CHAPTER 01

62 6 0
                                    

HAI!

Jangan lupa buat follow aku untuk tau cerita lain.

Jangan lupa juga dukung dengan Vote dan Coment perasaan kalian saat baca ceritaku.

Dukungan dan komentar kalian adalah pil penyemangatku nulis.

Thanks buat dukungannya!

.

.

.

"Hah...Sandwitch lagi untuk makan siang? kau bercanda Seo Haechan!" bentak pemuda manis bersurai Pink itu saat mendapati sang sahabat masih saja mengkonsumsi makanan yang harusnya bisa menjadi cemilan itu untuk makan siang setelah memakannya juga di pagi hari.

"YAK! KAU TIDAK MENDENGARKU?" teriaknya lagi yang kali ini berhasil mengalihkan pandangannya yang semula tertaruh penuh pada buku sketsa milik pemuda manis bernama Seo Haechan itu.

"Nana-ya, aku baik-baik saja. Setelah ini selesai aku pasti akan memakan semangkuk nasi hangat dan daging yang banyak" balasnya dengan senyuman khas dan kalimat yang persis Jaemin dapatkan saat menemukan Haechan melakukan hal yang sama berulang kali sejak 1 tahun ini.

Lebih tepatnya saat ia masuk kedalam komunitas lukis yang selama ini ia idamkan dan tentu tanpa sepengetahuan kedua orangtuanya.

Jaemin memandang sahabatnya meringis, jujur ia tidak akan masalah jika Haechan memakan sandwitch saat pagi atau siang jika sahabatnya ini tidak terlalu memporsir tubuhnya karena mengejar 2 hal yang saling bertolak belakang.

Jika ingin tau, Haechan merupakan putra bungsu dari Keluarga penghasil dokter ternama di negara ini. Seo Johnny ayah Haechan merupakan dokter bedah terbaik dan merupakan pemilik rumah sakit terbesar di Korea. Seo Ten ibunya merupakan seorang dokter kandungan dan Seo Hendery kakaknya adalah dokter ahli bedah syaraf di rumah sakit keluarga mereka, dan untuk prestasinya tidak perlu ditanyakan karena rumah sakit Seo hanya mempekerjakan Dokter unggulan dan juga menerima Koas dengan nilai yang nyaris sempurna.

Dan Haechan, Putra bungsu mereka yang ternyata memiliki minat dan bakat yang bertolak belakang itu dipaksa untuk tetap melanjutkan profesi keluarga yang ternyata sudah turun temurun. Haechan merupakan seorang pemuda periang, berjiwa bebas dan juga cerdas. Tetapi hal itu tidak akan diapresiasi dalam keluarga Seo jika ia tidak memiliki kualitas dalam dunia perdokteran.

Tidak ingin mengecewakan ayah dan ibunya yang selama ini dengan jelas menolak jiwa senimannya, ia mengambil langkah yang salah. Ia masuk ke dunia kedokteran tetapi tetap menyalurkan jiwa senimannya dalam bentuk lukisan yang selama ini diam-diam ia kembangkan.

Sepengelihat Jaemin, Haechan tidak pernah meninggalkan kelasnya. Ia bahkan akan berusaha keras setiap pelajaran, praktek serta ujian untuk mendapatkan nilai bagus, dan syukurnya ia mampu. Tetapi rasanya untuk mengejar itu saja sudah sangat melelahkan, sayangnya Haechan tidak terlalu perduli dan mengambil langkah berat lain dengan menjadi seorang seniman diam-diam.

Ia beberapa kali menjual hasil lukisannya, dan bahkan ada 1 yang terkenal dan berhasil di beli oleh rumah sakit ayahnya untuk menjadi pajangan di Loby rumah sakit mewah itu.

Lukisan yang sebenarnya sangat menggambarkan luka miliknya dan perasaan sakit yang dikekang tetapi selalu dipuji Indah oleh semua orang termasuk ayahnya yang tentu tidak tau jika ia adalah pelukisnya.

Lukisan yang penuh luka dan rasa sakit tetapi dipandang indah oleh semua orang.

Sangat miris.

"Haechan, kau terlalu memaksakan dirimu.... tidakkah kau lelah karena kita baru saja selesai ujian? beristirahatlah walau hanya sehari. Sungguh aku sangat mengkhawatirkan dirimu" ujar Jaemin dengan wajah yang sarat akan rasa khawatir yang besar. Jujur ia sangat takut jika Haechan tumbang karena ia tau jelas jika sahabatnya itu memilik fisik yang lemah.

Haechan memasang senyuman andalannya, ia merain tangan Jaemin lalu menepuknya pelan sambil menatap tepat pada kedua iris hitam legam sahabatnya itu. Memberikan pancaran cerah yang menunjukkan semangat dan juga harapan yang memang tidak pernah redup walau sebentar. "aku baik-baik saja. Kau hanya perlu berada disisiku, dukung dan doakan aku. Maka semua akan berjalan lancar dan baik"

Tidak bisa berkata-kata dan mengelak. Itu adalah posisi Jaemin saat melihat binar mata indah itu tidak pernah luntur dari kedua iris jernih Haechan. Sahabatnya ini penuh dengan aura positif yang tidak terpatahkan, membuat dirinya mau tidak mau sulit untuk menolak ataupun marah pada Haechan.

Ia hanya bisa mengangguk, menghela nafas dan juga khawatir jika sudah bersama dengan sahabatnya ini. "kau selalu seperti ini.." rungut Jaemin kemudian keduanya tertawa dan melanjutkan aktivitas masing-masing.

Haechan kembali berkutat dengan pensil serta buku sketsanya dan Jaemin bersama sendoknya mulai menyuapkan makanan guna mengisi tenaga yang sudah cukup terkuras saat ujian praktek tadi. Bahkan kedua pemuda ini masih menggunakan jas putih yang biasa mereka pakai saat ujian. Fyi, Jaemin menekuni jurusan yang sama dengan Haechan karena memang ini merupakan impiannya sejak kecil dan bekerja di bawah komando dari ayah Haechan adalah mimpi terbesarnya.

Saat Jaemin mencoba untuk melihat apa yang sedang Haechan gambar, ia sedikit tetegun. Selama ini, walau Haechan selalu tersenyum dan tampak bahagia, ia tidak pernah mau menggambar sesuatu yang tidak memiliki makna mendalam baginya. Lukisan Haechan akan didominasi dengan bentuk abstrak yang cukup indah dan warna yang cukup kelam.

Tetapi kali ini pemuda itu melukis sebuah kafe yang Jaemin tidak tau. Ia hampir setiap hari bersama Haechan dan mereka tidak pernah mendatangi kafe seperti yang pemuda itu sedang gambar.

"itu dimana?" tanya Jaemin yang membuat Haechan tiba-tiba menghentikan gerakan tangannya.

Jaemin menyerngit, ia kemudian menatap wajah Haechan dan sedikit terkejut saat melihat senyuman yang sangat manis terbit di wajah cantik itu. Pipinya bahkan merona hebat entah karena apa, membuat Jaemin memasang wajah curiga.

"jawab aku, itu dimana?" ulangnya.

Haechan menggeleng. "aku akan memberitahumu nanti Nana-ya, jadi bersabarlah sebentar" jawabnya dengan senyuman yang tetap tidak luntur.

"Apakah kau bahagia?"

"hm.... aku sedang sangat bahagia sekarang Nana, aku tidak pernah sebahagia ini saat melukis" jawabnya dengan ceria.

Jaemin tersenyum, ia kemudian mengangguk paham. "lanjutkan, aku akan menunggumu" 

Dan Haechan kembali menggerakkan tangannya dengan sangat lihai. Memberikan garis tegas yang perlahan membuat gambarnya menjadi sempurna. Mengarsir beberapa titik untuk memberi dimensi dan merapikan beberapa sisi yang dirasa mengganggu.

Hingga akhirnya lukisannya selesai. Lukisan yang saat ini masih berwarna monokrom karena Haechan juga masih belum yakin dengan apa yang ia rasakan saat ini. 

Pemuda manis ini sebenarnya cukup mudah untuk dibaca jika seseorang dapat memahami arti dari lukisannya. Ia bahkan bisa menjadi sebuah buku biografi yang memilik informasi lengkap atau bahkan seperti buku komik. Tetapi Haechan juga rumit, karena ia terlalu banyak melimpahkan jenis perasaan dan emosi pada satu lukisannya. Sehingga siapapun juga bingung, apa yang sedang Haechan rasakan dan coba sampaikan dalam lukisannya.

Tetapi kali ini berbeda. Lukisannya memiliki emosi yang jelas. Siapapun akan bisa mengetahui apa yang sedang ia gambarkan dalam lukisan ini.

Kafe kopi yang tampak hangat dengan perasaan musim semi yang indah.

Apa yang membuat kafe ini spesial? tidak ada yang tau kecuali pemuda berjiwa bebas ini.

To Be Continue...

AMERTA|MARKHYUCKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang