beneran bisa lihat aku?" ulangku lagi kali ini sambil menggerakkan kedua tanganku di hadapannya.
Pria di hadapanku tidak menjawab. Keningnya berkerut, tapi tatapannya tetap tertuju pada kedua bola mataku. Kini dua mata hitam itu bergerak turun kemudian naik seolah tengah menilaiku.
"Memangnya ada yang salah?"
Ia menjawab. Barusan saja menjawab? Artinya ia bisa berkomunikasi denganku.
"Jadi, ini berapa?"
Lonceng di atas pintu berbunyi lagi. Kehadiran wanita dengan dress pink fanta dari balik pintu berhasil menarik perhatian kami dalam sekejap. Ia melirik sejenak ke arah si pria, kemudian tatapannya tertuju pada bunga lily dalam dekapan pria itu. Aroma bunga lily lagi-lagi kembali tercium pekat. Kurasa aroma ini juga berasal dari wanita di hadapan kami ini.
"Itu punya saya," ujarnya jauh dari kesan santai.
Si pria menatap enggan ke arah si wanita yang kini menjulurkan lengan dan meraih bunga lily dari genggamannya, lagi-lagi memperlihatkan tato kupu-kupu di pergelangan tangannya.
"Saya sudah bayar tadi sama yang punya toko," ulangnya lagi.
Si pria kini menatapku seolah meminta jawaban.
"Betul, kan?" sahut si wanita ikut memandang ke arahku.
Sebentar ... wanita ini juga bisa melihatku? Apa yang sedang terjadi padaku sekarang? Kualihkan pandangan ke lengan kemudian jari-jariku. Apa akhirnya aku benar-benar sudah terlihat sekarang?
Ingat akan sesuatu yang tidak pernah bisa kulakukan, aku bergerak cepat menuju sisi kanan ruangan dan tidak lagi memedulikan kedua pasang mata yang masih tertuju kepadaku. Sampai di depan cermin, aku melihat pantulan satu ember bunga mawar yang ada di sebelah kiri tempat aku berdiri dan beberapa tangkai bunga matahari pada sisi lainnya. Aku juga melihat dengan jelas perlahan tatapan pria di belakangku berubah bingung. Sama halnya denganku, ia pasti tidak melihat adanya pantulan diriku di cermin.
Saat aku berbalik, hanya si pria yang masih menatapku dengan kening berkerut. Sementara si wanita dengan santainya beranjak melangkah keluar toko dengan bunga lily dalam pelukannya. Semuanya terjadi begitu cepat, hingga bunyi lonceng pintu perlahan-lahan terhenti tidak lama setelah pintu kembali tertutup. Kini hanya kami berdua yang tersisa di ruangan ini. Pria di hadapanku sempat menatapku lama kemudian menggelengkan kepalanya perlahan, seolah mengusir pikiran apa pun yang ada di sana. Melihat ia melangkah menuju pintu keluar, ada ketakutan hebat yang menyerangku.
"Tunggu! Kamu mau ke mana?" seruku.
Ia tidak menjawab dan terus saja melangkah mendekati pintu. Tidak bisa. Aku tidak bisa membiarkannya pergi begitu saja. Setelah sekian lama aku berada di toko bunga ini tanpa ada yang bisa menyadari keberadaanku, kini akhirnya ada seseorang, lebih tepatnya dua orang yang bisa melihatku. Wanita bertato kupu-kupu itu sudah pergi sebelum aku sadar apa yang terjadi dan kini hanya tinggal pria ini harapanku. Lonceng di atas pintu kembali berbunyi dan tanpa pikir panjang aku bergerak cepat menyusul langkahnya.
"Tunggu. Kamu harus bantuin aku," seruku lagi. Aku sendiri tidak tahu bantuan apa yang aku butuhkan, tapi hanya itu yang keluar dari mulutku sekarang.
Ia masih saja diam tidak menanggapi.
"Sebentar. Tunggu sebentar saja," seruku lagi, kini sambil berusaha meraih tangannya. Usahaku tidak berhasil. Refleks ia menarik tangannya cepat, saat tanganku menembus permukaan kulitnya tanpa bersentuhan.
"Tunggu dulu," seruku lagi.
Aku harus berlari kecil untuk menyamai langkah kakinya yang jenjang. Samar-samar mulai kusadari kalau ini adalah pertama kalinya aku berada di tempat lain selain toko bunga. Kami berada di jalanan dan melewati beberapa pejalan kaki lima di bawah terik matahari. Ternyata ini rasanya berada di tempat yang selama ini kupandangi di balik jendela setiap harinya. Banyak wajah yang belum pernah kulihat. Suara hiruk-pikuk obrolan yang bersahutan di tengah bunyi klakson kendaraan membuat sekelilingku terasa begitu hidup. Jauh berbeda dari kesunyian yang menyelimutiku di toko bunga.
Pria di sampingku masih tidak memedulikan kehadiranku. Raut wajahnya juga tidak banyak berubah setelah meninggalkan toko bunga tadi. Kening pria itu berkerut dan terlihat kesal bukan main. Sesekali aku berusaha berdiri di hadapannya untuk menghentikan langkahnya. Tanpa membalas tatapanku, ia bergerak menyamping, melewatiku, dan melanjutkan langkahnya begitu saja. Tidak peduli berapa kali aku mengulanginya, ia selalu berhasil menghindar.
"Tunggu sebentar, dengerin aku dulu."
"Aku pasti lagi mimpi sekarang," gumamnya lebih seperti berbicara pada dirinya sendiri.
"Kamu nggak mimpi! Please, bantuin aku."
Ia tidak menjawab. Perhatiannya selalu tertuju pada langkah kakinya. Kadang ia melihat ke kiri dan ke kanan saat hendak menyeberangi jalanan. Ia sempat berhenti di sebuah kedai kopi untuk memesan segelas kopi hitam panas kemudian mulai menyesapnya sesekali di sela langkahnya. Sekeras apa pun aku berupaya mendapatkan perhatiannya, ia tetap tidak menghiraukanku.
"Hei, jangan pura-pura nggak lihat aku."
Tanpa menjawab, ia mengeluarkan headset dari dalam saku dan hendak memakainya. Penolakannya tidak akan membuatku menyerah. Aku mulai bergerak berbagai arah untuk menemukan pandangan matanya. Meski terkesan tidak menghiraukanku, aku tahu ia tidak bisa begitu saja menganggapku tidak ada. Terlalu banyak berpaling dariku, akhirnya kopi dalam genggamannya tumpah dan mengenai tangannya. Meski tidak bersuara, kini mukanya terlihat semakin masam dan akhirnya ia membalas tatapanku juga.
"Kamu sebenarnya mau apa dari aku?" tanyanya setengah berteriak membuat orang-orang yang tengah lalu-lalang memandangnya heran. Terlihat risi dipandangi seperti itu, ia akhirnya memutuskan untuk kembali berjalan dan lagi-lagi tanpa menghiraukanku.
Anehnya aku tidak merasa marah, justru bahagia saat merasakan ada sedikit harapan untukku di sana.
"Bantuin aku cari sesuatu," jawabku.
"Kita ini beda dan aku nggak ada urusan sama kamu."
"Pasti ada alasannya kenapa kamu bisa liat aku. Jadi tolong bantu aku. Please ... please ... please...!" ujarku sambil melipat kedua tangan di hadapannya.
"Aku pasti sudah benar-benar gila," gumamnya lagi sebelum mempercepat langkahnya.
"Tolong aku. Kamu harapan aku satu-satunya."
Pria di depanku mendadak menghentikan langkahnya kemudian berbalik dan memandangku dengan tatapan yang tidak bisa kuartikan. Ia seperti mencari kebenaran di antara kedua mataku. Aku benar-benar mengatakan yang sebenarnya. Hanya dia satu-satunya harapanku sekarang.
"Apa yang mau kamu cari?" suaranya terdengar dalam.
Rasa pilu dan sesak sekejap memenuhi ruang di dadaku. Mengingat kembali apa yang selama ini telah hilang dan meninggalkanku luntang-lantung tak berarah. Dengan secercah harapan aku kumiliki, perlahan kuberanikan diriku menyuarakan kerinduanku.
"Diriku. Bantu aku cari tahu siapa diriku."
*****
[bersambung]
KAMU SEDANG MEMBACA
Pulang [TERBIT 15 MARET 2023]
FantasyAngel tidak ingat bagaimana dirinya berakhir di toko bunga Angel's Florist. Meski pun tidak ada yang bisa melihat keberadaannya, menghabiskan hari-hari memandangi bunga-bunga cantik memberikan rasa tenteram bak obat bius yang membuat ia melupakan se...