"Kalo bicara jujur, sama kayak yang lain gue juga belum bisa nerima Sky buat jadi saudara kita dek, tapi bukan berarti gue benci dia. Selama ini gue bukan perlakuin dia baik, itu cuma sikap manusiawi aja."
"Kalo lo mau coba buat nerima dia, itu hak lo. Gue gak bisa ngelarang, cuma mungkin lo perlu inget sesuatu. Saat yang lain tau niat lo ini, lo mungkin bakal jalan sendirian. Gue rasa bakal banyak yang gak suka sama keputusan lo ini. Kalo buat gue, anggep aja gue gak ngelarang lo, tapi gue juga gak saranin lo lakuin itu, karna gue sendiri belum dapat alasan kenapa gue harus nerima Sky sebagai saudara kita."
"Gue nggak ngerasa dia jahat dan selama di sini dia juga gak pernah bertingkah di luar batas, itu buat gue jadi gak punya alasan buat benci Sky dan perlakuin dia buruk. Gue emang belum nerima dia, tapi bukan berarti gue seneng tiap liat dia dipojokin karna kesalahan Nyokapnya, itu karna gue ngerasa dia gak pantes aja dapet perlakuan kayak gitu. Bukan karna gue peduli, tapi buat gue orang yang gak salah gak perlu ikut dihukum karna kesalahan orang lain hanya karna mereka punya hubungan yang deket. Sama kayak Sky dan Nyokapnya, gue gak suka Nyokapnya, banget, tapi gak bener rasanya kalo gue ikutan benci anaknya apalagi seseorang yang dalam posisi gak tau apa-apa kayak Sky, 'kan?"
"Yang lain selalu bilang, dari mana gue punya pikiran kalo Sky gak tau apa-apa disaat dia bisa aja kerja sama ama Nyokapnya buat hancurin keluarga kita. Sejujurnya gue juga selalu mikirin hal yang sama, kenapa gue seyakin itu. Tapi, yaa ... gue cuma ngerasa dia emang orang baik. Tapi sayangnya jadi baik aja gak cukup buat dia bisa diterima dalam keluarga kita."
"Gan!"
Ragan tersentak kaget saat Leon menepuk pundaknya dengan keras. Ragan seketika tersadar dari lamunannya tentang jawaban Rakha saat Ragan membagikan pikirannya untuk mulai menerima Sky sebagai saudara.
"Lo budeg kah? Gue panggil dari tadi kok ga nyaut-nyaut, anjir!" maki Leon kesal dengan wajah masam. "Mikirin apa sih lo?!"
"Ck, santai aja dong!" balas Ragan sensi.
Leon mengernyit kesal kemudian memposisikan diri untuk berdiri berdampingan dengan Ragan yang sedang berdiri di dekat pembatas balkon lantai tiga.
"Kenapa manggil gue ke sini? Gue tuh ada eskul, aturan lo yang samperin gue!" omelnya masih dengan nada yang sama.
Ragan menoleh menatap teman masa kecilnya itu dengan heran sembari berpikir kenapa Leon suka sekali mengoceh seperti perempuan.
"Ada yang pengen gue tanyain! Lo kalo gak ikhlas balik lah sana, makin sakit kepala gue denger lo ngomel terus!" balasnya ketus.
Leon melirik sewot. "Wah, temen edan, gue lempar juga lo dari sini. Gue beneran balik pasti nangis juga lo," cibirnya sinis.
"Najis."
"Cih." Leon berdecih sebal lalu ikut menatap ke depan, dimana hamparan hijau halaman belakang Mansion keluarga Alatas terbentang luas. "Udah cepetan lo mau nanya apaan, abis ini gue pengen ketemu ama Sky. Sky di rumah 'kan? Jangan bilang nggak atau lo beneran gue lempar dari sini." ucapnya ketus dan jelas tidak sungguh-sungguh.
Sekilas Ragan sempat melirik Leon dengan kesal sebelum kembali menatap lurus ke depan.
Ragan menghela napas pelan namun terdengar begitu berat hingga Leon sempat meliriknya sekilas. "Sejak kapan lo kenal sama Sky dan gimana lo bisa jadi deket sama dia?" pertanyaan Ragan mengudara bersamaan dengan angin yang menerpa wajah keduanya dengan halus.
Leon mengernyit dalam. Setelah Raffa, kini Ragan. Ada apa sebenarnya antara para putra Alatas dan seorang Rainuel Sky.
"Tiba-tiba?" balasnya sangsi. Leon mencoba mencari tahu masalah antara ketujuh saudara baru itu. Sedikitnya Leon juga merasa penasaran.

KAMU SEDANG MEMBACA
SKY
FanfictionRumah seharusnya menjadi tempat ternyaman untuk pulang bagi semua orang, tetapi jika rumah yang dimaksud tidak bisa memberikan kenyamanan yang seharusnya apakah masih pantas menyebutnya sebagai sebuah rumah? Ditinggalkan untuk pertama kalinya membua...