"Susah banget kak buat masuk tiga besar dikelas, ini aja nilai aku udah lumayan loh." Anneet menutup kembali rapot miliknya, salah satu moment disekolah yang ia benci adalah moment pembagian rapot mau pembagian rapot semester satu ataupun naik kelas.
"Yah otak lo aja yang nggak mampu, nilai yang kaya gini lo bilang lumayan? Nilai lo bagus kalau lo bisa masuk tiga besar. Mau nilai lo sembilan semua kalau ngga tiga besar berarti tetep jelek." Nadya Azharine, adalah satu-satunya saudara kandung dari Ayah dan Bunda, Nadya memang orang yang sangat perfectsionis dia juga terlahir sebagai orang yang pintar dalam bidang akademik karena itu dia mau Anneet tumbuh menjadi gadis seperti dia.
"Kak, gue dapat nilai kayak gini juga butuh perjuangan kali. Gue emang nggak bagus dibidang akademik tapi lo lihat dong prestasi gue yang lain. Lo liat dong kak gue menang lomba debat ada lo apresiasi?"
Pish..
Sebuah tamparan mendarat sempurna di wajah Anneet "Eh siapa yang nyuruh lo ikut debat? Buat apa sih debat ngga guna Anneet. Lo mau jadi apa? Hakim? Pengacara? Advokat? Apasih Anneet yang lo kejar. Segitu obsesnya lo sama jurusan hukum itu?"
"Kak, gue juga punya mimpi. Gue bebas mau jadi apa yang gue mau kan? Kenapa sih lo nggak pernah ngerti gue kak." Anneet sudah tidak bisa menahan air matanya lagi "Lo pernah nggak kak mikir keadaan mental gue gimana? Lo tau nggak sakitnya hidup dibanding-bandingin mulu? Lo enak kak, lo pinter, cantik, semua orang sayang lo. Lah gue kak? Lo mikir gue nggak? Mikir nggak sama keadaan mental gue yang lo tekan mulu, selalu berusaha jadi kayak lo."
Nadya terkekeh kecil " Tau apa sih lo masalah kesehatan mental? Anneet lo tu masih bocah SMA, jadi jangan sok-sok bahas mental. Alay banget lo, stress lo? Depresi? Drama tau nggak!"
"Anneet!" Panggil olivia yang berhasilkan membuyarkan lamunannya "Apasih yang lo pikirin? Diajak ngomong malah diem aja."
Anneet hanya menggeleng pelan "Gue lagi mikir ni gimana caranya IP gue harus diatas 3."
"Net, lo itu jurusan teknik bego ya bakal susah lah jangan terlalu maksain diri net." Anneet segera merapikan buku-bukunya mengingat matahari yang sudah hampir terbenam Anneet segera berpamitan untuk pulang dengan Olive ditambah lagi Anneet sudah tidak mood untuk belajar yang membuatnya mengingat kejadian yang terus berulang itu.
Anneet tau apa yang dilakukan Nadya adalah demi kebaikannya, oleh karena itu Anneet harus memiliki ambisi yang lebih besar dari Nadya. Ini juga tentang hidupnya, dia sudah mulai nerima jurusan yang ia ambil sekarang meski setiap malam angan-angan untuk menjadi seorang advokat masih berputar dikepalanya.
"Baru pulang?" Tanya Ayah yang sedang duduk didepan tv bersama kakek yang baru pulang dari malaysia
"Iya." Anneet menghampiri kakeknya yang tersenyum menyambut kedatangannya, dengan elusan tangan yang hangat.
"Lancar kuliahnya?"
Anneet hanya mengangguk pelan, " Anneet harus semangat yah kuliah." Lanjut kakek.
"Iyalah, contohin kak Nadya lulus 3 tahun 5 bulan. Dapat gelar pujian lagi."
Lagi-lagi hal yang sama seolah terjadi lagi, seperti hari-hari yang selalu membandingi dua anak yang memiliki kemampuan yang berbeda. Untuk melawan pikirannya yang bercabang ntah kemana saja rasanya begitu sulit, belum lagi beban dan tuntutan orang sekitarnya yang ingin Anneet menjadi Nadya. Setelah lama berbincang-bincang, Anneet pamit masuk kedalam kamar rasanya kuliah hari ini begitu melelahkan.
Ia pikir dengan berpura-pura menjadi orang lain membuat ia menjadi banyak teman, tapi nyatanya semua orang membenci Anneet. Semua orang membenci dia yang selalu tersenyum, semua orang membenci dia karena selalu berusaha untuk dekat dengan semua orang. Satu persatu wish list yang ingin ia wujudkan di perkuliahan ini tidak ada yang berhasil ia penuhi. Dengan senyum tipis Anneet merobek catatan yang ia tulis rapih.
Jangankan untuk mewujudkan semua hal itu, kemauan untuk sekedar menjalani hidup saja Anneet rasanya sudah hilang ntah kemana.
_____
kukuruyung...
Seperti biasanya, yang pertama kali Anneet cari setiap baru bangun tidur adalah Handphone seolah-olah setiap tidur Anneet selalu menitip nyawanya di sana dan setiap bangun Anneet harus mengambil nyawanya terlebih dahulu. Ketika selesai dengan urusannya untuk mengecek apa yang sedang menjadi tranding topic di Tiktok, Anneet baru bergegas untuk membersihkan rumah dan mencuci sisa sisa piring kotor yang ada di dapur.
"Nanti halamannya disapu." Ucap mama Anneet singkat, mereka memang jarang sekali berkomunikasi jika tidak hal yang begitu amat penting sehingga mengharuskan keduanya untuk bicara.
"Tapi ma, Anneet mau kuliah."
"Alasan, pokoknya halaman disapu!"
Anneet hanya bisa menarik nafas panjang sambil mengelus dadanya, mau tidak mau dia harus menuruti apa yang Mamanya bilang meski sambil mengoceh-ngoceh pelan.
"Mama mau kemana bawa motor?"
Mama Anneet hanya diam sambil mengeluarkan motor keluar gerbang rumah "Ma, Anneet mau pakai motornya buat kekampus."
"Naik maxim sana"
KAMU SEDANG MEMBACA
a woman with personality disorder
Teen FictionKisah ini tentang aku ( Anneet ) seorang mahasiswa di salah satu perguruan tinggi negeri yang ada di Indonesia, tulisan ini aku tulis dengan apa adanya, dengan emosi yang benar adanya, tanpa ada bakat sebagai seorang karya sastra dengan berani aku s...