CHAPTER 02

31 5 0
                                    

HAI!

Jangan lupa buat follow aku untuk tau cerita lain.

Jangan lupa juga dukung dengan Vote dan Coment perasaan kalian saat baca ceritaku.

Dukungan dan komentar kalian adalah pil penyemangatku nulis.

Thanks buat dukungannya!

.
.
.

tak

Suara benturan antara gelas keramik dan alasnya terdengar sangat merdu di telinga. Wangi biji kopi yang baru di haluskan, udara yang cukup lembab karena hasil dari mesin ekspresso tua dan juga wangi roti yang baru keluar dari panggangan membuat suasana tempat ini terasa sangat nyaman dan hangat bagaikan musim semi yang menyenangkan.

Wajahnya yang selama ini menunjukkan ekspresi dingin kali ini melunak. Ia tampak seperti pemuda baik dan biasa jika saja setelan mahal tidak melapisi tubuhnya dengan sangat sempurna.

Pria ini memiliki wajah rupawan, tubuh yang sangat proporsional dengan rambut yang di tata sedemikian rupa. Membuat siapapun tau jika ia bukanlah orang biasa dan para gadis akan mudah jatuh cinta pada dirinya yang memang terlihat sangat tampan.

Dan pemuda di seberang mejanya bahkan merasa jatuh hati. Ia sama sekali tidak melepaskan tatapannya pada Pria itu. "Sangat tampan.." bisiknya pada dirinya sendiri.

Kacamata yang ia gunakan bahkan sampai melorot tanpa berniat ia perbaiki karena terlalu fokus meneliti wajah bak dewa itu. Biasanya seorang pemahat akan bisa memahat patung saat ia bia menyentuh objek yang ia inginkan. Tetapi para pelukis tidak, mereka hanya perlu menatap, meneliti lalu menuangkan. Tidak serumit pemahat jika dalam hal menuangkan karya, tetapi mereka rumit dalam hal perasaan.

Karena seorang pelukis seperi Haechan hanya akan menuangkan idenya jika memang memiliki makna yang sangat mendalam. Ia merupakan pelukis penuh emosi, gairan dan juga kreativitas membuat siapapun akan enggan mempertanyakan kualitas lukisan dari seorang Haechan yang memakai nama panggung Donghyuck.

Dan untuk kasus kali ini, Haechan merasa ia perlu merasakan perasaan seorang pemahat saat hendak memahat sebuah objek. Ia ingin menyentuh orang yang berada di seberang mejanya kemudian menuangkannya dalam sebuah lukisan. Ia sangat ingin.

Tetapi belum saja keberaniannya muncul untuk meminta hal itu pada Mark, pria itu sudah beranjak dari duduknya dan pergi. Meninggalkan Haechan yang hanya bisa mencoba mengingat semua detail wajah itu, berharap ia bisa menuangkannya dalam buku sketsanya atau bahkan kanvas miliknya.

Hanya saja saat ia sudah berada di studio miliknya. Berhadapan lansung dengan selembar buku sketsa dan pensil, ia sama sekali tidak bisa mencoret bahkan hanya segaris saja. Pikirannya kalut, ia seolah tidak bisa menemukan paras yang pas dari sosok pria yang ia temui di kafe tadi.

Biasanya ia mudah mengingat, bisa menuangkan lansung dalam sebuah buku sketsa jika ia sedang ingin mengasah kemampuan atau iseng. Tetapi kali ini ia tidak mampu.

"aku butuh menyentuhnya..." ucap Haechan dengann frustrasi.

Ia meremas rambutnya dengan kasar lalu meringis saat mendapati kertas itu masih besih tanpa noda pensil.

"hahhh... ada apa denganku" sambungnya.

Ia kembali menutup mata. Mencoba membayangkan wajah pria itu dan percuma. Ia tidak bisa mengingat wajah itu dengan sempurna. Bagaikan mimpi yang abu-abu, ia tidak dapat melihat garisnya dengan jelas dan wajahnya dengan jelas.

Rasanya sangat frustasi, ia memilih menghempaskan pensilnya lalu merebahkan dirinya di sebuah kasur di pojok ruangan luas itu.

Ia menghela nafas entah untuk keberapa kalinya dalam beberapa jam terakhir lalu mencoba menutup matanya. Rasanya lelah dan kantuk segera menghampirinya membuat Haechan mudah jatuh dalam mimpinya dengan sangat lelap.

***

Haechan tidak bisa.

Itu adalah kenyataan yang harus ia terima saat menyadari jika ia kembali ke kafe yang tidak sengaja ia temukan saat sedang berjalan-jalan di sekitar kampusnya. Ia baru saja menyadari keberadaan kafe itu dan tertarik karena melihat tema yang unik. Siapa yang bisa menduga jika dirinya terjebak dalam kafe yang penuh dengan pesona ini.

Sama seperti seseorang yang berhasil membuatnya tidak biasa mengisi kertas dengan garis atau bahkan kanvas dengan cetitik cat pun.

"apa yang sedang kulakukan..." lirihnya saat mendapati jam tangannya menunjuk pukul 4 sore dimana ia sudah menunggu pria itu selama 3 jam. Dan tidak ada tanda-tanda keberadaanya.

"apakah ia hanya mampir sekali?" gumamnya.

Ia menunduk lesu, menatap buku sketsanya dengan sendu lalu meletakkan kepalanya diatas buku itu. Pandangannya tetap tertuju pada pintu, berharap pria kemarin akan muncul melalui pintu itu, tetapi tidak.

Entah bagaimana, tiba-tiba saja ada ide yang terbersit di dalam benaknya.

Ia beranjak dari duduknya, berjalan kearah meja yang kemarin diduduki oleh pria itu. Tak lupa ia membawa cangkir kopi yang ia pesan tetapi tidak diminum sedikitpun karena ia tidak suka.

Meletakkannya dengan posisi yang ia usahakan mirip dengan pria itu. Ia menutup mata, mencoba untuk menerka bentuk dari meja itu dengan cara menyentuhnya. Perlahan tangan rampingnya bergerak menyusuri sudut meja satu dengan yang lain, mengelus permukaannya lalu beralih pada kopi serta pot bunga yang ada di atasnya.

Ia kemudia membuka matanya saat merasa sudah puas, beralih pada kursi kayu yang tampka kuno tetapi masih kokoh lalu berjalan keluar dari kafe tersebut dan menyentuh permukaan luarnya sambil berusaha merekam bagaimana rupa kafe ini.

Ia tersenyum, kemudian bersorak dalam hati. "aku mendapatkannya" 

Jika seseorang melihat tingkah anehnya yang meraba-raba depan kafe dan meja serta kursi kafe kosong itu, mereka akan menganggap jika Haechan adalah orang gila atau mesum karena tampak menikmati setiap bentuk,tekstur atau bahkan debu yang melekat di benda yang ia sentuh di kafe itu.

Tetapi siapa yang peduli? ia tidak peduli. Karena yang ia tau hanya ia ingin melukis Pria itu.

Sangat ingin.

To Be Continue...

AMERTA|MARKHYUCKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang