Haechan meletakkan hasil lukisannya itu di pinggiran meja belajarnya. Ia menatapnya cukup dalam, memperhatikan setiap detail hingga ia perlahan menutup mata dan mulai mencoba mengingat suasana saat ia bertemu dengan orang itu.
Pria yang berhasil merebut perhatian dari pemuda berumur 22 tahun itu. Orang pertama yang berhasil memasuki pikirannya dan mengacaukannya hanya dalam 1 moment yang sungguh sangat sederhana bahkan berkesan tidak penting.
Tetapi, bagi Haechan itu sangat penting, karena pria itu membuat dirinya sulit untuk fokus.
"siapa yah namanya...." lirih Haechan.
Sebab sudah hampir 1 bulan ini Haechan melakukan kegiatan yang sama secara berulang. Jika ia memiliki kelas kosong, ia akan menunggu lebih awal di kafe dimana ia dan pria itu bertemu. Jika kelasnya selesai sedikit sore, ia akan menyempatkan dirinya mampir sebentar. Dan jika ia ada kelas malam karena praktikum dan sebagainya, ia akan menyempatkan diri untuk sekedar lewat dari sana.
Entah apa yang ia pikirkan sehingga ia bertahan melakukan hal itu hanya karena pria itu menarik perhatiannya yang entah apa alasannya. Pria itu mengacaukan keseharian Haechan, bahkan selama 1 bulan ini ia hanya menghabiskan waktunya memikirkan pria itu, berusaha menemuinya di kafe unik itu dan melukis hasil pemikirannya. Hanya itu dan tidak ada yang lain.
Haechan bahkan tidak mendatangi perkumpulan lukis yang selama ini tidak pernah ia lwatkan sama sekali. Bahkan disaat Renjun, temannya di Perkumpulan Lukis menelfonnya dan menerornya dengan chat, ia bahkan mengabaikannya. Hatinya, pikiran dan fokusnya hanya pada pria yang tidak ia ketahui asalnya, namanya dan juga wajahnya lagi karena sudah hampir lupa.
Tiba-tiba ponselnya berdering, dan nama ayahnya tercetak jelas disana.
Dr. Seo Johnny is calling.....
Itu adalah nama kontak Sang ayah. Sebenarnya ia sangat malas untuk mengangkat telfon dari ayahnya ini, tetapi ia tidak mau mencari masalah yang berujung dengan pertengkaran lainnya dan masalah lampau yang akan selalu diungkit oleh sang ayah. Itu akan membuat dirinya sulit dan juga terbebani.
Dengan malas ia meraih ponselnya, menggeser tombol hijau lalu mendekatkan benda pipih itu ke telinga sebelah kanannya.
"Ya ayah?"
"Kau dimana sekarang?"
"....Aku di rumah"
"Bersiaplah dan datang ke rumah sakit sekarang. Akan ada pertemuan penting dan kau harus mengikutinya. Ini juga mengenai posisimu nanti di perusahaan setelah lulus, Ayah akan mengusahakan kau dibawah bimbingan Dr. Wendy"
"baik"
Dan panggilannya di putus oleh sang ayah. Haechan menghela nafas, ia tidak senang, dan ia tidak suka dengan apa yang ayahnya rencanakan untuk dirinya di masa depan. Baginya itu bagaikan sebuah pintu menuju sangkar yang akan menjeratnya dan mengurungnya selamanya.
Ia menyukai anak-anak, bukan berarti ia sangat ingin menjadi dokter anak. Jika bisa memilih dirinya akan menjadi perawat saja. Atau jika ayahnya berkenan ia akan menjadi pelukis.
Matanya yang tadinya tertutup kini kembali terbuka. Pandangannya kembali jatuh pada hasil lukisannya. Kafe itu yang bahkan sampai sekarang pun ia sama sekali tidak tau nama tempatnya. Karena Kafe itu tidak memiliki papan nama di luar atau bahkan di menunya. Aneh tetapi sangat menarik dan keren mungkin?
"Ini.... Aku akan mendatangimu untuk terakhir kalinya, dan jika kita tidak bertemu maka.... kurasa aku harus menyerah bukan?" Bisiknya lalu beranjak dari duduknya dan bersiap menuju rumah sakit seperti yang ayahnya perintahkan.
Haechan menggunakan kemeja berwarna hitam yang 2 kancing teratas ia biarkan terbuka. Celana Jeans berwarna senada yang terlihat sangat pas di kaki jenjangnya serta sepatu dengan merk lokal yang sangat ia sayangi.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMERTA|MARKHYUCK
Hayran KurguAda ungkapan yang mengatakan "Jika kau berhasil membuat seniman jatuh cinta,maka kau akan abadi di dalam karyanya". Dan ini adalah kisah manis antara 2 pemuda yang saling jatuh cinta. AMERTA merupakan ungkapan yang berarti TIDAK MATI atau ABADI. SEG...