"Seorang mahasiswa dinyatakan hilang di dalam KRL, rekaman cctv menunjukkan dia tidak pernah keluar dari kereta maupun gate out..." kilas berita di layar iklan kereta.
Pukul 22.20, kami yang memang tidak memercayai hal begituan nyaman saja menaiki KRL terakhir tujuan Manggarai. Kemungkinan akan cepat, karena kami hanya menempuh 3 stasiun: naik dari Gondangdia, berhenti Cikini, terakhir Manggarai. Tapi selepas Gondangdia, agak lama kereta terhenti. Tertahan sebelum masuk Stasiun Cikini.
AC berdengung nyaring. Dengkuran penumpang samar-samar. Kereta cukup lengang.
"Ah padahal Cikini tuh abis ini! Sampe rumah jam berapa coba..." keluh Vena.
Beberapa saat akhirnya kereta melaju cepat.
Cssstttttt! Desisan rem yang memanjang membuat kami terhuyung ke depan.
"Eh udah Cikini, gue turun ya. Bye-bye Intan!" Vena melompat semangat. Aku melambai padanya yang menyusuri peron sepi.
Kereta melaju lagi menuju Manggarai, stasiun tujuanku. Aku langsung melompat turun saat pintunya terbuka.
Aku tercekat! Rasanya kakiku langsung lemas. Dengan gemetaran kunaiki kereta lagi. Ternyata masih Cikini. Kukucek-kucek mataku, benar, Cikini lagi!
KAMU SEDANG MEMBACA
Jeritan Jakarta
HorrorSiapa yang bilang dinamisnya kehidupan metropolitan jauh dari ikhwal mistis? Ternyata banyak 'jeritan' yang terjepit diantara kesesakannya. Mereka yang resionalis dan tidak percaya, justru menjerit karenanya. Di kereta, kemacetan, antrean penumpang...