Jangankan ingat tentang diriku, aku bahkan tidak kenal apa itu konsep waktu. Yang kutahu setiap harinya Ibu Rosa akan membuka tirai-tirai di toko florist-nya saat kicauan burung terdengar samar kemudian menutupnya saat langit berubah menjadi gelap. Aku merasa keberadaanku di sana memang sudah semestinya. Sesekali memang terlintas di kepalaku mengapa aku berbeda. Mengapa aku ada, namun tidak ada yang pernah membalas tatapanku.
Yang kurasakan setiap harinya cenderung tenteram. Ada banyak pertanyaan tentang seperti apa kehidupan di luar toko bunga. Namun keinginan itu akan pergi begitu saja, berganti dengan rasa nyaman dan enggan bergerak.
terang benderang dalam sekejap. Setelah menghabiskan waktu dalam kegelapan dan kesunyian, aku seperti menemukan titik terang dari segala penantianku. Sesuatu tentang di dalam diriku kembali bergerak dan siap untuk kembali. Entah kembali ke mana namun ada perasaan penuh harapan di sana. Sama halnya seperti sekarang. Jantungku berdetak kencang di tengah napasku yang semakin memburu. Ingin rasanya aku menangis, tertawa, melompat, berteriak, dan mengutarakan semua gejolak emosi yang berlangsung bersamaan tanpa bisa kujelaskan. Sementara pria di hadapanku lagi-lagi diam dan hanya menatapku bingung.
"Jadi kamu nggak tahu siapa diri kamu?"
Aku mengangguk membenarkan perkataannya barusan.
"Lupa?" tanyanya lagi.
Aku menggeleng pelan tidak yakin apa yang terjadi. Yang jelas aku hanya tidak ingat. Beberapa orang berjalan melewati kami dan mata mereka tertuju pada pria itu, terlihat seperti meneliti. Merasa diperhatikan, pria di hadapanku mulai melirik ke kanan dan kiri dengan canggung.
"Mas, masnya lagi ngomong sama siapa?" seru seorang Bapak yang berada tidak jauh dari tempat kami berdiri.
Ekspresi pria itu berubah kesal mendengar pertanyaan si Bapak dan ia cepat-cepat melanjutkan langkahnya lagi.
"Sial! Aku dikira orang gila!"
"Maaf ... tapi ... tapi ... bantu aku," ujarku lagi-lagi berupaya menyusul langkahnya.
"Sampai kapan kamu bakalan ngikutin aku?"
"Sampai kamu mau bantu aku."
Ia menghentikan langkahnya lagi.
"Begini, ya. Aku sama sekali nggak tahu siapa kamu. Kamu sendiri juga nggak tahu siapa kamu. Lagian, ngapain aku bantu kamu kalau ujung-ujungnya aku dikira orang gila ngomong di jalanan sendirian. Argggh! Ini semua memang gila!"
"Tapi kamu nggak gila."
"Lama-lama aku akan gila beneran kalau terus kayak gini! Kembali ke alam-mu sana."
Alamku? Tapi di mana tempat yang ia maksud?
Niatku untuk menjawabnya terhenti ketika aku melihat ada segerombolan orang dengan gerakan mencurigakan bergerak cepat ke arah kami. Aku merasakan sesuatu yang buruk akan terjadi. Sekitaran kami gelap gulita. Baru kusadari kami tidak lagi berada di jalanan utama dan langit di atas kami sudah berubah menjadi gelap.
"Cepat pergi dari sini," ujarku.
Pria itu tidak bergerak dan justru menatapku bingung.
"Cepat. Di belakangmu. Ada segerombolan orang. Cepat Lari!"
Saat ia memalingkan wajah, gerombolan itu kini justru berlari dan berhasil menghampiri kami. Ia terpojok di tengah suara berat yang meminta ia menyerahkan sejumlah uang dan barang berharga yang dimilikinya. Tubuhku mendadak menggigil hebat. Tenggorokanku seperti tersekat. Sekeras apa pun aku ingin berteriak, tidak ada suara yang keluar dari mulutku. Semuanya terjadi begitu cepat.
Suara adu mulut kini bercampur dengan suara gemuruh langit di atas kami. Pria itu didorong hingga tersungkur ke aspal. Meski sudah dikelilingi empat pria berbadan besar, pria itu masih memberontak saat salah seseorang berusaha mengambil paksa jam tangannya. Balok kayu pun berulang melayang ke tubuhnya. Tubuhku seakan merasakan hantaman demi hantaman yang ditujukan pada pria itu. Air mataku berlinang dan seluruh tubuhku bergetar hebat. Aku takut. Takut sekali. Kemudian saat hujan turun, semuanya seakan perlahan memudar hingga sirna sempurna.
***
Mawar pink adalah hal pertama yang menyambutku saat aku kembali membuka mata. Dendang Ibu Rosa pun terdengar di sela kegiatannya memindahkan beberapa rangkaian bunga ke ember berisi air. Yang kurasakan sekarang seperti pada hari biasanya. Tenang dan tenteram. Sekilas kulihat langit di luar sudah cerah. Ini mungkin sudah menjelang siang hari.
Samar-samar dalam ingatanku muncul potongan adegan seorang pria itu dipukuli segerombolan orang asing. Sekeras apa pun aku berusaha, ingatan itu seperti muncul dan hilang dalam frekuensi yang tidak pasti. Mungkin aku bermimpi. Tidak banyak yang bisa kujelaskan karena keberadaanku di sini terasa ... alami. Berada di tempat ini seolah membuatku kembali tersuntik obat bius yang menjadikan semua di sekitaranku tidaklah terlalu penting. Meski tanpa arah yang pasti, aku merasa tenang. Ya, selama aku berada di sini, semuanya akan baik-baik saja.
Lonceng pintu kembali berbunyi. Namun anehnya pintu tetap tertutup rapat. Saat memalingkan pandangan, pria yang baru saja ada dalam pikiranku berdiri tepat di hadapanku. Jantungku kembali merasakan sensasi aneh saat pandangan kami bertemu. Seperti ada percikan api yang membuat semua ketenangan yang kurasakan perlahan berganti menjadi perasaan mengebu-gebu bersamaan dengan sensasi aneh di sekujur tubuhku. Menemukan tatapannya, rasanya seperti dibangunkan kembali. Potongan-potongan saat kami bertemu kemarin kini seperti diputar ulang dalam ingatanku. Kini aku mengingat semuanya, termasuk semua emosi yang kurasakan.
Ia masih memakai pakaian yang sama saat terakhir kali kami bertemu. Kedua tangan terkepal di sisi tubuhnya. Meski tidak ada bekas luka di wajahnya, ia terlihat marah dan frustasi.
"Kamu nggak kenapa-kenapa?" tanyaku secepat rasa cemas yang entah sejak kapan merambat dalam dadaku.
"Kamu harus jelasin aku kenapa!"
Aku melirik sebentar ke arah Ibu Rosa, ingin tahu apa reaksinya mendengar apa yang pria ini katakan barusan. Namun anehnya, Ibu Rosa tetap saja sibuk berdendang tidak menghiraukan suara lantang pria ini barusan.
"Aku nggak ngerti," jawabku lagi.
"Kalau kamu nggak ngerti, apalagi aku!" serunya setengah berteriak.
Suara dendangan Ibu Rosa yang terdengar kontras sekali dengan teriakan penuh amarah pria di depanku. Meski ragu dengan kemungkinan yang ada di kepalaku, aku memberanikan diriku mendekat ke arahnya. Dengan perlahan kuulurkan tangan untuk meraih tangan kirinya yang masih terkepal dan ... aku berhasil menyentuhnya.
"Kamu...."
Ia mengangguk. Namun bagaimana ini bisa terjadi?
"Jadi bisa jelaskan, gimana caranya aku bisa kembali ke tubuhku?"
Aku terdiam. Bagaimana cara aku memberitahunya bahwa aku sendiri tidak pernah tahu apa yang terjadi padaku selama ini?
-bersambung-
KAMU SEDANG MEMBACA
Pulang [TERBIT 15 MARET 2023]
FantasyAngel tidak ingat bagaimana dirinya berakhir di toko bunga Angel's Florist. Meski pun tidak ada yang bisa melihat keberadaannya, menghabiskan hari-hari memandangi bunga-bunga cantik memberikan rasa tenteram bak obat bius yang membuat ia melupakan se...