Tengah malam pada pukul 12 tepat. Terdengar suara gemerisik dari arah dapur, Mawar yang sejak awal penakut sekarang sudah pasti dia ketakutan karena suara itu.
"Lis.. Lilis." Mawar memanggil dengan pelan dan takut-takut, "Lis..Lilis.."
"Eum," Lilis mengucek matanya. "Apa lagi mawar? Udah ah aku ngantuk."
"Itu.. Di dapur kaya ada suara orang lagi masak."
"Perasaan kamu aja paling, udah ah aku ngantuk." Lilis menarik selimut hingga menutupi wajahnya.
"Ih Lilis!" Mawar mengguncang badan Lilis pelan. "Beneran ada suara tau di dapur, kaya orang lagi masak."
"Duh Mawar. Aku capek pengen tidur."
"Ih Lilis. Jangan gitu, mawar takut tau temenin bentar." Lilis jadi tak tega dan dengan berat hati bangun dari tidurnya.
Mawar tersenyum senang. "Lis lampunya nyalain aja ya? Takut aku."
"Hm, bentar aku nyalain dulu." dengan itu Lilis bangkit untuk menghidupkan lampu. "Nah udah."
"Huft. Lis kamu yakin di dapur ga ada apa-apa?" tanya Mawar tak yakin.
Lilis mengangkat bahu tidak peduli. "Udahlah dari pada mikir yang aneh-aneh mending kita tidur, besok kan ada ulangan bahasa Inggris." ucapnya sembari kembali merabahkan diri.
Mawar yang sudah tidak takut lagi karena suara itu sudah tidak ada pun ikut merabahkan diri, mencoba tertidur.
Tak berselang lama kedua wanita itu pun tertidur pulas tanpa menyadari bahwa yang membuat gemerisik keributan di dapur adalah...
Tikus.
***
Lilis duduk dengan tenang di kursinya sembari membaca ulang pelajaran bahasa Inggris karena mereka akan ulangan harian hari ini. Orang-orang di kelasnya juga belahan melakukan hal yang sama, walau ada juga yang tidak perduli.
"Lilis!" teriak salah satu teman sekelas Lilis bernama Tiona. "Semua anggota osis di suruh kumpul sama ka Tiara, kebetulan lo ada disini bisa tolong panggilin ka Satya ga?"
Lilis berpikir sejenak. "Duh gimana ya Na? Aku kebetulan juga lagi ada urusan." Lilis menolak dengan halus. "Kalau manggil ka Satya pasti ketemu ka Bima, duh serem." batin Lilis.
Bima Zarva Arsana, salah satu dari tiga pria paling berprestasi di Smk Garuda Indonesia. Tapi ada satu masalah dengan Bima, yaitu sifat dan penampilannya yang seperti berandalan. Selain dia suka balap liar dengan teman-temannya ada juga rumor bahwa ia suka berkelahi.
Pokonya meski Bima itu kaya raya dan pintar akademik maupun olahraga tetap saja ada min nya.
Tiona menyatukan kedua tangannya. "Plisss, bantu gue kali ini ya Lilis yang cantik jelita." dia memohon dengan sungguh-sungguh.
"Duh gimana ini?" Lilis berpikir gelisah. "Ya udah deh, tapi aku ga janji ya kalau ka Satya nya mau."
"Hore!" seru Tiona kegirangan. "Makasih ya Lilis, umuah." di ciumnya pipi Lilis lalu pergi dengan cepat.
"Lilis bego banget sih! Sekarang harus gimana coba??" gumam Lilis pada diri sendiri.
Akhirnya tak punya pilihan Lilis hanya bisa berjalan dengan pasrah ke kelas Satya sekaligus kelas Bima dan Rama. Dua orang paling populer di sekolah ini.
"Ambil positifnya Lis! Dengan begini setidaknya lo bisa ketemu kak Rama!"
***
Akhirnya dengan langkah yang gontai dan kepala tertunduk Lilis berjalan perlahan ke arah kelas Satya. Mungkin hanya perasaannya saja atau memang dari tadi kakak-kakak kelas perempuan menatapnya.
Sekolahan ini memang memiliki pembagian untuk tingkat kelas. Kelas X berada di lantai 1, kelas XI dilantai 2 dan kelas XII berada di lantai 3. Sementara lantai keempat adalah ruang kumpul anak-anak Osis, Pramuka, juga Paskibra.
Jadi sekarang Lilis tengah berada di lantai dua. Mungkin karena ia tak memperhatikan jalan dia jadi menabrak seseorang.
Lilis terjatuh tapi segera bangkit dan langsung menunduk di depan orang itu. "Maaf, saya ga sengaja kak."
"Sialan lo kalau jalan lain kali lihat-lihat dong! Kotor kan baju gue." pria yang di tabrak berseru marah. "Kalau udah kaya gini lo mau ganti baju gue hah? Murid biaya siswa kaya lo mana sanggup bayar baju gue."
Tubuh Lilis mendadak kaku, tangannya mengepal. Memang sudah biasa bagi murid biaya siswa sepertinya untuk mendapatkan bullyan, Mawar juga pernah menangis padanya karena di bully oleh geng cewe di kelasnya dulu.
"Ck ck, kalau udah tau ga sanggup bayar harusnya jalan itu perhatiin. Kalau udah kaya gini yang rugi orang lain bukan lo." pria itu berdecak sini disambut oleh tawa teman-temannya.
Bibir Lilis kelu, dia tak bisa mengatakan sepatah kata pun. Lalu tiba-tiba matanya di tutup oleh sepasang tangan penuh kepalan dan urat.
Bugh.
Lilis tersentak kaget mendengar suara pukulan itu. Tapi dia tidak tau apa yang di pukul dan siapa yang di pukul, sampai dia mendengar bisikan di telinganya.
"Kamu ga papa?"
Lilis menggeleng pelan. "Kamu siapa?" tanyanya.
"Gue?" Lilis mengangguk. "Bima. Bima Zarva Arsana, itu nama gue. Ingat baik-baik."
Jawaban itu membuat Lilis menegang. "K--kak Bima?" ucap Lilis dengan gagap.
"Hm." Bima berdehem. "Ayo ke kelas gue."
"Ng--ngapain kak?" tanya Lilis gugup setengah mati. Apalagi matanya sekarang masih di tutup dan sekitarnya yang sunyi membuat Lilis tambah takut.
"Lo bakal tau nanti."
Tbc.

KAMU SEDANG MEMBACA
Lilis
Fanfiction*** Lilis tak bisa dibilang cantik tapi dia juga tidak jelek, dia hanya seorang gadis desa yang datang ke kota untuk melanjutkan sekolahnya. Layaknya seorang gadis remaja Lilis juga jatuh cinta dengan seorang pria tampan bernama Rama, sialnya sudah...