MENYAMBUT PELUKAN

191 23 0
                                    

Hari-hari berjalan seperti semestinya, dengan Mario yang duduk di teras rumahnya beserta segelas kopi tanpa gula yang ia sesap. Julio baru saja keluar rumah dan memberikan atensinya pada Mario yang beberapa saat juga menatapnya, Mario beranjak dan menghampiri Julio di teras rumahnya dan membantu pemuda manis itu untuk membawa barangnya kedalam mobil. hari ini Julio akan ia antar ke kota untuk mengantarkan barang jualannya. Menaiki mobil Mario keduanya duduk berdampingan.

"Mas, menurutmu gimana kalau aku ini cacat?" Mario menatap Julio sendu, ia melirik kearah alat bantu jalan yang diletakan Julio di jok belakang. "Aku pernah mengalami kecelakaan karna tabrak lari, kaki kanan ku tidak bisa bergerak leluasa dan mungkin banyak orang akan merasa aku ini orang cacat yang nampak hina..."

Mario masih menatap jalanan berusaha terlihat tenang ketika hatinya ikut tercabik mendengar tuturan yang lebih muda tentang kondisinya "Kamu ngga cacat jul, dengar. Kamu sempurna dimata mas, dari dulu sampai sekarang. Kamu tidak cacat dan tidak hina jul." beberapa saat setelah Mario berkata demikian, suara isakan pelan terdengar.

Mario menghentikan mobilnya, ia menarik Julio kedalam dekapannya. Tangisan terdengar semakin keras, seperti semua rasa lelah dan sakit Julio ia tumpahkan begitu saja. Seberapa lama ia bertahan dalam kondisi tidak berdaya seperti ini? Mario kembali mengusap punggung itu lembut membiarkan Julio tenang dalam dekapannya.

"Kamu ga salah atas semua yang terjadi sama kamu Jul. Tuhan ingin kamu beristirahat dari segala kejahatan dunia ke kamu dengan membuat kamu menjadi seperti ini. Ada mas disini, percaya sama mas." dekapan semakin erat dan Julio mulai tenang, matanya terpejam karna lelah menangis lama.

Mario menuntaskan semua pekerjaan dengan membiarkan Julio tertidur didalam mobil, ia menatap kearah langit. Rasanya seperti ketakutan tiba-tiba menyergap dirinya, namun ia kembali memandang Julio yang tertidur pulas didalam mobil. Mario tersenyum simpul dan kembali ke desa malam itu.

Malam menyambut dan Mario kembali keluar dari kamarnya. Hawa terasa begitu panas, ia menemukan sang ibu didapur tengah bercakap ringan. "Mario, nak sepertinya kita harus mengungsi segera. Bapak mendapat laporan bahwa semeru akan erupsi." Mario nampak terkejut dan mengangguk singkat.

"Besok Mario kabarkan pada warga desa yang lain. Tapi sepertinya akan ada satu keluarga yang menolak mengungsi..."

Paginya...

"AKU GAMAU TURUN! INI RUMAH IBU DAN BAPAK! AKU CUMA PUNYA INI!" Mario dan Julio saling berpandangan mendengar jawaban bocah didepan keduanya. "Seno.. Ini demi keselamatan kamu juga, kakak dan mas Mario gamungkin meninggalkan kamu disini." Julio memberikan pengertian selembut mungkin namun bocah itu masih bersikukuh tidak akan terjadi apapun.

"Seno hanya punya rumah ini setelah ibu bapak ga ada.. Kalau rumah ini hancur maka seno juga ingin ikut bapak ibu..." Mario menahan diri dalam genggam tangan Julio yang menenangkannya. "Yasudah, Kalau begitu Seno boleh turun kapanpun seno mau. Kakak dan Mas akan kesini setiap hari bagaimana?"

Seno yang mendengar itu tersenyum lebar, ia mengangguk antusias dan kembali masuk kedalam rumah. Pada akhirnya mereka berbincang dirumah Julio yang sudah sepi karna beberapa warga sudah berpindah. "Mas.. Aku tau mengkhawatirkan seno, dia hanya butuh waktu kan?"

Mario mendekap tubuh Julio "Mas takut, bukan hanya tentang seno. Tapi tentang kamu dan semua warga desa, mas tidak ingin hal-hal buruk terjadi jul." pemuda manis itu memberikan usapan selembut mungkin pada punggung lebar mario yang nampak bergetar.

"Mas, jangan takut karna kita berdua bisa menghadapi ini semua. Percaya sama julio kita akan baik-baik saja ya?" usapan lembut pada pipi Mario membuat pemuda itu menatap kearah Julio.

"Setelah semua ini selesai, ayo menikah..."

To be continue...

SEMERU ; MARKNOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang